"Gue masih nggak ngerti, kenapa Rio malah lebih milih pacaran sama cewek kurus itu ? Mereka tuh nggak serasi ! Banyak banget perbedaannya. Secara masih cantik gue juga kemana-mana."
Ify bersama Shilla yang menyusuri ubin dingin koridor sekolah langsung berbalik arah seketika. Menuntut kalimat sampah yang baru saja terdengar menusuk ditelinganya. Dihampirinya dua orang cewek bergaya norak yang ia ketahui adalah penggemar Rio didepan pintu uks.
"Maksud lo apa ngomong kayak gitu ?", tanya Ify to the point. Emosinya belum benar-benar stabil setelah kejadian kemarin, dan pagi ini moodnya kembai dirusak oleh cibiran yang biasanya hanya ia anggap angin lalu.
Cewek berambut pirang didepannya melotot. "Elo tuh yang maksudnya apaan macarin Rio ? Udah berasa cantik lo ?", tangan cewek itu mengacung tepat didepan wajah Ify. Dengan sekali hentak, Ify menepisnya kasar.
"Udah fy.", Shilla coba menenangkan Ify. Tapi sepertinya tak berhasil. Emosi singa manis itu terpancing.
"Iya Dea, udah yuk ! Bentar lagi bel masuk nih !", seorang cewek bermata bulat, teman cewek berambut pirang yang bernama Dea itu juga ikut melerai.
"Lepasin gue ngel ! Gue mau ngasih pelajaran buat miss cungkring satu ini biar nggak kegatelan sama Rio !", Dea mendorong Angel sedikit kasar.
"Ngaca ya elo nona alay, yang kegatelan itu siapa ? Rio pacar gue, dan elo seenaknya aja gelayutan.", sahut Ify tenang, mimik wajahnya sangat meremehkan.
"Karena gue nggak pernah nganggap Rio udah punya pacar ! Apalagi yang modelnya kayak kayu dimakan rayap macam lo !", teriak Dea keras lalu tangannya menjambak kasar rambut Ify yang dikuncir ekor kuda.
"Ify !", seru Shilla sambil berusaha menjauhkan gadis mungil itu dari jangkauan Dea yang jelas lebih besar postur tubuhnya.
"Heeh ! Elo juga cewek sok imut, sama aja elo gatelnya.", Dea ikut meneriaki Shilla.
Aksi tarik-menarik rambut antara Ify dan Dea juga ikut menarik perhatian hampir semua murid yang saat itu sedang dalam waktu istirahat. Lebih kebetulan lagi karena letak uks hanya bersebelahan dengan kantin.
"Udah stop !"
"Elo tuh cewek kurus ganjen !"
"Dea stop !", teriakan Rio yang kedua kalinya akhirnya membuat kedua gadis itu terdiam. Tapi tatapan menusuk masih terlontar satu sama lain.
"Ada apaan nih ?", Rio berusaha menelan lagi emosinya.
"Dia nih yo, cewek kegatelan yang udah godain kamu mulu !", sahut Dea gusar sambil menunjuk-nunjuk wajah Ify.
"Elo tuh yang kegatelan ! Dia pacar gue De.", akhirnya Rio terpancing emosi setelah kelakuan cewek didepannya itu sudah sangat agresif. Ify hanya menghela nafas, membaca istighfar beberapa kali sambil menyilangkan lengannya didepan dada.
Rio mendengus keras ditempatnya. "Gue juga manusia biasa. Gue emang bisa welcome sama siapa aja yang mau kenal sama gue, tapi bukan berarti gue juga nggak butuh privasi kan ? Tolong banget, jangan lagi elo ikut campur sama urusan pribadi gue.",
Setelah menyelesaikan monolognya, Rio memilih segera menyeruak dari kerumunan padat untuk menyusul Ify yang sudah lebih dulu pergi. Sedikit berlari, diikutinya punggung mungil Ify yang menyusuri koridor sekolah bukan untuk menuju kelas, melainkan padang rumput belakang sekolah.
***
"Aku tadi emosi...", Ify berucap pelan saat yakin jika sosok yang sudah berdiri dibelakangnya adalah Rio.
Terdengar langkah mendekat. Baru kemudian ikut duduk disamping Ify yang masih berusaha mengatur nafasnya. "Kamu kenapa ?",
Gadis berdagu tirus itu menoleh. Meraih tangan Rio yang terkulai biasa saja untuk digenggamnya erat. Berusaha mencari lagi setiap kenyamanan yang selalu mampu laki-laki itu tawarkan padanya. Meskipun hanya menghasilkan secuil saja.
"Yo..."
Rio mendehem. "Hmm..."
"Maaf... Maaf banget."
Rio menarik tangannya digenggaman Ify. Ia gunakan tangan kokohnya itu untuk mengusap puncak kepala Ify. Menjadikan rambut lembut gadisnya menjadi semakin berantakan saja. "Dimaafin... Dimaafin banget.", kata Rio lembut. Mengikuti cara bicara Ify sebelumnya.
Ify menghela nafasnya -lagi-. Berat. Wajah cantiknya merumit. Ketika rasa maha indah ini justru menggelenggunya dalam kesakitan, membiarkannya sendirian, dan tak mampu untuk diungkapkan.
Ia tak kuat. Bahu kokoh Rio yang tampak tenang hanya karena helaan nafas, menggodanya. Menarik inginnya untuk meletakkan kepala dan rasa resahnya disana. Karena sepenuh Ify yakin, Rio selalu punya pundak terkuat tempatnya bersandar.
Ify meletakkan kepalanya pada bahu kanan Rio. Permukaan sesuatu yang keras dan seolah tangguh menopang kepalanya. Kedua lengannya ia lingkarkan pada lengan Rio yang terbungkus lengan panjang kemeja seragamnya yang disingsing hingga siku.
"Ada apa lagi ?", tanya Rio lirih. Sebenarnya tak juga terlalu mengharapkan jawaban Ify. Karena dalam posisinya yang sekarang, sulit sekali membaca gerak bibir gadis itu.
Setelah puas dengan posisinya, Ify mengangkat kepala. Kemudian ia menoleh, sambil mengusap pelan rahang Rio yang terbentuk tegas dan jelas. Meskipun tak membuat laki-laki itu bereaksi selain membalas tatapannya dengan sorot yang begitu lembut.
"What do we do ?", tanyanya pelan.
"Kamu maunya gimana ?"
"Kok jadi nanya balik sih ?"
Rio terkekeh. "Kalau gitu biar aku yang terus perjuangin sekaligus sayangin kamu, kamu cukup menerimanya aja fy."
Ify tertawa kecil sambil mengangguk. Ia meraih tangan Rio dan mengecup punggung tangannya. Kemudian menempelkannya pada pipi sambil memejamkan mata.
Rasa candu itu bercokol dalam tubuhnya. Ia tak ingin lagi mengetahui apapun didunia ini, jika seandainya saja Rio dan cinta telah diperuntukan padanya.
"All right, i'll just follow your request. Yeah ?", kata Ify singkat. Rio hanya menoleh sekilas sambil tersenyum. Senyuman yang punya volume luar biasa manis yang bisa membuat siapapun yang melihatnya langsung terpesona saat itu juga. Tak pernah punya pengecualian untuk Ify sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar