Jumat, 22 Januari 2016

ALUNAN UNTUK BEDA PART 16


Bel tanda pulang berdering nyaring memenuhi setiap penjuru sekolah yang sudah satu setengah jam lengang. Tak lama setelahnya dari beberapa ruang kelas, keluar satu per satu guru yang sudah menuntaskan tugasnya dijam pelajaran terakhir hari ini. Lalu disusul gerombolan murid-murid dengan hingar bingar khas ala remaja sma. Bercanda ria sepanjang koridor, atau bahkan dengan sigap sudah nangkring manis didepan kelas teman demi melanjutkan gosip hangat yang sempat tertunda. Yah begitulah, segalanya kisah mereka seolah terlihat tak pernah ada lara.
Berbeda dengan gadis cantik yang satu ini. Rambut ekor kudanya bergoyang-goyang lincah mengikuti irama tubuhnya yang berlari tergesa menyeruak koridor yang sedang dalam waktu ramainya. Ia tidak sedih hari ini. Semoga.
"Yo !", serunya sambil melambai-lambaikan tangannya semangat pada seseorang yang duduk dengan posse kece diatas motor besarnya tepat diujung parkiran utama. Ify terkekeh melihat Rio menyeringai.
"Apaan ?", tanya Rio lembut. Jahil juga.
"Eh, iya bro !", Rio beralih, mengangkat sebelah tangannya sambil tersenyum saat ada yang menyapanya. Seperti biasa.
Ify merengut. "Kok gitu dong reaksinya ? Nggak kangen aku ya ?", tanyanya ketus sambil mengehentakkan kaki sedikit keras ketanah.
"Eng...kangen.", balas Rio gemas sambil mencolek lengan Ify genit. Hariku yang mana yang tak merindukanmu ?, lanjutnya dalam hati.
Ify meringis geli. Tapi sekaligus senang jika ternyata belenggu rindu yang sudah dua hari ini memasungnya ternyata sampai juga pada Rio. Yah, sejak adegan tentang larangan ayahnya secara terang-terangan tempo hari, entah mengapa aksesnya untuk bertemu cowok dengan senyum super manis itu menjadi sangat sulit. Bahkan terkesan dihalang-halangi.
"Kita main yuk !", ajaknya kemudian sambil mengulum senyum.
Wajah Rio nampak kaget sebentar tapi toh akhirnya berganti menjadi seringain senang. "Emang bisa ?", tanyanya lebih memastikan.
Ify mengangguk kuat. "Kak Cakka lagi ada urusan hari ini dan kayaknya dia nggak jemput aku."
"Terus sekarang kemana ?"
Ify mendengus sebal. "Kemana ajalah, asal kamu yang bawa aku akan selalu ikut.", kata-katanya manis dan manja. Membuat Rio yang semula menatapnya biasa saja menjadi menahan senyum geli. Gadis ini tukang gombal yang mahir !
Tali ransel Ify yang berada didepan dadanya ditarik Rio seketika. Membuat gadis itu mendekat padanya sekaligus melotot kaget.
"Rio ih ! Kalo tadi sampe salah pegang gimana ?!", gerutu Ify manyun. Tapi semburat merah justru langsung meledak dan meronai pipinya yang tirus.
Rio terkekeh. Buru-buru menarik tangannya. "Manusia kan nggak pernah luput dari salah. Apalagi cuma salah pegang, biasa itu sih !", ledeknya sambil menjulurkan lidah.
Sigap, Ify langsung memukul sebal lengan kekar Rio. Yang dipukul hanya terkekeh senang tanpa berusaha menghindar sedikitpun. Justru ditariknya pinggul Ify agar lebih mendekat padanya. Agar lebih leluasa mengerahkan segala kemampuan untuk memukulnya.
"Ify !",
Suara dalam itu terdengar ngilu dan seketika menghancurkan aksi romansa sepasang remaja itu. Rio buru-buru melepaskan rengkuhannya dari pinggul Ify, sementara Ify langsung tak bergerak. Matanya membelalak tak percaya. Cakka berada tepat didepan gerbang, tak jauh darinya dan Rio berdiri sekarang.
"Kakak..."
"Yuk kita pulang. Urusan kakak udah kelar kok."
"Tapi...", Ify menatap Rio nanar. Yang ditatap langsung tersenyum hangat, menunjukkan kemaklumannya. Saat Ify masih tak juga bergerak, dorongan lembut Rio dipunggungnya membuatnya mau tak mau bergerak menjauh. Terpaksa meleburkan rencana indah barusan.
"Aku pulang.", kata Ify pelan. Rio mengangguk-angguk kecil sambil meringis.
Ify melangkah lambat menuju motor Cakka. Setelah naik diboncengan lelaki itu ia lantas sekali lagi menatap Rio. Meminta reaksi Rio. Jika lelaki itu ingin ia tetap tinggal, maka sekarang juga ia akan melompat dan kembali untuk Rio. Tapi nyatanya Rio hanya diam sambil melambai-lambaikan tangannya seolah jika Ify pulang bersama kakaknya, itu sudah yang terbaik untuknya.
Dia yang terlihat bahagia untukmu, tanpa disadari menangis dalam hatinya. Tak lebih dari hanya memintamu untuk kembali.
"Siap fy, pegangan !", suruh Cakka. Ia sedikit menoleh kebelakang, kemudian senyum tipisnya terlukis kearah remaja berambut cepak didalam gerbang. Sekilas. Kerelaan anak Sma yang satu itu membuatnya takjub juga.
"Heh ceking ! Pamit dulu.", seru Cakka. Rio mengangguk cepat.
Rio menelan senyum manisnya. Topeng ketegarannya tadi sudah cukup bermain apik. Kini tinggal ia yang menunduk dalam setelah menghela nafas kuat. Dia memutar sebentar posisi tubuhnya. Menatap pada bagian boncengan motornya yang tak jadi diduduki Ify. Sebuah pelukan kuat dan manja yang ia kira hari ini akan kembali melingkar ketat diperutnya sirna. Ketika bagian dada Ify menyatu dengan punggungnya. Ia yang sering kali merasa geli sekaligus senang dengan dua buah sesuatu yang seolah mengurut punggungnya. Rio sudah terbiasa akan hal-hal 'nikmat' itu. Meskipun pada kenyataannya, ia hanya menahan gejolaknya untuk tidak menikmatinya lebih dari itu hingga sekarang. Berbeda dengan lelaki lain yang mungkin bisa bertindak dua bahkan sepuluh kali lebih cepat untuk mengatasi kecanduan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar