Jumat, 22 Januari 2016

ALUNAN UNTUK BEDA PART 18


Gerakan mereka memang tak sama. Tapi sebenarnya sama-sama ingin menemui Tuhan. Mengadu pada-Nya sebagai hamba yang tak punya kuasa apa-apa. Mengajak Sang Maha Segala itu berbicara dengan bahasa yang berbeda, terjadi percakapan sederhana dengan bulir air mata. Sama-sama bermuara pada kedua mata mereka.

***

Selepas isya, Ify masih membiarkan mukena dan sajadahnya tergolek asal disamping ranjang, tak seperti biasanya yang langsung ia lipat dengan rapi. Karena kini mukena dan sajadah tebal berbulu lembut itu menemani Ify dalam tahajudnya. Waktu yang luar biasa memberi ketenangan diseperempat malam. Usai melaksanakan inti dari kegiatan malam itu, sebanyak dua rakaat, gadis itu duduk bersimpuh. Perlahan tangannya terangkat hingga setinggi dada, kemudian wajahnya menengadah.
Belum saja satu katapun yang keluar dari bibir Ify, aliran berair bening sudah menuruni pipinya, tepat dari sudut matanya. Membuatnya sesenggukan lirih dan memutuskan melantunkan setiap permohonannya dalam hati. Inilah anugerah baginya, karena Tuhan tak pernah memberikan konsekuensi ketika ia memendam rasa itu dalam diam dan sendirian.
"Yaallah, jika aku tulang rusuk yang keliru untuknya, kumohon kembalikan ia pada orang yang tepat, pada pemiliknya. Bagian yang nanti akan menjadi hidupnya."

***

Sebuah gereja mungil dipinggir kota yang selalu terbuka dua puluh empat jam.
Dalam bangunan itu banyak sekali barisan bangku kayu untuk para jemaatnya. Namun malam itu hanya ada satu bangku yang terisi. Oleh seorang pemuda bercardigan putih yang sedang melengkungkan tulang punggungnya letih. Sesaat ia mengangkat wajah. Menatap sebentar lambang besar yang tertempel dengan ukiran indah tepat ditengah dinding luas gereja itu.
Wajah Rio sedikit mengendur. Kemudian perlahan kedua sikunya menopang diatas meja, kedua tangannya saling menyatu dan menggenggam. Mata sayunya tertutup. Dalam gumaman hati, Rio yakin jika Tuhan kali ini sedang mendengar rapalan doanya. Untuk melafalkan ada sebait rindu yang kini terangkat singgah dari hatinya menuju tubuh mungil seorang gadis yang terus terikut dalam setiap kalimat yang tercetus lirih dari bibirnya.
"Tuhan, jika susunan tak lengkap tubuhku ini ada bersamanya, izinkan aku untuk menggapainya. Mengajaknya untuk meniti cinta ini berdua...", ada setitik air yang jatuh diatas meja kayu dengan polesan mengkilap itu. "Meskipun dengan cara dan jalan kami yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar