Minggu, 31 Juli 2011

Memang Cuma Gue yang Bisa: SpecialPart 5 (RIFY) LAST PART (re-post)

Rio: Cuma Lo yang Bisa Bikin Gue Gila (??)

Pasar Sukowati, Bali

“Kak Riooo, cepetaaan!!” teriak Ify. “Ify! Jangan teriak-teriakan napa!!” keluh Sivia.

“Hehe, maaf, Vi…” kata Ify.

Rio berjalan gontai menyusuri Pasar Sukowati.

“Dasar cewek!” gerutu Rio.

“Namanya juga cewek kalo udah liat barang-barang lucu, pasti mau beli,” kata Alvin.

“Harusnya ini kan liburan kita berdua, Vin. Gak sama mereka…” gumam Rio.

“Ya, mau gimana lagi, Yo?” Gumam Alvin sambil membidik objek dengan kamera SLRnya.

“Seandainya Ify sama Sivia belom dateng pas kita lagi minta izin ke Bali sama nyokap gue…” kata Rio.

_Flashback_

“Ma, boleh kan Rio sama Alvin liburan di Bali, Rio pengen banget liburan disana, bosen kan di Jakarta terus? Lagian Rio udah lama gak ke Bali…” rayu Rio.

“Masa cuma berdua sih? Gak ngajak yang lain?” tanya Mama.

“Cakka kan udah balik ke Yogyakarta, Iel ada urusan keluarga, Tante,” jawab Alvin.

“Ya..ya..Ma? boleh ya?” tanya Rio sambil memasang wajah memelas.

“Baiklah, asal kalian harus hati-hati di Bali, Bali itu lumayan bahaya lho… terus…”

“APAA?? KAK RIO MAU KE BALII??”

Semua menoleh kearah pintu, Ify dan Sivia sudah berada di depan pintu.

“Eh, ada Ify, masuk Fy…” kata Mama Rio.

“Kak Rio kok mau ke Bali gak bilang gue? gue ikuut…” rengek Ify.

“Apaan sih, Fy? Gue maunya liburan sama Alvin!” seru Rio.

“Ooh, jadi sekarang pacar lo bukan gue lagi? Sekarang pacar lo Kak Alvin? Oke!” seru Ify.

“Kampret! Berarti lo ngatain gue maho dong!”

“Bukan gue yang ngomong! Elo yang ngomong!”

“Lah, kenapa jadi pada berantem sih?” keluh Sivia. Alvin mengangkat bahu.

“Pokoknya gue ikut!!” seru Ify.

“Nggak!”

“Ntar lo kecantol sama cewek bule seksi pake bikini! Gue gak mauu!!” teriak Ify.

“Eh, sori otak gue gak semesum itu ya! Percaya dong sama gue! yang gitu si Alvin noh!”

“Asem lu, Yo!”

“Eh, iya gimana kalo Ify sama temennya ikut juga? Lumayan bisa jaga kalian berdua dari godaan,” kata Mama Rio. Rio melotot dan mengibas-ngibas tangannya ke Mamanya.

“Rioo…Mama gak mau kamu terjerumus ke pergaulan bebas,” kata Mama.

“Beneran Tante??” tanya Ify dengan mata yang berbinar-binar. Mama Rio mengangguk.

“Tante yang bayarin kok, kalo kamu nanti di Bali ada perlu apa-apa, bilang aja sama Rio,” kata Mama Rio.

“Mama..” Mama Rio melotot. Rio hanya bisa mengangguk pasrah.

“Horeeee!!!” seru Ify kegirangan. Sivia pun juga ikut senang karena bisa ke Bali bersama Ify dan Kak Alvin.

“Ify, Tante pesen, kamu harus jagain Rio ya, jangan biarin dia masuk ke bar atau apapun tempat yang laknat di Bali ya, pokoknya jagain Rio,” pesan Mama Rio.

“Siip, Tante!”

_Flashbackend_

“Vi, yang ini lucu! Yang ini juga lucu! Ini juga! Aaah binguung!” seru Ify yang sibuk yang sibuk sendiri.

“Iya, Fy. Bagus-bagus banget!” kata Sivia.

“Via, Ify! Senyum dong!” panggil Alvin. Sivia dan Ify pun tersenyum manis saat di foto oleh Alvin. Setelah di foto, Alvin mengacungkan jempolnya kearah mereka.

“Vi, sini deh!” ajak Alvin.

“Kenapa, Kak?” tanya Sivia.

“Liat deh, lukisannya bagus-bagus ya,” kata Alvin.

“Iya bagus banget, lukisan aku kalah jauh sama lukisan para seniman di Bali,” ujar Sivia.

“Kata siapa?”

“Kata aku sendiri,”

“Lukisan kamu gak kalah bagus kok, ngomong-ngomong aku seneng banget pas dapet lukisan yang dulu kamu bikin buat aku (baca Special Part 1),” kata Alvin. Sivia tersenyum.

“Thanks, Kak,” jawab Sivia. Alvin tersenyum dan mengelus-elus rambut hitam Sivia.

Sementara itu, Ify sedang memperhatikan Sivia dan Alvin yang sedang berduaan dan terlihat sangat mesra dan romantis. Sedangkan mereka berdua? Pegangan tangan aja jarang apalagi bersikap mesra, lebaran monyet kali Rio bisa mesra sama Ify. Ify mencoba untuk mengenggam tangan Rio secara pelan-pelan, tapi harapannya kandas karena tiba-tiba tangannya diangkat keatas. Ify pun menggerutu kesal. Rio memandang kearah Ify dengan heran.

“Kenapa lo kayak orang gila gitu?”

“Gak papa,” jawab Ify singkat.

‘Gue kayak orang gila gara-gara lo juga kali,’ batin Ify.

Tiba-tiba Ify memasang muka memelas pada Rio. Membuat Rio semakin risih.

“Lo kenapa sih, Fy?” tanya Rio.

“Pegang tangan gue dong,” kata Ify.

“Hah? Apaan? Lo takut ilang? Lo itu udah gede, Ify…udah kelas 12! Masa takut ilang! Kalo ilang juga, telpon aja!” jawab Rio. Jawaban Rio membuat Ify kesal.

‘Ih, kok Kak Rio malah gak peka gitu sih!!’ batin Ify.

“Kok lu jadi bego gini sih Kak??” tanya Ify blak-blakan.

“Lo ngatain gue bego??” tanya Rio nyolot.

“Udah bego, nyolot lagi!! Maksud gue bukan gara-gara gue takut ilang!!” seru Ify.

“Terus apaan??”

“Gue mau kayak itu!!” Seru Ify sambil menunjuk kearah Alvin dan Sivia yang pegangan tangan.

“Lo mau kayak Alvin sama Sivia?? Lo mau, gue ogah!” jawab Rio singkat dan meninggalkan Ify sendirian.

“Kak Rio jahaaat!!!”

***

“Hueeee!!!”

Sivia hanya bisa menutup kuping saja begitu tangisan Ify meledak. Sivia menyodorkan tissue lagi ke Ify, sudah hampir dua bungkus tissue dihabiskan oleh Ify.

“Kok gue bisa-bisanya sih suka sama cowok jutek, jaim, judes kayak Kak Rio sih??” tanya Ify.

“Ya, gak tahu, yang suka elo, kenapa nanya sama gue?” tanya Sivia balik.

“ Haaah, emang nasib punya cowok kayak dia,” gumam Ify.

“Tapi lo sendiri, seneng kan bisa jadian sama Kak Rio? Udah lebih dari satu tahun lagi, gak putus-putus,” kata Sivia.

“Iya juga ya…” gumam Ify.

“Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah…” Sivia malah mendendangkan sebuah lagu untuk Ify.

“Yaaah, lo malah nyanyi, udah ah! Tidur aja yuk, Vi! Besok kan kita harus berangkat pagi ke Tanjung Benoa!” seru Ify.

“O, iya, yuk tidur!”

Sivia mematikan lampu kamar, dan segera tidur.

***

Keesokkan harinya…

“Ify! Banguun! Kebo banget sih lo!” seru Sivia.

“Ntar dulu, Vi…lima menit lagiii…” Ify menarik selimutnya keatas kepalanya.

“Ify ayodoong! Kak Alvin sama Kak Rio udah nungguin didepan hotel!” kata Sivia.

Dengan terpaksa Ify pun bangun sambil menggaruk-garuk rambutnya.

“Ayo langsung pergi!” ajak Sivia.


“Eh, tunggu dulu!!!”

“Kenapa?”

“Masa gue gak mandi siih!!”

“Ngapain juga mandi? Ntar juga basah-basahan lagi! Gue aja nggak, ayo!” kata Sivia sambil menarik tangan Ify.

“Ntar dulu! Gue mau ganti baju! Masa gue pake piyama ke pantai??

“Eh, iya, hehe…yaudah cepetan!” kata Sivia.

Ify memilih memakai t-shirt warna putih yang dilapisi dengan jaket berlengan pendek warna biru, memakai celana hitam, rambut dikuncir satu, dan memakai sendal.

“Ayo, Vi!”

Mereka berdua meninggalkan kamar dan berjalan menuju depan hotel. Mereka melihat Rio dan Alvin sedang duduk di sofa depan meja resepsionis sambil mengobrol.

“Kak Alvin, maaf lama,” kata Sivia.

“Gak papa kok, ayo jalan,” ajak Alvin sambil menggandeng tangan Sivia.

“Kak Rio, maaf lama,” gumam Ify.

“Lo ngapain aja sih!! Bosen tahu gue nunggunya!” keluh Rio.

‘Sumpah, kisah cinta gue gak kayak Sivia, beda 180 derajat!’ batin Ify.

“Iya, maaf, tapi lo seneng kan bisa ketemu sama gue pagi ini, coba kalo misalnya lo gak bisa ketemu gue lagi gimana? Lo pasti sedih banget, nangis dipojokan tujuh hari tujuh malam!” kata Ify cengengesan.

“Nyeh, gampang! Disini banyak cewek bule, cakep-cakep lagi! Gue gaet bisa kali ya…” kata Rio enteng.

“Ooh, tuh kan bener lo mau nyari bule seksi pake bikini! Awas lo gue bilangin nyokap…hmmmp!!!”

Tiba-tiba mulut Ify dibekap oleh Rio karena membuat gaduh hotel saat itu. Semua pengunjung yang sedang bersantai di tempat yang sama, melihat mereka dengan tatapan anak-muda-jaman-sekarang-senengnya-bikin-gaduh-aja.

“HMPPH!!!” Ronta Ify. Ify pun mengigit tangan Rio.

“Aduh!! Jorok banget sih lo!” kata Rio.

“Yang jorok tuh elo! Tangan lo bau terasi! Najis!” kata Ify.

“Udah ah ayo! Di tinggal sama tuh sama Alvin sama Sivia!” seru Rio.

“Gendong!”

“Nggak!!”

***

Tanjung Benoa

“Ya, ampun! Masih pagi udah penuh aja sih!” seru Sivia.

“Tauk nih, eh naik apaan dulu?” tanya Ify.

“Banana boat aja yuk!” ajak Alvin.

“Ide bagus, Vin!”

Mereka pergi ke tempat banana boat, sebelum naik banana boat, mereka harus memakai rompi keselamatan (??). Setelah itu mereka pun menikmati wahana air tersebut.

“Aaah, gila basah banget!” seru Sivia.

“Yaiyalah, namanya juga nyebur ke aer!” kata Ify.

“Tapi seru banget!!” kata Rio.

“Iya, Yo…haha…”

Setelah bermain cukup lama di pantai, mereka pun duduk di bawah pohon kelapa untuk melepas lelah.

“Yo, Fy…gue beli makanan dulu disitu ya sama Sivia!” kata Alvin.

Sekarang hanya tinggal Rio dan Ify. Ify melihat ada beberapa gadis yang curi-curi pandang sama Rio saat mereka berjalan melewati tempat Rio dan Ify istirahat. Diam-diam, Ify mendengar pembicaraan gadis-gadis itu.

“Ih, ganteng banget!”

“Manis!”

“Siapa ya namanya?”

Darah Ify naik sampai ke ubun-ubun. Dan tiba-tiba berteriak…

“HEH! NGAPAIN LO LIAT COWOK GUEE??” Teriak Ify dengan suara tinggi dan keras. Membuat Rio yang sedang minum tersedak.

“Ih, apaan sih??” keluh salah seorang gadis.

“Udah sana! Pergi! Cari cowok laen!” seru Ify. Gadis-gadis itu pun pergi.

“Lo kenape sih? Kesambet??” tanya Rio.

“Tuh cewek nyari ribut sama gue!”

“Nyari ribut? Kalo mereka nimpuk lo pake sendal ato batu baru namanya nyari ribut!” seru Rio.

“Dia ngeliatin elo, Kak! Gue yakin dia kesemsem sama lo terus mau kenalan sama lo!”

“Terus apa salahnya ngajak kenalan? Kan bisa nambah temen!” jawab Rio.

“Ah tauk akh! BĂȘte gue!” gerutu Ify. Rio hanya tertawa.

“Dari kemaren marah-marah mulu! Geregetan gue sama lo, Alyssa Saufikaa!!” Seru Rio sambil mencubit kedua pipi Ify.

“Aduh! Sakit! Lepasin! Gue gigit lagi lo!!” Ancam Ify.

“Ih, ganas banget!” keluh Rio.

“Eh, kok tadi gue denger ada suara cempreng teriak-teriakan gara-gara ada yang ngeliatin cowoknya ya? Siapa sih? Norak banget deh jadi orang! Baru pertama kali ya ke Bali? Wajarlah kalo cowoknya cakep! Pasti banyak yang ngeliatin!” seru Alvin sewot yang baru datang bersama Sivia. Ify melotot.

“Eum, Vin. Kayaknya lo salah tempat deh ngomongnya,” gumam Rio sambil garuk-garuk kepala.

“Justru gue ngomong gini, supaya tuh cewek sadar, jangan norak-norak amat, disini banyak turis bule, malu tahu sama orang luar negeri!” kata Alvin. Ify
mendelik kearah Alvin.

“Kenapa, Fy? Kelilipan mata lo?” tanya Alvin.

“Gue gak kelilipan sih, tapi kayaknya lo yang bakal kelilipan sama buah kelapa…” gumam Ify.

“He? Maksud lo? Perasaan gue gak enak, nih…” gumam Alvin.

“Permohonan lo dikabulkan. Cewek norak yang lo hujat-hujat tadi udah nyadar dan denger omongan lo,” kata Ify enteng.

“Jangan-jangan…”

“Iya, lo bener, gue cewek norak yang tadi teriak-teriakan gara-gara ada liatin cowok gue, dan gue cewek norak yang gak tahu malu yang baru pertama kali Bali!” seru Ify tanpa napas sekalipun.

“Ma…maap, Fy…gue gak tahu, gue… KABUUR!!” Alvin langsung kabur entah kemana saking takutnya sama Ify.

“Dasar China asem!! Gue sumpahin lo ketimpa pohon kelapa!”

***

Keesokan harinya

Kuta Bali

Karena Alvin dan Sivia sudah kabur duluan kemana tahu (??), Ify dan Rio akhirnya jalan berdua di Kuta. Melihat berbagai kerajinan yang ada di berbagai toko yang ada di sepajang jalan Kuta.

“Fy, istirahat dulu napa…gue capek!” keluh Rio sambil mengusap keringatnya yang bercucuran akibat cuaca yang sangat panas.

“Ahelah, cowok macem apa lo? Jalan gini aja capek!”

“Elo sendiri? Cewek macem apa lo? Jalan muter-muter hampir tiga jam, tetep aja semangat, kagak ada capek-capeknya!” balas Rio.

“Ayo ah! Lembek banget sih lo!”

“Susah yee…kalo liburan bareng cewek!” sindir Rio.

“Ih, nyindir mulu lo bisanya, bilang aja lo mau lama-lamain kan jalannya supaya lo bisa bareng gue lebih lama?? Ngaku lo!” tuduh Ify.

“Kege-eran banget lo jadi cewek!”

“Biarin! Yang penting lo suka sama gue kan??” tanya Ify.

“Whatever!!” seru Rio.

BRUUKKK…

Tiba-tiba ada seseorang yang menabrak Rio secara tidak sengaja.

“Kak, lo gak papa?” tanya Ify.

“Gue gak papa,” jawab Rio.

“Eh, lo hati-hati dong kalo jalan!!” seru Ify nyolot. Gadis itu menoleh kebelakang.

“So? What? Apa urusannya sama lo…” kalimat gadis itu terhenti begitu melihat Ify dan Rio. Matanya langsung berbinar-binar begitu melihat Rio.

“Hei, kamu cowok yang kemarin duduk di bawah pohon kelapa ya?” tanya gadis itu. Rio mengangguk.

Gadis itu perlahan mendekat, dan mencoba mendekati Rio. Tapi Ify langsung berdiri membelakangi Rio, mencegah gadis itu bisa mendekati Rio. Gadis itu manyun. Gadis itu mencoba menyentuh dan mendekati Rio, tapi karena ada Ify yang menjadi ‘tameng’ bagi Rio, gadis itu semakin kesal.

“Iiih, stay away from him!!” seru gadis itu.

“Hei, he is my boyfriend!!” balas Ify.

“So? What??”

“Yeuuh, meni beleguk ieu awewe!” gerutu Ify.

“Ify, jangan kayak anak kecil deh,” Rio menarik badan Ify.

“Hei, kenalin! Aku Dea!” gadis bernama Dea itu mengulurkan tangannya. Rio menyambut uluran tangannya.

“Gue Rio,” kata Rio. Rio tersenyum, tentu saja membuat Dea semakin klepek-klepek.

“Ih, kok lo ganteng banget sih! Jadi pacar gue ya!” seru Dea blak-blakan. Rio terbelalak. Ify melotot, Ify seperti tertimpa beton yang jatuh gedung runtuh, terus kelindes sama truk, kena tsunami, gempa, dan beberapa bencana alam lainnya.

“APAAA???” Teriak Ify.

“Ehm, tunggu, De! Lo bercanda kan??” tanya Rio tidak percaya.

“Hey, sorry! Tidak mungkin seorang Dea Christa Amanda itu bercanda! I’m serious! Ayo kita jalan!!” Dea langsung
menarik tangan Rio dan pergi meninggalkan Ify. Ify mematung.

“Ituu cowook guee!!”

***

Sivia kembali menutup kupingnya akibat tangisan Ify. Satu bungkus tissue habis lagi dalam waktu 10 menit. Sivia hanya menghela napas melihat kelakuan temannya.

“Gue sebel sama Dea gila itu! Seenaknya aja mengklaim Kak Rio itu cowoknya dia! Jelas-jelas dia cowok gue!!” kata Ify sesenggukan.

“Haaah, kasian banget sih lo, perasaan susah banget pacaran sama orang ganteng! Gue aja biasa aja pacaran sama Kak Alvin,” gumam Sivia.

“Soalnya Kak Alvin ada banyak di Mangga Dua, yang jualan hape tuh! Mukanya kan sama semua kayak Kak Alvin!” Sivia langsung melempar bantal kearah muka Ify.

“Siviaaa!! Sakiit!” ringis Ify.

“Daripada Kak Rio, orang paling langka, jenis spesies manusia yang hampir punah!” ledek Sivia.

“Siviaa maaah…”

“Makanya jangan katain Kak Alvin!” seru Sivia sambil melengos.

“Iya, iya…gue harus gimana dong, supaya bisa nyingkirin Dea??” tanya Ify.

“Lo rebut lagi Kak Rio, gampang kan? Udah ah, gue mau makan! Gue laper!” Sivia bangkit dari duduknya dan pergi keluar kamar.

“Ih, Viaa!! Gak setia kawan lo!!!” teriak Ify.

***

Keesokan harinya (lagi)

Kuta Bali

Ify berjalan gontai di belakang Rio dan juga…Dea. Dea dan Rio bagaikan seperti sepasang kekasih, sedangkan Ify? Seperti seorang pembantu (??). Ia malah membawa barang belajaan Dea. Ify terus-terusan melengos dan mendengus kesal. Kenapa Rio tidak membelanya? Malah asyik menikmati jalan-jalan.

“Ipi! Bawain barang belanjaan gue!” suruh Dea.

“Eh, lo kira gue apa?? Pembantu! Bawa sendiri!! Kak Rio! Ikut guee!!” Seru Ify sambil menarik tangan Rio.

“Apaan sih, Fy?” tanya Rio.

“Gue tanya ya, sebenernya pacar lo itu, Dea, gue, ato malah Kak Alvin?? Pokoknya jangan deket sama dia! Dia keliatan gak baik!” tanya Ify. Rio mangap.

“Kenapa jadi Alvin dibawa-bawa? Eh, apa hak lo ngelarang gue deket sama Dea? Gue sama dia cuma temen, dia aja yang nganggep gue lebih!” jawab Rio.

“Dea itu ngarep sama lo! Pokoknya gue gak mau lo deket sama dia! Hak gue? gue itu pacar lo, lagian gue disuruh sama nyokap lo buat ngejagain lo!” seru Ify. Rio melengos.

“Sekarang gue tanya sekali lagi, sebenernya cewek lo itu gue ato Dea? Kenapa lo gak belain gue, pas gue diperlakuin dia kayak pembantu?” tanya Ify. Rio tidak menjawab.

“Jawaaaab!!!” teriak Ify. Rio menghela napas.

“Gak tahu.” Jawab Rio enteng.

“Kenapa lo gak tahu? Berarti selama ini lo nganggep gue apa? Pembantu? Sama kayak anggepan Dea?” tanya Ify.

“Gue gak tahu, karena di depan gue ini bukan Ify yang gue kenal!”

“Maksud lo?”

“Ify yang gue kenal, gak kayak gini, marah-marah, dan ngatur-ngatur hidup gue sesuka lo!” kata Rio.

“Gue lakuin ini semua supaya lo gak terjerumus dalam pergaulan bebas!”

“Gue tahu maksud lo baik, tapi gak gini juga caranya! Gue tahu batasan! Gue tahu mana yang baik buat gue dan mana yang buruk buat gue, gue bukan boneka yang bisa seenaknya diatur oleh pemiliknya, gue manusia!” Rio pun pergi meninggalkan Ify.

“Kak Rio!! Lo tega sama gue!” Rio tetap tak menghiraukan Ify. Ify pun menangis sendirian di jalan.

***

Untuk ketiga kalinya, Sivia menutup kuping setiap hari berturut-turut karena tangisan Ify. Satu bungkus lagi habis oleh Ify.

“Ify, lo gak capek apa nangisin Kak Rio?” keluh Sivia.

“Buat Kak Rio, nangis tujuh hari tujuh malem juga bakal gue lakuin, gue udah sakit hati bangeeet, inii..” kata Ify sesenggukan.

“Cara lo salah, cantiik…lo terlalu mengekang Kak Rio, Kak Rio juga punya kehidupan, dia udah dewasa, Fy. Tau mana yang terbaik buat dia, yang ada kalo lo ngelakuin itu semua dia malah tertekan, dan liat sekarang. Kak Rio marah sama lo,” tutur Sivia.

“Tapi gue takut tiba-tiba Kak Rio gak suka lagi sama gue, dia malah suka sama Dea…” gumam Ify.

“Percaya sama gue, Kak Rio sayang banget sama lo, kalo gak sayang, gak mungkin hubungan lo sampe satu tahun sampai sekarang,” kata Sivia sambil menghapus air mata Ify dengan tissue.

“Yeah, you’re right,” gumam Ify. Sivia memeluk sahabatnya itu.

“Nanti minta maaf sama Kak Rio ya,” kata Sivia. Ify mengangguk

***

Dea dan Rio masih berkeliling di sekitar Kuta. Saat ini Rio hanya memikirkan Ify. Ia merasa bersalah karena sudah membentak Ify. Saat itu, Rio tak bisa mengendalikan amarahnya.

“Rioo, kamu gak dengerin aku ngomong ya?” tanya Dea.

“Ha? Ngomong apaan?”

“Ah, males ngulangnya! Pasti kamu lagi mikirin cewek sedeng itu kan?” tanya Dea.

“Maksud lo Ify?”

“Iya, apa kek namanya. Kok lo betah sih pacaran sama dia? Dia kan kayak orang sedeng, kelakuannya gak bagus, gak kayak cewek biasa, cantik juga nggak. Mending kamu putusin aja Ify, terus jadian sama aku!” seru Dea.

“Eh, omongan lo dijaga ya! Gue tahu dia sedeng, dia gila, atau apapun itu, tapi gue tetep suka sama dia!” kata Rio.

“Kenapa? Aneh kamu bisa suka sama dia!”

“Gue suka Ify, karena dia tampil apa adanya dia sendiri! Gak peduli apa kata orang! Itu nilai plusnya!” seru Rio.

“Haha, nilai plus? Dia itu cewek aneh yang pernah aku kenal, Yo!” seru Dea.

“Yaa…gue tahu dia aneh, tapi setidaknya dia bukan cewek yang suka menjelek-jelekan orang lain,” Rio langsung pergi meninggalkan Dea. Dea menggerutu kesal.

“IIh, siaal!! Gue sebel sama lo, Rioo!!”

***

Ify duduk termenung di depan hotel, menunggu Rio yang sedari tadi belum datang. Udara semakin dingin, dan Ify semakin menarik jaketnya. Kemudian sesosok laki-laki berjalan secara perlahan-lahan mendekati dirinya yang sedang duduk sendirian. Rio.

“Kak Rio…” Ify bangkit dari duduknya dan berhadapan dengan Rio. Rio menunduk. Kemudian ia menarik tangan Ify dan membawanya ke taman.

“Kak Rio…maafin gue, gue salah, gue udah bikin lo marah-marah, gue terima lo marah-marah sama gue, tapi plis jangan benci sama gue, gue bakal hancur kalo lo benci sama gue, gue gak tahu gimana jadinya gue nanti kalo tiba-tiba lo benci sama gue akibat sifat gue yang terlalu posesif, plis Kak Rio…” Kalimat Ify terpotong begitu Rio menutup mulut Ify dengan tangannya.

“Stop! Jangan ngomong lagi, itu malah bikin gue tambah bersalah lagi sama lo, Fy. Harusnya gue yang minta maaf, gue kalap tadi, gue gak bisa nahan amarah gue, maaf gue gak bisa jadi yang terbaik buat lo,” gumam Rio.

“Nggak kok, lo salah. Selama ini lo selalu yang paling terbaik buat gue, tanpa lo gue gak bisa apa-apa,” kata Ify.

Rio langsung memeluk Ify dengan lembut. Ify tersenyum, ia tenggelam di dalam pelukan Rio. Baginya, hanya Rio yang terbaik buat Ify. Ify tak butuh apa-apa lagi asalkan Rio selalu ada untuknya. Tidak tahu apa jadinya jika Rio pergi meninggalkannya.

“Gue sayang banget sama lo, Fy…gue gak bakal sia-siain lo, gue tahu dikit lagi gue bakal pisah sama lo, karena gue di Perancis lo di Indonesia, tapi gue yakin, gue bakal terus ada di hati lo, sampai kapanpun,” gumam Rio.

“Gue juga sayang sama lo, gue gak bakal gantiin lo dengan cowok lain sekalipun dia itu Justin Bieber, gue gak bakal gantiin lo di hati gue,” gumam Ify.

“Nyeh, saat romantis gini masih aja lo bercanda!” keluh Rio.

***

Keesokkan harinya (lagi)

Siang hari…

Ify menyantap makan siangnya di hotel, nanti malam mereka berempat akan pulang ke Jakarta.

“Viaa…malu-maluin aja deh lo, makan banyak banget!!” seru Ify.

“Laper!” Sivia nyengir. Ify hanya geleng kepala.

“Maaf, Anda Nona Alyssa?” tanya seorang pelayan.

“Iya, saya Alyssa, ada apa ya Mbak?” tanya Ify.

“Ini ada surat buat Nona,” pelayan itu menyodorkan sebuah surat untuk Ify.

“Makasih ya, Mbak!”

Ify membuka surat tersebut dan membacanya.

Alyssa, pergilah ke depan hotel…

Ify tersenyum dan melipat suratnya lagi.

“Dari siapa, Fy?” tanya Sivia.

“Ada deh, gue duluan ya, ada urusan!” Ify langsung pergi menuju depan hotel.

“Yah, si Ify malah pergi! Yaudah deh, makanannya buat gue aja!” seru Sivia.

***

Ify celingak-celinguk mencari seseorang yang sedang dicarinya sekarang, tapi hasilnya nihil. Ify pun menghela napas. Tiba-tiba ada yang mencolek bahu Ify.

“Mbak, ini surat buat Mbak,” kata seorang satpam.

“Ouh, makasih Pak,” Ify langsung membaca surat tersebut.

Berjalanlah kearah kanan…

Ify langsung pergi kearah kanan, dan mencari-cari‘orang’ itu. Kemudian seorang anak kecil menghampirinya.

“Kakak cantik…ini buat surat dan gelang cantik buat Kakak,” gadis kecil itu memberikan sebuah surat dan gelang yang cantik berbentuk bunga. Ify tersenyum.

“Makasih sayang…” kata Ify.

Dikit lagi kamu sampai di tempat yang aku maksud, carilah seorang Ibu penjual bunga, kamu akan medapatkan sebuah surat lagi darinya…

Ify mencari-cari orang yang dimaksud, dan ia menemukan ibu-ibu itu sedang duduk disamping bunga-bunga yang dijualnya. Ify pun menghampiri ibu-ibu setengah baya itu.

“Permisi, Bu…saya mencari sebuah surat, apa ibu memegang sebuah surat?” tanya Ify.

“Oh, ini Mbak cantik, dan ini setangkai bunga mawar putih buat gadis cantik secantik Mbak ini,” gumam Ibu itu. Ify mengambil suratnya dan setangkai bunga mawar putih.

“Makasih, Ibu…”

Carilah tanda panah, tanda panah itu akan membawamu ketempat aku berada sekarang, I am still waiting you, Mademoiselle Alyssa…

Ify tersenyum dan langsung berlari dengan semangat mencari tanda panah yang dimaksudkan itu, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, hari semakin gelap. Ia terus mencari tanda panah tersebut. Dan akhirnya ia menemukan satu tanda panah. Beberapa tanda panah pun ia berhasil temukan dan akhirnya sampai juga dia di pantai Kuta. Pantai tersebut terlihat sepi, tapi hanya ada satu orang yang ada disana sambil memandang kearah lautan luas, dan mata Ify tak bisa mengalihkan
pandangan dari sosok yang daritadi ia cari selama beberapa jam. Ify berjalan menuju laki-laki itu. Laki-laki itu berbalik badan dan tersenyum pada Ify.

“Ternyata lo gak nyasar ya, gue takut tiba-tiba lo nyasar,” kata Rio. Ify tertawa.

“Gak bakal lah,”

“Gue mau nunjukkin sesuatu buat lo, ikut gue,” tiba-tiba mata Ify ditutup oleh slayer.

“Yah, kok? Di tutup, gelaaap!!” seru Ify.

“Namanya juga ditutup mata, ya gelap, odong!” keluh Rio.

Rio menuntun Ify ke sebuah tempat, dan kemudian mereka berdua berhenti. Rio membuka slayer yang menutup mata Ify.

“Sekarang buka mata lo perlahan-lahan,” suruh Rio.

Ify membuka matanya secara perlahan, hatinya dibuat takjub begitu melihat keindahan yang ciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Keindahan saat matahari harus tenggelam dan berganti malam, perpaduan warna jingga, dan ungu menghiasi langit yang luas.

“Keren banget, Kak…” kata Ify takjub.

“Gue yakin lo pasti terkagum-kagum liat sunset di sini,” kata Rio.

Rio tiba-tiba menarik tangan Ify dan menggenggamnya dengan lembut.

“Matahari boleh tenggelam karena hari harus berganti malam, tapi rasa cinta gue ke elo gak akan pernah tenggelam begitu aja, rasa cinta gue selalu ada dan selalu bersinar di hati lo, layaknya matahari yang selalu bersinar cerah saat siang hari,” kata Rio.

“Ih, bisa aje lo ngegombal! Belajar darimana lo? Kak Cakka kali ya?” tanya Ify.

“Gue ngarang sendiri tauk!” keluh Rio. Ify tertawa lagi.

“Sumpah demi apapun, cuma lo yang bisa bikin gue gila!” seru Rio.

“Maksud lo bikin lo stress gara-gara kelakuan bodoh gue?” tanya Ify.

“Bukan, cuma lo yang bisa bikin gue gila, gila tentang lo, tergila-gila sama lo, you’re my spirit, Alyssa, without you, maybe I will be a crazy man,” gumam Rio. Muka Ify memerah. Baru kali ini Rio mengaku bahwa Rio tergila-gila padanya.

“Thanks atas pengakuan lo, Kak Mario… I will always love you, forever and always,” gumam Ify.

“I love you too forever and always, Miss Mario…”

“Ahaha, gue jadi malu,” kata Ify cengengesan.

“Ah suasana udah romantis juga, bikin rusuh aja lo!”

“Eciee…Kak Rio bisa romantis juga nih…” Ify dan Rio menoleh kebelakang, Alvin dan Sivia sudah berada di belakang mereka.

“Ah, pada ngerusak momen terindah gue sama Kak Rio aja nih,” keluh Ify.

“Ahahaha, ganggu dikit boleh dong,” goda Alvin.

“Fy, lari yuk! Jauh-jauh dari mereka! Nanti di gangguin lagi!!” ajak Rio. Ify dan Rio langsung kabur dan menjauh dari Alvin dan Sivia. Setelah berhasil menjauh, mereka berdua berjalan di tepi pantai dan bergandengan tangan.

“Kak, sekarang gue percaya kalo lo gak bakal pernah selingkuh di Perancis,” gumam Ify.

“Kenapa? Biasanya lo gak percaya sama gue,”

“Soalnya cuma gue yang bisa dan memang cuma gue yang bisa bikin
seorang Mario Stevano Aditya Haling jatuh cinta,” kata Ify sambil tersenyum. Rio terkekeh.

“Yaah…selain itu, cuma gue yang bisa dan memang cuma gue yang bisa bikin seorang Alyssa Saufika Umari klepek-klepek akibat pesona sang Mario Stevano Aditya Haling,” kata Rio.

Mereka pun tertawa bersama. Ify mengingat masa-masa lalu saat Ify bertemu dengan Rio dibelakang sekolah, jatuh cinta pada pandangan pertama. Saat Ify menembaknya dan ditolak mentah-mentah oleh Rio. Kemudian Ify mengingat kembali perjuangan kerasnya untuk mendapatkan cinta Rio sampai-sampai keinginannya terkabul, yaitu Rio menembaknya di Puncak dengan dibantu teman-temannya. Terus Ify juga mengingat saat mereka berdua bertengkar hebat akibat seorang gadis
yang datang kedalam kisah cinta mereka, yang saat ini telah menjadi kekasih adiknya. Tak lupa ia mengingat, pengalamannya saat liburan ke Perancis hanya untuk bertemu Rio. Dan berakhir di atas Menara Eiffel dengan kalimat “Jet’aime Mademoiselle Alyssa” kata-kata yang paling ia suka.

Ify tak akan pernah melupakan semua kenangan yang manis itu. Memang benar kata orang masa SMA itu adalah masa yang sangat indah. Senang, sedih, bahagia, kebencian, semua tercampur aduk dan terjadi di masa SMA. Semua yang dialami oleh Ify berakhir dengan manis, ia menemukan orang cocok untuk mendampingi hidupnya. Seandainya kamu memiliki rasa cinta untuk seseorang, perjuangankanlah dulu dihatimu, bukan berjuang untuk terus-terusan mencari perhatian supaya dirinya menjadi milikmu, tapi terus-menerus berjuang untuk membuatnya bahagia, karena cinta sejati itu belum tentu bisa memiliki. Seandainya saat ini dia bukan milikmu dan dia belum‘melihatmu’, suatu saat jika Tuhan berkehendak pasti keberuntungan jatuh di tanganmu, dia akan‘melihatmu’ dan menjadi milikmu.

_TAMAT_

Memang Cuma Gue yang Bisa: SpecialPart 4 (DEKE) (re-post)

Deva: Cuma Lo yang Bisa Bikin Gue Jatuh Cinta

“Devaa!! Banguun! Mentang-mentang liburan jangan seenaknya lo bangun siang! Bantuin gue!!” di pagi hari, Ify sudah mulai teriak-teriakan membangunkan adiknya Deva, yang sampai sekarang jam Sembilan pagi, masih berada di dalam selimut.

“Aduuh, Kekee…aku tahu kamu kangen banget sama aku, gara-gara gak ketemu selama liburan, sini sama Oppa…” Deva yang sedang mengigau menarik tangan Ify.

“Deva sedeeng!! Gue bukan Keke! Gue kakak lo! Kak Rioo toloong!!” teriak Ify yang masih mencoba melepaskan tangannya dari Deva.

“Apaan sih ribut-ribut!” keluh Rio yang baru masuk ke kamar Deva.

“Kak Rioo…bantu guee..” rengek Ify.

“Dev, sadaar!! Dia bukan Keke! Dia kakak lo!!” Rio menampar-nampar pipi Deva (??).

“Aduh!” Deva meringis dan membuka matanya, matanya langsung melotot begitu melihat tangannya memegang tangan Ify dan hampir menyerangnya (gak bagus banget bahasanya).

“Heh! Ngapain gue megangin tangan lo, Kak! Elo mau ngapain gue?” seru Deva sambil melepas tangan Ify.

“Adanya juga elo yang mau ngapain gue, gila!” seru Ify.

“Kak Rio emang gue ngapain?” tanya Deva pada Rio.

“Lo mau nyerang kakak lo,” jawab Rio singkat. Deva mangap.

“Ha? Gak mungkin! Najong tralala gue mau nyerang dia!” seru Deva tak terima.

“Yang namanya orang ngigo itu kagak sadar, norak!” seru Ify sambil menoyor kepala Deva. Deva manyun.

“Bantuin gue cuci mobil Papa!!”

“Gue ada janji sama Keke mau ke Mall nemenin dia nyari kado buat Acha jam sepuluh!” tolak Deva.

“Hah? Lo bilang jam sepuluh?” tanya Ify.

“Iya!”

“Liat tuh jam dinding!!” suruh Ify. Deva melihat kearah jam dinding, matanya melotot.

“HA!! JAM SEPULUH LEWAT 15!! MAMPUS GUEE!!” Deva langsung loncat dari tempat tidurnya dan langsung melesat menuju kamar mandi yang ada di kamarnya.

“Woi! Lo berdua keluar!” usir Deva.

“Haaa…pagi-pagi udah ribut…” gumam Rio sambil berjalan menuju pintu.

“Kak Rioo…” panggil Ify. Rio menengok kebelakang.

“Apa lo?”

“Bantuin gue cuci mobil yuuk…sebagai pacar lo harusnya bantuin gue…” kata Ify sambil nyengir.

“Apaan? Ogah! Gue mau pulang kerumah, bonyok udah pulang dari luar kota!” tolak Rio.

“Kak Rio maah, bantuin Ify doong!” rayu Ify.

“Ogah!”

***

Keke mulai merasa suntuk. Sudah 15 menit lewat dari jam janjian, Deva masih belum datang untuk menjemputnya. Keke melengos.

“Kemana sih, Deva…kalo gitu aku pergi sendiri aja…” keluh Keke.

Keke terus melirik jam tangan warna ungunya. Sesekali ia juga menengok kearah luar rumah dari teras. Keke mulai sedikit kesal.

TIIIN…TIIIN…

Keke menengok kearah pagar rumah, mobil Honda Jazz putih yang sangat familiar baginya sudah berada di depan rumahnya. Keke membuka pagar rumahnya, dan memasang muka bĂȘte.

“Ke, maaf aku telat, aku kesiangan!” seru Deva yang baru saja keluar dari mobil.

“Kesiangan?? Basi tau, Dev alasan kamu, pasti kamu selalu telat,” keluh Keke.

“Maaf ya, kamu kan tahu aku susah bangun pagi kalo liburan,” kata Deva.

“Tapi gak gini juga kali, Dev!”

“Yaudah, masalah sepele! Ayo masuk,” suruh Deva sambil membuka pintu mobilnya untuk Keke.

Mobil Deva mulai menyusuri jalanan kota Jakarta. Sesekali Deva melirik Keke yang masih memasang wajah cemberut.

“Ke, jangan cemberut gitu dong, ini kan masalah sepele,” kata Deva.

“Aku gak cemberut kok!”

“Kalo nggak cemberut, kenapa bibir kamu manyun gitu?” tanya Deva.

“E…emang bibir aku kayak gini,” kata Keke ngeles. Alasan Keke membuat Deva terkekeh.

Begitu melihat tawa Deva, muka Keke sedikit memerah, ia merasa senyuman Deva sangat manis. Sejak Keke memutuskan untuk berhenti menyukai Rio, dan mencoba untuk menerima Deva, pikiran dan hati Keke selalu dipenuhi oleh bayang-bayang Deva. Ia merasa bersyukur bisa melupakan rasa sukanya pada Rio karena Deva.

“Kenapa, Ke?” tanya Deva.

“Eum, nggak kok, jangan liat kesini! Liat ke depan! Ntar nabrak pohon!” seru Keke.

“Haha…Keke, Keke…lucu banget sih kamu!” Deva mencubit pipi Keke yang agak tembem.

“Sakiit, Devaa! Ntar aku colok mata kamu!” seru Keke.

“Jangan! Mata belo merupakan daya tarik seorang Anak Agung Ngurah Deva Ekada Saputra!” kata Deva.

“Masih aja narsis, Dev!”

Mereka pun memutuskan untuk mencari kado buat Acha di Grand Indonesia. Mereka berdua masuk dari toko ke toko lain. Tibalah mereka di sebuah butik, dan Keke mengambil sebuah scraff berwarna biru.

“Dev, ini bagus gak buat Acha?” tanya Keke.

“Hm? Bagus,” jawab Deva.

“Apa beli ini aja buat Acha?” tanya Keke.

“Terserah kamu,”

“Loh kok terserah? Aku paling gak suka kalo aku minta pendapat jawabannya ‘terserah’,” keluh Keke.

“Jadi kamu maunya aku kayak gimana, Gabriel Angeline??” tanya Deva.

“Yaaah, pokoknya aku gak mau jawaban terserah!” jawab Keke. Deva mendesah.

“Yaudah, beli itu aja, Acha kayaknya cocok pake itu,” jawa Deva dengan nada paksa.

“Mbak, saya mau beli yang ini!” kata Keke sambil memberikan scraff itu pada seorang penjaga toko.

“Haah…cewek emang susah dimengerti,” gumam Deva.

“Kamu ngomong apaan, Dev?” tanya Keke.

“Ah, nggak, tadi ada alay lewat di depan,” jawab Deva ngeles sambil nyengir.

‘Untung kagak denger…’ batin Deva.

Setelah membeli scraff untuk Acha, mereka pun makan di sebuah restoran sambil melepas lelah karena sudah berkeliling lama di GI. Sambil menunggu pesanan mereka, mereka mengobrol tentang apa saja yang bisa mereka bisa bahas.

“Dev…” panggil Keke.

“Kenapa, Ke?”

“Gimana hubungan Kak Ify sama Kak Rio?” tanya Keke. Deva tertegun.

“Kamu masih suka sama Kak Rio?” tanya Deva balik. Sukses membuat pipi Keke merah merona.

“Bu…bukan kayak gitu, Dev…” jawab Keke gelagapan.

“Aku gak marah kok, kalo kamu masih suka sama Kak Rio, cinta pertama kan emang susah dilupain kan?” gumam Deva.

“Aku bukannya masih suka sama Kak Rio, aku cuma nanya doang kok, sekarang kan aku udah suka sama cowok lain,” gumam Keke sambil menyembunyikan wajahnya yang makin memerah. Deva terdiam.

“Hah? Siapa?? Kok kamu gak bilang?? Aku kan pacar kamu, Ke!” seru Deva.

Keke mengangkat alis, dan langsung tertawa ngakak.

“Kamu kenapa, Ke?” tanya Deva.

“Kamu gak tahu siapa yang aku maksud??” tanya Keke.

“Gak tahu,” jawab Deva polos.

“Deva, Deva…kok kamu jadi cowok polos banget sih, maksud aku cowok yang aku suka itu…kamu, Dev…” kata Keke dengan suara kecil. Kali ini bukan wajah Keke yang memerah, tapi wajah Deva yang memerah. Baru kali ini Keke bisa
membuat wajah Deva berubah menjadi merah. Alhasil Deva jadi salting sendiri.

“Aduh, jadi malu, Ke…” gumam Deva.

“Haha,” Keke hanya tertawa begitu mendengar jawaban Deva.

Kemudian Keke merasa ada seseorang yang sedaritadi memperhatikan mereka
sejak mereka datang sampai saat mereka mengobrol. Keke menengok kebelakang. Seorang gadis cantik berambut panjang memperhatikan mereka berdua.

“Kenapa, Ke?” tanya Deva.

“Ah, nggak kok,” jawab Keke.

Tiba-tiba gadis yang duduk sendirian itu, bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri mereka berdua, Deva dan Keke memandang gadis itu. Gadis itu tersenyum manis kearah Deva.

“Kamu Deva kan?” tanya gadis itu.

Deva mengangkat alis. Ia tak mengenal gadis itu.

“Lo siapa ya? Lo kenal gue?” tanya Deva balik. Gadis itu mendengus.

“Dev, kamu kenal?” tanya Keke. Deva menggeleng.

“Deva, masa kamu lupa sama aku? Aku Iley!” seru gadis yang bernama Iley itu.

“Iley? Iley temen SD gue yang pendek itu?” tanya Deva.

“Oh, meskipun aku enggan dibilang pendek, tapi aku akuin…iya aku Iley yang pendek, temen sebangku kamu,” jawab Iley. Deva langsung bangkit dari tempat duduknya, ia melihat dari atas kebawah penampilan Iley. Deva merasa takjub dengan perubahan drastis Iley.

Iley yang dulunya berbadan kecil dan mungil seperti boneka, sekarang tumbuh menjadi gadis cantik berpostur tubuh proposional layaknya seorang model.

“Gila lo, Ley! Lo jadi cakep banget!” seru Deva.

“Ahaha, hebat kan?Kamu juga tambah ganteng, Dev,”

“Kalo Ray liat, dia bakal pingsan kali! Duduk, Ley!” kata Deva.

“Kenalin ini cewek gue, Ley. Namanya Keke,” kata Deva. Iley mengulurkan tangannya dan tersenyum manis.

“Aku Iley, temen SDnya Deva,” kata Iley.

“A…aku Keke,”

Keke merasa minder. Jika dibandingkan dengan Iley yang cantik, Keke tidak ada apa-apanya. Keke merasa bahwa ia kalah cantik dengan Iley. Pantas saja Deva terlihat sangat antusias dengan Iley. Keke merasa diacuhkan.

“Ley, lo sekolah dimana?” tanya Deva.

“Aku sekolah di Jerman, sekarang kan lagi liburan, yaudah aku pulang ke Indonesia,” jawab Iley.

“Gimana karier lo sebagai pianis?” tanya Deva.

“Hhm, lumayanlah aku sering ngadain resital, atau menjadi opening buat concert, sekarang aku Indonesia selain buat liburan, aku juga bakal jadi bintang tamu di pesta ulang tahun salah satu sekolah di Jakarta, gue lupa nama sekolahnya,”

Keke mulai merasa jengkel, sudah 20 menit Keke diacuhkan, ia merasa seperti obat nyamuk bagi Deva dan Iley.

“O, iya, aku udah dijemput, Dev. Aku duluan ya,” kata Iley.

“Siip, kapan-kapan kita ngobrol lagi, liburan masih panjang Ley!”

“Ke, aku duluan ya,” ujar Iley. Keke tersenyum masam.

Perlahan-lahan sosok Iley mulai hilang dari pandangan mereka.

“Itu temen SD aku Ke, dulu tuh sumpah pendek banget, Ray dulu sering banget ganggu dia, kalo Ray liat Iley yang sekarang, dia bakal nyesel,” kata Deva. Keke hanya diam saja, ia hanya mendengar cerita Deva tentang Iley.

Selama di mobil, Deva hanya bercerita tentang Iley. Iley, Iley,dan Iley tak ada topik pembicaraan lain selain Iley.

“Iley itu dulu…”

“STOP!!”

Deva langsung menutup mulutnya begitu mendengar seruan Keke.

“Kenapa sih daritadi ngomongin Iley terus? Gak ada topik lain apa?” keluh
Keke.

“Maaf, Ke. Yaudah aku gak usah cerita lagi,” gumam Deva yang sekarang lebih berkonsentrasi menyetir.

Sampai di depan rumah Keke, Keke langsung keluar dari mobil Deva tanpa menghiraukan Deva. Deva mengejar Keke dan menarik tangannya.

“Ke, kamu kenapa sih?” tanya Deva.

“Gak papa, aku cuma kesel aja, mending kamu pulang aja,” kata Keke.

“Tapi, Ke..”

“Udah, kamu pulang aja! Aku butuh waktu buat sendiri!” seru Keke.

Keke langsung masuk kedalam rumahnya. Deva hanya berdiri mematung di depan pintu rumah Keke. Deva tak mengerti apa yang terjadi pada Keke. Deva memang kurang peka pada Keke, karena Keke memang jarang menyatakan perasaannya, lebih sering menyembunyikannya dalam hati. Deva mengeluarkan handphonenya dan mulai mengetik pesan singkat.

To: Keke

Besok prom kan?
aku jemput kamu jam 7,

***

Keke langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia merasa sangat lelah hari ini, semua perasaanya mulai campur aduk di dalam hatinya, rasa senang, bahagia bercampur dengan rasa kesal dan cemburu. Yang pertama kalinya ia merasa senang karena bisa menghabiskan waktu bersama laki-laki yang disukainya, kemudian berubah menjadi rasa kesal dan cemburu begitu seorang gadis yang tidak dikenalnya datang dan merebut perhatian Deva darinya. Keke bangun dari tidurnya dan menyetel radio.

Tidak ada siaran yang bagus, menurutnya. Keke mematikan radio itu, dan mencoba untuk tidur supaya ia bisa melupakan kejadian hari ini.

***

Ruang keluarga

“Fy, udah ngajak Kak Rio belom?” tanya Shilla.

“Ngajak kemana?” tanya Ify.

“Ke neraka, puas lo?” tanya Sivia. Ify langsung manyun.

“Ke acara ulang tahun sekolah cantiik, temanya itu prom, jadi harus dateng bareng pasangan, ini acara buat warga sekolah dan alumni,” tutur Shilla.

“Kok gue gak tahu ya?” tanya Ify.

“Lo idup di jaman apaan sih? Kok bisa gak tau?” tanya Sivia.

“Jaman batu!” celetuk Ify.

“Pokoknya lo harus ajak Kak Rio,” kata Shilla.

“Oke,” gumam Ify.

Saat mereka sedang mengobrol, terdengar suara pintu dibuka, mereka menengok kearah pintu. Deva masuk dengan muka kusut dan jalan gontai.

“Dev, kenapa lo?” tanya Ify.

“Nggak papa kok, cuma capek aja,” gumam Deva.

“Yaudah tidur aja sono,” suruh Ify.

Deva pergi kekamarnya yang ada di lantai dua, begitu ia membuka pintu kamarnya, Deva baru sadar bahwa kamarnya belum sempat dirapihkannya tadi pagi. Deva merebahkan badannya di kasur. Deva mengeluarkan handphonenya dan mencoba menelpon Keke.

TUUT…TUUT…

“Halo?”

“Keke?”

“Kenapa, Dev?”

“Maafin aku ya, tadi…daritadi aku ngomong soal Iley terus,” gumam Deva.

“Nggak papa kok, justru aku yang minta maaf, aku kebawa emosi, padahal kamu baru aja ketemu sama temen SD kamu, terang aja kamu antusias banget,”

Begitu Deva mendengar kata-kata itu, bibirnya menyunggingkan senyum. Ia bernapas lega.

“Gak papa, Ke…besok aku jemput kamu jam tujuh ya,” gumam Deva.

“Iya, aku tunggu ya,”

Deva menekan tombol disconnect handphonenya. Senyumannya pun mengembang. Hatinya menjadi lega, begitu ia menelepon Keke.

***

Keesokan harinya

Deva sedang menata rambutnya. Ditata sesuainya style yang cocok baginya, berantakan tapi tetap terlihat keren. Kemudian ia memakai jas warna hitamnya yang akan dipadukan dengan kemeja putih yang dipakainya.

“Dev, lo berangkat jam bera…” kalimat

Ify terhenti begitu melihat penampilan Deva. Ify mangap.

“Kenapa lo, Kak?” tanya Deva.

“Masya Allah! Sumpah lo keren banget, Dev!” seru Ify.

“Ohia…Deva gitu…mana mungkin Deva gak ganteng!”

“Nyeh, belagu lo!” keluh Ify. Deva terkekeh.

“Gantengan mana? Gue apa pacar lo?” tanya Deva.

“Gantengan pacar gue laah!” seru Ify.

“Ah, gue tahu sebenarnya di dalem hati lo, lo pasti ngomong, ‘jelas Deva yang paling ganteng!’ iya kaan?” tuduh Deva.

“Paan sih lo!”

“Haha, gue berangkat ya!” pamit Deva.

“Awas lo mobil gue kegores, gue gantung lo di pohon kelapa!”

***

Mobil Honda Jazz Deva (tepatnya milik Ify) telah berhenti di depan rumah besar yang notabene adalah rumah Keke. Deva keluar dari mobil itu dan menguncinya mobilnya.

“Malam, Pak!” sapa Deva pada satpam rumah Keke.

“Malam, Mas Deva! Pasti mau jemput Mbak Keke ya?” tanya satpam itu.

“Yoi, Pak! Masuk dulu ya!”

“Oke, Mas!”

Deva sudah sampai di depan pintu rumah Keke. Deva pun memencet bel rumah yang ada di sebelah kiri pintu.

TING TONG

Deva membalikkan badan membelakangi pintu untuk merapihkan bajunya juga rambutnya agar tidak terlihat berantakan di mata Keke.

Kemudian terdengar suara pintu di buka. Deva memutar badannya kembali dan melihat siapa yang ada di depannya. Sesosok gadis cantik dengan dress warna putih yang menghiasi tubuhnya yang mungil, dengan rambut di keriting gantung, serta selop warna putih yang lucu. Gadis itu tersenyum manis kearah Deva. Deva pun terpana melihat gadis kecil yang merupakan kekasihnya.

“Maaf, Dev, aku lama bukain pintu buat kamu,” kata Keke.

“Eng, nggak papa kok,” jawab Deva.

“Eh, Deva udah datang,” kata Mama Keke yang tiba-tiba sudah berada di belakang Keke.

“Malam, Tante,” ucap Deva.

“Malam, tolong jaga Keke ya, Dev…”

“Siip, Tante!”

“Ma, aku berangkat ya, Ma…” pamit Keke.

“Iya, Sayang…Kamu cantik banget hari ini,” ujar Mama.

Keke memeluk Mamanya dengan erat.

“Makasih Mama,” ucap Keke. Keke melepaskan pelukannya dan tersenyum manis ke Mamanya, Keke menengok kearah Deva. Deva tersenyum dan telah mengulurkan tangannya. Keke menyambut uluran tangan Deva.

“Hati-hati ya!” ujar Mama.

Mama Keke melihat air muka Keke terlihat sangat bahagia saat Deva menggandeng tangannya dengan lembut dan menuntun gadis itu untuk masuk ke mobil. Baginya, Deva merupakan laki-laki yang cocok untuk bersanding dengan Keke dan menjaga anak semata wayangnya itu.

“Mudah-mudahan hubungan mereka lancar…” gumam Mama Keke sambil tersenyum.

***

Aula SMA Citra Bangsa

“Panitianya hebat ya, Dev! Padahal gedungnya kan udah tua banget, pas mereka dekor, jadi keren kayak gini!” ujar Keke takjub. Deva hanya tersenyum mendengar omongan Keke.

“Woi! Deva!! Sinii!!”

Deva dan Keke menengok kearah belakang, mereka melihat Ray dan Acha sedang melambai-lambaikan tangan pada mereka.

“Keke! Lo cantik banget!” seru Acha.

“Makasih, hehe. Ini buat kamu, Cha! Happy birthday yaa!” ucap Keke.

“Thank you, Keke sayaang!” Acha memeluk sahabat baiknya itu.

“Ray, lo kagak nyiapin hadiah buat pacar lo?” celetuk Deva.

“Tau nih! Daritadi gue kagak dikasih hadiah, dikasih selamet aja juga nggak!” keluh Acha.

“Tenang aja, Acha! Ada tanggal mainnya!” seru Ray.

“Awas ya, kalo kamu gak kasih aku hadiah!” ancam Acha.

“Siip, Nona Cantik!”

Keke dan Deva hanya tertawa melihat tingkah laku pasangan itu. Tiba-tiba Deva mendekatkan diri kepada Keke dan kemudian berbisik di telinganya.

“Ke, mau dansa gak?” tawar Deva.

“Dansa? Aku gak bisa, Dev…” tolak Keke.

“Ayolaah, lagi gatel…” rayu Deva.

“Kalo gatel mah digaruk!” seru Keke.

“Yaaah, bercanda, ayo, Ke…” Deva langsung menarik tangan Keke dan
membawanya ke tengah area dansa. Deva menaruh tangan kiri Keke dibahunya dan menggenggam tangan kanan Keke. Saat itu jantung Keke sangat berdebar-debar, berdegup kencang, karena begitu dekatnya dengan Deva. Hanya berjarak beberapa meter bahkan centimeter.

“Tuh kamu bisa dansa, katanya gak bisa,” keluh Deva.

“Ini karena kamu yang maksa,” jawab Keke.

“Ecieee…prikitiiw! Romatis banget dah!” celetuk Ify yang kebetulan juga sedang berdansa dengan Rio.

“Eh, Kak Ify…Kak Rio…” kata Keke.

“Eh, berisik lo berdua! Gue sumpel mulut lo berdua pake sepatu gue!” ancam Deva.

“Hiiih, cowoknya marah, kesana yuk, Kak!” Ify mengajak Rio untuk menjauh dari Deva dan Keke.

Acara dansa saat itu diiringi oleh sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Taylor Swift, yang juga merupakan lagu kesukaan Keke.

I've never gone with the wind
Just let it flow
Let it take me where it wants to go
Till you open the door
There's so much more
I've never seen it before
I was trying to fly
But I couldn't find wings
Then you came along
And you changed everything

You lift my feet off the ground
Spin me around
You make me crazier, crazier
Feels like I'm falling and I
I'm lost in your eyes
You make me crazier,
Crazier, crazier

Watched from a distance as you
Made life your own
Every sky was your own kind of blue
And I wanted to know
How that would feel
And you made it so real
You showed me something that I
couldn't see
Opened my eyes and you made me
believe

You lift my feet off the ground
Spin me around
You make me crazier, crazier
Feels like I'm falling and I
I'm lost in your eyes
You make me crazier,
Crazier, crazier, oh
Baby, you showed me what living is for
I don't want to hide anymore
You lift my feet off the ground
You spin me around
You make me crazier, crazier
Feels like I'm falling and I
I'm lost in your eyes
You make me crazier,
Crazier, crazier
Crazier, crazier
(Crazier-Taylor Swift)

Setelah berdansa, mereka duduk di dua tempat duduk yang kosong yang kebetulan berada di dekat Ify, Rio, Ray, Acha beserta orang-orang yang mereka kenal.

“Abis ini bintang tamu bakal dateng ya?” tanya Ify.

“Iya, katanya bintang tamunya itu seorang pianis terkenal,” ujar Sivia.

“Kayaknya kalian semua udah gak sabar mau liat bintang tamu malam ini, okelah daripada menunggu terlalu lama, ayo kita sambut…Iley!!”

Deva tertegun melihat sesosok gadis yang sangat dikenalnya itu, gadis yang memakai dress berwarna biru laut, dengan rambut yang tergerai dan dihiasi oleh bando berwarna biru tersenyum dan memberikan salam kepada semua undangan.

“Iley? Jadi maksudnya dia tampil disini?” gumam Deva.

Iley memulai permainan pianonya. Para undangan yang datang terhanyut dalam alunan nada-nada indah yang Iley mainkan. Termasuk Deva, Keke merasa bahwa Deva sedang terpana melihat Iley yang sedang tampil di panggung.

Riuh tepuk tangan meramaikan suasana aula saat ini, mereka semua kagum akan permainan Iley. Tiba-tiba Deva berdiri, dan bersiap-siap untuk pergi.

“Deva! Mau kemana?”

“Eng…aku mau ngomong sebentar sama Iley,” jawab Deva. Deva langsung pergi menyusul Iley ke belakang panggung.

Sudah hampir 15 menit Deva tak kunjung balik ke tempatnya. Keke sudah mulai jengkel, Deva terlalu lama.

“Ke, Deva mana?” tanya Acha.

“Gak tau, Cha. Bilangnya mau ngomong sebentar sama Iley! Tapi sampai sekarang belom dateng!” gerutu Keke.

“Iley jadi cantik banget yaa…” gumam Ray. Acha pun mendelik dan langsung menjewer telinga Ray.

“Ngomong apa tadi ha?” tanya Acha.

“Ahahha…nggak kok, Acha cantik… kuping Bang Ray sakit niih…” ringis Ray.

“Cha, aku cari Deva dulu ya,” kata Keke. Keke mencari ke sekeliling aula, Deva tak kunjung ditemukan, Keke pun pergi keluar aula, tepatnya menuju taman. Langkah Keke terhenti, begitu melihat Deva tertawa bersama Iley di taman. Mereka terlihat sangat dekat. Padahal Keke tahu sendiri, bahwa Iley adalah sahabat lama Deva. Tapi tetap saja dia cemburu. Keke tak pernah melihat Deva sesenang itu.

“Keke?” Deva yang menyadari Keke berada di sana, mencoba untuk mendekati Keke.

“Dev, aku mau pulang,” gumam Keke.

“Oh, ayo pulang, Ley, aku pulang dulu ya,” ujar Deva. Iley mengangguk.

“Hati-hati ya!” seru Iley.

***

Selama diperjalanan Keke tak menanggapi omongan Deva, ia hanya diam saja.

“Ke, kamu kenapa sih?”

“Aku capek,” kata Keke singkat.

Setelah menempuh 20 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di depan rumah Keke.

“Aku capek, mau istirahat, kamu pulang aja,” gumam Keke singkat.

“Hm…yaudah,” ucap Deva.

“Hmm…” Keke langsung berjalan menuju pintu rumahnya dan masuk kerumah tanpa menghiraukan keberadaan Deva.

***

Beberapa hari sejak Keke cemburu pada Deva, rasa cemburunya makin menjadi, rasa kesalnya sudah tak tertahankan. Deva menjadi jarang kerumah Keke, alasannya karena mau ketemu Iley yang notabene adalah ‘sahabat’ Deva. Saat Keke dan Deva sedang bersama, pasti ada saja yang mengganggunya. Misalnya, tiba-tiba Iley telepon karena butuh bantuan Deva, atau SMS yang tidak penting. Keke yakin Iley menyukai Deva.

Saat ini Keke dan Deva sedang berjalan-jalan di pinggir danau. Rasa kesalnya pun berkurang begitu Deva mengajaknya ke danau tempat rahasia mereka berdua, tempat dimana Deva menyatakan perasaannya pada Keke.

“Ke, masih inget dulu aku nembak kamu disini?” tanya Deva.

“Tentu saja, kamu bikin aku takut setengah mati tau gak?” keluh Keke. Deva terkekeh.

TRRRT…TRRRT

Handphone Deva berbunyi, ada telepon masuk ke handphonenya. Keke melengos.

“Dari siapa?” tanya Keke sinis.

“Eum, dari Iley, gue terima telponnya dulu ya,” Deva pergi menjauh dari Keke. Keke menahan rasa amarahnya. Ia berusaha untuk tetap sabar dan positive thinking.

“Ke, maaf…” gumam Deva.

“Maaf? Buat?”

“Aku harus ke rumah saudaranya Iley, aku harus…”

Tanpa pikir panjang, Keke langsung merebut handphone Deva dan menghapus kontak Iley dari handphone Deva.

“Keke!! Kamu apa-apaan sih!?”

“Aku tanya sama kamu, sebenernya cewek kamu itu aku ato Iley sih!!” seru Keke.

“Ke, Iley itu cuma minta temenin! Di sendirian di rumah saudaranya! Masa kamu tega sama dia?”

“Minta temenin?? Gak ada orang lain apa selain kamu! Emang dia gak nyadar apa kalo kamu punya cewek!”

“Ke, aku minta kamu jangan egois, dia itu sahabat aku, gak lebih!”

“Sahabat? Iya sahabat, tapi nanti bakal berujung cinta!”

“Jaga omongan kamu, Ke!!” Deva mulai emosi.

“Kamu tahu, selama ini aku selalu tahan rasa kesal aku, aku benci saat denger nama‘Iley’! kamu gak tahu kan kalo aku cemburu pas aku ngeliat kamu berduaan sama Iley di prom! Aku kesel sama kamu, Dev! Lebih baik kamu pilih aja Iley daripada aku, lagian aku pikir Iley suka sama kamu, dan kayaknya Iley lebih butuh kamu!” seru Keke.

“Maksud kamu?”

“Aku minta putus,” kata Keke singkat.

Otomatis kata ‘putus’ membuat Deva mematung.

Keke berlari meninggalkan Deva, air mata sudah membasahi wajah putihnya. Sementara itu Deva, terlihat sangat hancur, ia pun mengacak-acak rambutnya. Gadis yang sangat ia sayang meminta putus darinya. Deva tak menyangka bahwa bisa terjadi seperti ini.

***

Tangisan Keke belum juga berhenti, pikirannya masih terbayang akan sosok Deva. Keke bangun dari posisi tidurnya dan menghapus air matanya. Ia menyetel radio yang berada di atas meja belajar. Hanya lagu dari Demi Lovato dan Joe Jonas yang menarik baginya saat ini.

It's like, he doesn't hear a word I say
His mind is somewhere far away
And I don't know how to get there
It's like all he wants is to chill out
(She's serious)
He makes me wanna pull all my hair
out
(She's always in a rush and interrupted)
Like he doesn't even care
(Like she doesn't even care)
You, me
We're face to face
But we don't see eye to eye
Like fire and rain (Like fire and rain)
You can drive me insane (You can drive
me insane)
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
You're the harmony to every song I sing
And I wouldn't change a thing
She's always trying to save the day
Just wanna let my music play
She's all or nothing
But my feeling's never change
Why does he try to read my mind?
(I try to read her mind)
It's not good to psychoanalyze
(She tries to pick a fight to get attention)
That's what all of my friends say
(That's what all of my friends say)
You, me
We're face to face
But we don't see eye to eye
Like fire and rain (Like fire and rain)
You can drive me insane (You can drive
me insane)
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
but you're the harmony to every song I
sing
And I wouldn't change a thing
When I'm yes, she's no
When I hold on, he just lets go
We're perfectly imperfect
But I wouldn't change a thing, no
Like fire and rain (Like fire and rain)
You can drive me insane (You can drive
me insane)
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
but you're the harmony to every song I
sing
And I wouldn't change a thing
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
but you're the harmony to every song I
sing
And I wouldn't change a
Wouldn't change a thing
(Wouldn’t Change a Thing-Demi Lovato
feat Joe Jonas)

***

Sudah beberapa minggu ini, Keke tak pernah mau bertemu Deva. Apalagi saat ini sudah mulai masuk sekolah, aktivitas kembali berjalan. Dan mau tak mau Keke akan ketemu Deva di sekolah, meskipun sekarang sudah tak sekelas lagi.

Hari ini Deva tidak masuk sekolah sehingga, membuat Keke bernapas lega karena tidak akan bertatap mata dengan Deva.

“Ke, kenapa lo putus sama Deva?” tanya Acha.

“Dia lebih milih Iley, daripada aku,” gumam Keke.

“Lo salah, Ke! Deva itu sayang banget sama lo, Iley itu cuma sebagai sahabat, gak mungkin dengan mudah Deva langsung suka sama Iley!” seru Ray.

“Kamu bisa ngebela Deva, soalnya kamu itu sahabatnya Deva, kan?”

“Terserah apa kata lo, Ke. Tapi lo harus percaya sama gue, Deva hanya sayang sama lo,”

***

Keke berjalan menuju gerbang sekolah. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Gadis yang tak mau ia lihat ternyata sudah berdiri di depan gerbang sekolah. Keke melengos dan mencoba untuk tidak menghiraukan gadis itu. Keke berjalan melewati Iley yang sudah menunggunya sedari tadi.

“Keke! Tunggu!” seru Iley. Keke tetap mengacuhkannya.

“Ke, plis dengerin aku! Aku mau ngomong sama kamu!” kata Iley. Keke membalikkan badannya.

“Mau ngomong apa?”

“Ikut aku,” gumam Iley.

***

Iley mengajak Keke pergi ke sebuah restoran agar mereka bisa mengobrol berdua.

“Ke, maafin aku, gara-gara aku, kamu sama Deva jadi putus,” gumam Iley.

“Emang dasarnya kita udah gak cocok lagi,” jawab Keke singkat.

“Aku mau minta tolong sama kamu,”

“Apa?”

“Aku pengen kamu terima Deva lagi, sejak Deva putus sama kamu, Deva bukan jadi Deva yang aku kenal lagi, dia hancur, Ke. Dia lemah tanpa kamu…” kata Iley. Keke terdiam.

“Aku rasa kamu salah, Ley. Dia lebih milih kamu daripada aku, dia lebih milih buat nemenin kamu,”

“Itu karena aku yang maksa, dia lebih milih kamu, Ke…sebenarnya dia gak mau nemenin aku, karena dia mau nemenin kamu, tapi saat itu aku egois, aku memaksa dia supaya dia tetap nemenin aku, aku lakuin itu semua karena aku suka sama Deva…”

Begitu mendengarnya, matanya memerah, ia merasa bersalah pada Deva. Ya, Keke sadar bahwa ia sudah bersikap egois, lebih memilih untuk menjaga perasaannya sendiri, tak menghiraukan perasaan Deva.

“Saat Deva dateng kerumah, aku lihat muka Deva kusut, matanya sayu, saat dirumah, dia menceritakan apa yang baru saja yang terjadi, aku kasian sama dia, jujur aku saat itu ngerasa bersalah, gara-gara aku hubungan kalian hancur, jadi aku pengen kamu nerima Deva lagi, aku gak mau ngeliat orang yang paling aku sayang terlihat hancur berkeping-keping, aku ingin liat dia bahagia, Ke…asalkan dia bahagia, aku juga bakal bahagia,” tutur Iley yang tak bisa menahan tangisannya.

Air mata jatuh di pipi Keke. Ingin sekali Keke langsung pergi kerumah Deva, dan minta maaf padanya

.“Maafin aku, Ley…” gumam Keke lirih.

“Harusnya aku yang minta maaf, Ke… sekarang kita kerumah Deva, ada yang harus kita selesaikan,” ajak Iley.

***

Deva memetik gitar dengan asal-asalan, hari ini ia tak masuk sekolah karena ia tak sanggup melihat Keke.

KRIIIEET…

Deva mendengar suara pintu pagar dibuka. Deva pun keluar dan melihat siapa yang datang.

“Iley?”

“Hai…Dev…” sapa Iley dengan senyuman masam. Deva dan Iley duduk di teras rumah.

“Dev, ada yang mau aku omongin sama kamu,”

“Apa?”

“Aku suka sama kamu, Dev…” Deva tak bisa menjawab.

“Maaf, gue gak bisa terima lo, Ley…hati gue cuma buat Keke, gue gak pernah jatuh cinta ke cewek selain Keke, cuma Keke yang bisa bikin gue jatuh cinta, ngerasain indahnya cinta, dan ngerasain sakit hati saat kehilangannya,” tutur Deva. Iley tersenyum.

“Iya, aku tahu kok, justru karena itu aku mau ngasih tau sesuatu, selain nyatain perasaan aku ke kamu,” kata Iley. Iley berjalan keluar dan membawa seseorang. Deva tertegun. Iley
membawa Keke ke hadapan Deva. Deva bangkit dari duduknya dan berjalan menuju mereka berdua. Keke dan Deva saling berhadapan satu sama lain. Iley berusaha untuk kembali tersenyum,
Iley menarik tangan mereka berdua dan menyatukannya.

“Aku pengen kalian balik lagi, Keke pantas buat Deva, dan Deva pantas buat Keke, aku rela ngelakuin apa aja, asalkan orang yang aku sayangi bisa bahagia dengan gadis yang sudah dipilihnya,” tutur Iley.

“Iley…” Keke menangis dan memeluk Iley. Iley membalas pelukan Keke dengan lembut.

“Tolong jangan sakitin Deva lagi ya, Deva yang terbaik buat kamu, kamu harus janji sama aku,” kata Iley.

“Dev, tolong jaga Keke. Kamu beruntung cinta kamu tak bertepuk sebelah tangan, jaga perasaan Keke, jangan sampai kalian putus lagi, sekarang aku pengen liat kalian berdua balikan,”ujar Iley.

Deva menggenggam tangan Keke dengan lembut.

“Ke, kamu mau kan jadi pacar aku lagi? Aku hancur tanpa kamu, Ke…kamu satu-satunya gadis yang bisa bikin aku ngerasain indahnya jatuh cinta, aku gak mau kehilangan kamu lagi, aku sayang sama kamu, Ke…” gumam Deva.

“Aku juga sayang sama kamu, Dev… maafin aku ya…”

Iley tersenyum dan bernapas lega.

“Tugas aku selesai hari ini saatnya aku balik ke Jerman, kalian baik-baik ya… awas aku gak mau denger kalian putus lagi!” seru Iley.

“Haha, iyaa…” kata Deva.

“Aku pamit ya!” Iley masuk kedalam mobilnya.

“Hati-hati, Ley!” seru Keke.

Perlahan mobil Iley terlihat semakin kecil dan menghilang. Saat ini hanya tinggal mereka berdua. Tiba-tiba Deva mengecup kening Keke. Sukses membuat pipi Keke bersemu merah.

“Deva apaan sih!?” keluh Keke.

“Aku sayang sama kamu, Ke…”

“Aku juga sayang sama kamu, Dev…”

Denganmu
Sepiku kan berganti
Berganti keindahan
Yang belum pernah kurasa

Gemuruh
Gelora di jiwaku
Taklukkan keraguan
Dan ketakutan hatiku

Selamat datang cinta
Dihatiku
Kusambut hadirmu
Berikan aku cinta rahasia kehidupan

Tanpa engkau cinta
Aku buta
Kau cahaya hati
Cinta tak pernah salah dalam memilih
(Selamat Datang Cinta-Gita Gutawa)

***

Memang Cuma Gue yang Bisa: SpecialPart 3 (SHIEL) (re-post)

Shilla: Cuma Lo Yang Bisa Memberikan Sebuah Hadiah Terindah

Bandara Soekarno-Hatta

Ify harap-harap cemas menunggu kedatangan Rio dari Perancis untuk berlibur ke Indonesia. Ify tidak sendiri, Ify juga ditemani oleh Alvin, Sivia, dan Shilla. Cakka dan Agni masih di Yogyakarta, mereka baru datang besok, sedangkan Gabriel banyak tugas yang menumpuk dari dosennya.

“Vi, muka gue celemotan gak?” tanya Ify.

“Ya, ampun Ify. Lo itu udah cantik banget! Kak Rio langsung klepek-klepek deh liat lo,” jawab Sivia.

“Iya, Fy. Tenang aja,” kata Shilla.

“Eh, itu Rio bukan sih?” tanya Alvin sambil menunjuk kearah seseorang dari kejauhan.

Seseorang yang berperawakan tinggi. Rambut ditata acak-acakan, berkulit hitam, dan sedang berjalan kearah mereka berempat. Laki-laki itu menyungginkan senyum manis dan melambaikan tangan kearah mereka.

“ALVIN!!!” Teriaknya.

“Woi! Rio!” balas Alvin.

Mereka langsung berpelukan dengan gaya cowok.

“Kak Rio makin tinggi aja lo!” kata Sivia.

“Elo, Vi! Makin kuntet aja lo!” balas Rio.

“Tambah nyebelin aja lo!” celetuk Shilla.

“Tambah jutek aja lo, Shil!” balas Rio.

“Ehm, yang lagi duduk dengan wajah mupeng itu gak disapa Yo?” tanya Alvin sambil melirik Ify. Rio melirik Ify.

“KAK RIOOO!!!!” Teriak Ify sambil berlari kearah Rio.

“Baek-baek lo, Fy!” seru Rio sambil melepas pelukan Ify yang terlalu kencang.

“Huwaaa!! Kangen banget gue!! Udah tiga kali puasa tiga kali lebaran lo gak pulang!” seru Ify lebay.

“Lo kira gua Bang Toyib??” keluh Rio.

“Biasa deh, dasar pasangan Riweuh!” ledek Sivia. Alvin tertawa sambil merangkul Sivia.

“Yo, lo bakal tinggal dimana selama liburan?” tanya Alvin.

“Dirumah gueee!!” teriak Ify kegirangan. Alvin, Sivia, dan Shilla melotot.

“Beneran, Yo?” tanya Alvin.

“Iya, kata nyokap gue, gue disuruh tinggal dirumah Ify, nyokapnya Ify juga nerima gue dengan senang hati,” tutur Rio.

“Ify awas lo, diapa-apain sama Kak Rio!” kata Sivia.

“Nyeh, adanya juga gue yang diapa-apain sama dia!” kata Rio.

“Kak Rio jahat ih!” gerutu Ify.

“Bercanda mademoiselle Alyssaaa!!” kata Rio sambil mengacak-acak rambut Ify.

“Ya, ampun udah lama gue gak dipanggil pake Mademoiselle Alyssa! Kangen gue!” kata Ify.

“Ehm, panggilan sayang nih yee!” celetuk Alvin.

“Panggilan sayang ke dia bukan itu, itu hanya paksaan, panggilan sayangnya itu kodok!” seru Rio.

“Kak Rio jahaat!!” teriak Ify sambil kejar-kejaran.

“Dasar mereka berdua gak berubah,” kata Sivia.

“Vi, ayo susul mereka,” kata Alvin.

“Oke, Shil ayo!” ajak Sivia. Shilla hanya tersenyum masam.

Shilla merasa envy terhadap kedua pasangan itu. Rio-Ify dan Alvin-Sivia. Seandainya Gabriel ada disampingnya, main kejar-kejaran seperti Rio dan Ify, atau berjalan berdua sambil bergandengan tangan seperti Alvin dan Sivia. Shilla mendesah pelan. Ia harus mengerti keadaan Gabriel sekarang. Jadwal Gabriel terlalu padat, ada penelitianlah, ada tugaslah. Sampai-sampai Shilla merasa, Gabriel melupakan dirinya dan lebih memilih tugas. Shilla terus melirik kearah BBnya yang dipegang di tangan kirinya. Shilla kembali mendesah. Tak ada SMS.

"Shilla?? Ayo!” kata Sivia.

Shilla mengangguk dan berlari menyusul mereka.

***

Besoknya, Cakka dan Agni sampai di Jakarta dan langsung pergi kerumah Ify. Mereka berkumpul di sana.

“Asiik, makin ganteng aja lo, Cak!” puji Rio.

“Emang daridulu gue cakep, Yo! Gak nyadar sih lo!”

“Salah ngomong kayaknya gue!” keluh Rio.

“Eh, Gabriel mana, Shil? Kok belom dateng?” tanya Agni.

“Gak tau, Kak. Katanya sih telat, aku telpon dulu ya,” Shilla beranjak dari duduknya dan pergi kebelakang untuk menelepon Gabriel. Shilla menekan speed dial nomor dua, dan langsung menaruh BBnya di samping telinganya.

TUUUT…TUUT…

“Halo?” senyuman Shilla langsung mengembang.

“Halo? Kak Iel?”

“Kenapa, Shil?”

“Kak Iel lagi dimana?? Anak-anak udah pada kumpul dirumah Ify,”

“Aku masih dijalan, maaf ya aku telat, banyak tugas,”

‘Lagi-lagi tugas,’ batin Shilla.

“Gak papa, Kak. Lagian mereka juga mau lama-lama disini, kita masih nungguin kok,” jawab Shilla.

“Siip, dikit lagi aku nyampe kok,”

“Oke,” Shilla menekan tombol disconnected dan menaruh BBnya di saku celana.

“Gimana, Shil?” tanya Ify.

“Udah dijalan kok, dikit lagi sampe,” jawab Shilla.

“Gue punya ide nih, gimana kalo kita naik gunung, jarang-jarang kan kita lintas alam kayak gitu, daripada jalan-jalan ke Mall terus,” usul Alvin.

“Ide bagus tuh, kita juga bisa sekalian camping disana!” kata Rio mengangguk mantap.

“Gue setuju!” kata Ify.

“Gue juga!” kata Sivia.

“Setuju! Yang gak setuju gue tinju satu-satu!” kata Cakka.

“Kalo gue yang bilang gak setuju? Lo mau ninju gue, Cak?” tanya Agni. Cakka hanya nyengir.

“Kalo lo yang ngomong nggak deh, ntar gue dibales,” kata Cakka.

“Ih, pilih kasih!” sindir Ify.

“Apaan sih lo, Fy? Envy?? Rio mau dikemanain?” tanya Cakka.

“Ih, males! Ngapain juga gue envy sama lo!” kata Ify.

“Eh, maaf gue telat!!” Gabriel berdiri di depan pintu rumah Ify sambil mengatur napasnya yang ngos-ngosan.

“Yeuuh, ngapain dulu lo? Jualan?” tanya Cakka.

“Gue banyak tugas,” kata Gabriel sambil duduk disamping Shilla.

“Yel, kita punya rencana, kita liburan mau naik gunung, terus camping, kan seru tuh, daripada jalan-jalan ke Mall terus, mau gak, Yel?” tanya Rio.

“Kapan?”

“Rencananya Jum’at minggu depan,” kata Alvin.

“Jum’at minggu depan? Yah, gue gak bisa ikut, sori deh, gue ada tugas,” kata Gabriel.

“Yah, elo gimana sih, Yel? Mumpung Rio, Cakka, sama Agni bisa ngumpul sama kita,lagian kan kita lagi liburan,” rayu Alvin.

“Tapi mau gimana lagi, gue liburan malah banyak tugas,” kata Gabriel. Ify melihat Shilla mendesah dan memasang wajah kecewa. Ify mendekat kearah Rio dan membisikkan sesuatu.

“Kak, bujuk Kak Iel, sekali lagi, liat tuh Shilla udah kecewa banget sama Kak Iel,” bisik Ify. Rio melirik kearah Shilla.

“Yah, gue usahain,” kata Rio.

“Yel, gue mau ngomong sama lo, tapi di lantai atas ya,” kata Rio.

“Aw, Rio maho!” ledek Cakka.

“Asem lu, Cak!” kata Rio.

“Ih, Kak Cakka!! Kak Rio bukan maho!!!” seru Ify.

“Ehehe, pis Fy!” kata Cakka.

***

“Mau ngomong apa, Yo?” tanya Gabriel.

“Plis, lo ikut naik gunung, Yel,” kata Rio.

“Kan udah gue bilang, gue banyak tugas,” kata Gabriel.

“Lo gak liat tadi tampang Shilla begitu lo ngomong kayak gitu?” tanya Rio. Gabriel terdiam.

“Shilla kecewa banget sama lo, Yel. Lo gak pernah punya waktu sama dia, lo ngerti kan perasaan cewek? Cewek kalo ditinggal sama cowoknya ato cowoknya gak punya waktu buat dia, si cewek pasti kecewa,” kata Rio. Gabriel menunduk.

“Berarti selama ini, gue udah bikin Shilla kecewa?” tanya Gabriel. Rio mengangguk.

“Jadi, gue mohon sama lo, lo ikut,” kata Rio.

“Iya, gue ikut,” jawab Gabriel. Rio tersenyum.

“Itu namanya sohib gue,” kata Rio sambil menepuk-nepuk bahu Gabriel. Gabriel hanya tersenyum.

***

"Nah itu dia Rio sama Iel, ngapain tuh di atas??” celetuk Cakka. Ify langsung melotot kearah Cakka sehingga membuat Cakka gemeteran.

“Ehm, temen-temen, gue berubah pikiran, gue jadi ikut,” kata Gabriel.

“Beneran, Yel? Oke berarti jadi ya!” kata Alvin antusias.

***

Halaman belakang

“Kak, aku seneng banget Kakak ikutan," kata Shilla dengan wajah berseri-seri.

“Maaf, ya, tadinya aku gak mau ikut,” kata Gabriel.

“Gak papa, Kak,” Shilla tersenyum.

“Eum, Kak…” panggil Shilla.

“Apa?”

“Kakak inget, malam Minggu, minggu depan hari apa?”

“Sabtu?”

“Aduuh, Kakak…itu tepat satu tahun kita jadian, pas kan kita ngerayain di tengah alam,” kata Shilla.

‘Kok gue bego sih, bisa gak inget,’ batin Gabriel.

“O, iya…hehe…em, aku mau minta maaf sekali lagi Shil,” gumam Gabriel.

“Buat?”

“Yaaa, soalnya aku selama ini gak punya waktu buat kamu, aku lebih mentingin tugas daripada kamu,” kata Gabriel. Shilla tersenyum.

“Gak papa, Kak. Aku ngerti kok keadaan Kakak yang sekarang, Kakak banyak tugas, setidaknya aku gak boleh egois,” kata Shilla. Gabriel tersenyum dan mengelus rambut Shilla.

“Makasih ya, Shil,”

“Sama-sama, Kak,”

***

“Kita naik gunung apaan nih?” tanya Ify.

“Gunung Merapi!”

“Ih, apaan? Ogah!” tolak Ify.

“Ya, nggaklah! Lo mau cari mati disitu?” tanya Rio.

“Aaah, Kak Rio mah godain gue terus nih kerjaannya saking kangen sama gue, hehee…” kata Ify. Rio memutar bola matanya.

“Kita naik Gunung Gede aja, Fy. Lagipula banyak objek wisata juga disana,” kata Alvin.

“Oke, ide yang bagus!” kata Sivia.

***

Jum’at pagi

“Udah siap semua?” tanya Alvin.

“SIAP!!” Semua menjawab secara bersamaan.

“Oke ayo berangkat ke Cipanas!” Mereka naik mobil Alvin untuk sampai ke Cipanas, gerbang untuk menuju Gunung Gede ada di Cipanas.

Cipanas

Alvin memarkirkan mobilnya tak jauh dari gerbang masuk Taman Nasional Gede Pangrango (bener gak sih ada di Cipanas ?)

“Sebelum, naik gunung, ayo berdoa dulu,” suruh Rio.

Mereka berdoa dengan khusyuk, setelah itu mereka pun memulai perjalanan panjang untuk mendaki gunung yang terkenal itu.

“Waw, alamnya indah banget! Sejuk lagi!” seru Sivia sambil menarik napas panjang.

“Gak salah kan, gue ngajak kesini?” tanya Alvin ke Sivia.

“Hehe, gak salah,” jawab Sivia.

“Kak Rioo…capek!!” seru Ify.

“Terus?”

“Gendong!!”

“Ogah!! Badan lo kayak karung beras!!” seru Rio.

“Kak Rio jahaaat!!”

Sementara itu Agni-Cakka

“Huoo…huoo…” dendang Cakka sambil memetik gitar kesayangannya.

“Cakkaaaa!! Berisiik!!” seru Agni.

“Ahelah, suara emas gini, lo bilang berisik!” keluh Cakka.

“Lo nyanyi lagi, gue kasih lakban mulut lo!” ancam Agni.

“Hehe, nggak deh,” kata Cakka.

“Mereka itu berisik banget sih,” keluh Gabriel.

“Haha, iya nih, menganggu keindahan alam aja,” kata Shilla sambil membenarkan topinya.

“Kamu capek, Shil?” tanya Gabriel.

“Enggak sih, emang kenapa?”

“Kalo capek, aku gendong kamu,” kata Gabriel. Wajah Shilla memerah.

“Ah, berat-beratin Kakak aja deh,” kata Shilla.

“Kalo capek, bilang aja ya,” Kata Gabriel. Shilla mengangguk.

Hari sudah semakin sore, mereka pun mencari tempat untuk berkemah, kemudian Ify berteriak.

“Woi! Semuanya! Gue dapet tempat yang cocok buat kemah!!” teriak Ify.

Mereka berdecak kagum dengan tempat yang ditemui oleh Ify. Sebuah sabana.

“Keren banget tempatnya!” seru Rio.

“Amazing!” kata Cakka.

“Kita bagi tugas, Gabriel, Shilla, Agni, sama Cakka cari kayu bakar buat api unggun. Gue sama Rio bikin tenda, Via sama Ify siapin peralatan buat masak,” perintah Alvin.

“Siip!”

Mereka pun memulai tugasnya. Cakka-Agni berpisah jalan dengan Gabriel-Shilla. Shilla dan Gabriel mencari kayu bakar di tengah hutan yang tak berada jauh dari sabana tempat mereka berkemah. Shilla mendengar suara berisik seperti burung-burung terbang, Shilla mendongak ke atas. Ia terkagum-kagum melihat keindahan yang ada. Shilla melihat berbagai spesies burung berterbangan di angkasa meramaikan keindahan langit pada sore hari.

“Kak Iel!!” panggil Shilla.

“Apaan, Shil?”

“Liat keatas…”

Gabriel mendongak keatas, tak beda dengan Shilla. Gabriel terkagum-kagum melihatnya.

“Keren,” gumam Gabriel.

“Banget,” tambah Shilla.

“Udah yuk, Shil. Pasti mereka nyariin kita,” ajak Gabriel.

“Ayo!”

‘Shilla tunggu malam Minggu nanti, gue mau kasih hadiah ke elo, I hope you like it,” batin Gabriel.

***

Malam hari

“Cakka jangan nyanyii!!” seru Agni.

“Kenapa siih, Ag??”

“Suara lo gak bagus!”

“Sini! Mending gue aja! Rio merebut gitar Cakka.

Well you done done me and you bet I
felt it
I tried to be chill but you’re so hot that
I melted
I fell right through the cracks
and now I’m trying to get back

Before the cool done run out
I’ll be giving it my bestest
Nothing’s going to stop me but divine
intervention
I reckon its again my turn to win some
or learn some
I won’t hesitate no more, no more
It cannot wait, I’m yours

Well open up your mind and see like me
Open up your plans and damn you’re
free
Look into your heart and you’ll find love
love love
Listen to the music of the moment
maybe sing with me
Ah, la peaceful melodys
It’s your God-forsaken right to be loved
love loved love love

So I won’t hesitate no more, no more
It cannot wait I’m sure
There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours

I’ve been spending way too long
checking my tongue in the mirror
And bending over backwards just to
try to see it clearer
But my breath fogged up the glass
And so I drew a new face and laughed
I guess what I’m saying is there ain’t no
better reason
To rid yourself of vanity and just go
with the seasons
It’s what we aim to do
Our name is our virtue

I won’t hesitate no more, no more
It cannot wait I’m sure
There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours

Well no no, well open up your mind and
see like me
Open up your plans and damn you’re
free
Look into your heart and you’ll find love
love love love

Listen to the music of the moment come
and dance with me
ah, la one big family (2nd time: ah, la
happy family)
It’s your God-forsaken right to be loved
love love love

I won’t hesitate no more
Oh no more no more no more
It’s your God-forsaken right to be loved,
I’m sure
Theres no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours

No I won’t hesitate no more, no more
This cannot wait I’m sure
There’s no need to complicate
Our time is short
This is our fate, I’m yours, I’m yours
(I'm Yours-Jason Mraz)

“Mantep suara lo, Yo!” kata Alvin.

“Emang kayak Cakka??” celetuk Gabriel.

“Kurang asem lo, Yel!” gerutu Cakka.

“Pasti lagunya buat guee??” tanya Ify sambil mesem-mesem sendiri.

“Nyeh, harus gue akuin dengan sangat amat terpaksa…yah, itu buat lo,” kata Rio.

“Ciyeee…Ify…makin romantis aja Kak Rio,” goda Shilla.

“Cie, cie, cie…” goda Sivia.

“Asiik daah!” kata Agni.

“Udah, sekarang tidur, besok jalan-jalan bebas!” kata Alvin.

Para cewek masuk ketenda cewek, sedangkan cowok masuk ke tendanya sendiri.

Tenda Cewek

Shilla tak bisa tidur daritadi, sedangkan teman-temannya yang lain sudah tidur duluan. Pikiran selalu dipenuhi oleh Gabriel. Shilla memutuskan untuk bangun dan keluar tenda. Saat Shilla keluar dari tendanya, ia melihat Gabriel sedang bermain gitar sendirian sambil memandang langit di depan api unggun.

“Kak Iel?”

Gabriel menengok ke samping.

“Shilla? Kamu belom tidur?” tanya Gabriel. Shilla menggeleng. Ia duduk disamping Gabriel.

“Gak bisa tidur,”

“Sama, aku juga gak bisa tidur,” kata Gabriel.

“Kak Alvin, pinter banget deh nyari tempat yang bagus,” gumam Shilla.

“Namanya juga fotografer, pasti tau tempat yang bagus, gak hanya Alvin kok, aku juga tau tempat yang bagus,” kata Gabriel.

“Ha? Maksud Kakak?”

“Ikut!” Gabriel menarik tangan Shilla.

“Mau kemana, Kak? Nanti dicariin!” keluh Shilla.

“Mereka kan masih tidur, jadi gak bakal tau!” Gabriel tak melepaskan genggaman tangannya pada Shilla.

“Ya, ampun!” Shilla menutup mulutnya dengan kedua tangannya, ia melihat pemandangan yang bisa membuat orang terkagum-kagum. Kerlap-kerlip lampu yang ada di kawasan Puncak terlihat dari tempat Shilla dan Gabriel berdiri.

“Keren banget! Sumpah!” kata Shilla.

“Aku gak kalah kan sama Alvin??” tanya Gabriel.

“Haha, ya nggaklah, bagi aku, Kakak tetep nomor satu!” kata Shilla.

“Tapi kenapa di speed dial kamu aku masuk ke nomor dua?” tanya Gabriel.

“Itu…hmm...kapan-kapan aja deh kasih taunya hehe…” kata Shilla.

“Pelit dah! Udah yuk balik ke tenda terus tidur,” ajak Gabriel.

“Ayo!”

***

Pagi hari

“Huah, udaranya fresh bangeet!” seru Ify sambil merenggangkan tangannya.

“Ify! Jangan panjang-panjang renggangan tangannya! Ketek lo bau!” seru Cakka.

“Kak Rioo!! Kak Cakka gangguin guee!!” Ify mengadu ke Rio dengan masuk kedalam tenda cowok.

“Apaan sih! Berisik tau! Tonjok aja mukanya Fy!” kata Rio sambil menarik selimutnya lagi.

“Kak Rio, banguun!! Udah siang!” seru Ify.

“Satu jam lagi, ngantuk banget guee…” kata Rio.

“Nyeh, dasar kebo!” Ify pun keluar dari tenda cowok.

Sementara itu Shilla dan Gabriel…

“Shil, ikut aku lagi yuk!” bisik Gabriel.

“Kemana?”

“Rahasia! Ntar juga tau!” kata Gabriel.

“Heh! Mau kemana lo berdua?” tanya Agni.

“Mau jalan-jalan pagi!” kata Gabriel.

“Jangan lama-lama lo!”

“Siip, Bu Agni!”

Sekali lagi, Gabriel membawa Shilla ke tempat yang bisa membuat orang terkagum-kagum, Gabriel membawanya ke sebuah sungai dengan air yang jernih dengan aliran yang cukup deras. (anggep aja ada).

“Sekali lagi aku dibuat kagum sama Kakak,” kata Shilla takjub.

“Makasih, cantik,” kata Gabriel.

Shilla menyusuri sungai tersebut, ia melihat keindahan ekosistem yang berada di dalam sungai tersebut. Sungai dengan air yang sangat jernih, beda dengan sungai yang ada di Jakarta.

“Bagus kan Shil?” tanya Gabriel yang berada di sampingnya.

“Banget!” kata Shilla.

‘Saatnya gue ngasih hadiah buat Shilla,
tepat waktunya,” batin Gabriel.

Shilla masih memandang dengan kagum sambil berjongkok di pinggir sungai diatas batu.

“Shil, hati-hati batunya licin,” kata Gabriel.

“Tenang aja, aku gak bakal…” kalimat Shilla terhenti, keseimbangannya goyah.
“KYAA!”

“Shilla!!” Gabriel mengulurkan tangannya pada Shilla. Tapi percuma, mereka berdua tercebur kedalam sungai yang alirannya sangat deras itu.

***

“Shil…Shil bangun…”

Shilla membuka matanya perlahan, dan kemudian terbatuk-batuk akibat air yang masuk kedalam tubuhnya. Shilla terkulai lemas di rangkulan Sivia.

“Alhamdulillah, Shil, lo udah sadar!” kata Ify.

“Gue kenapa?” tanya Shilla dengan suara kecil.

“Lo kecebur ke dalem sungai, untung tadi ada petugas yang ngeliat lo, tadi gue sama anak-anak nyari lo dan gue liat lo udah basah kuyup kayak gini di sampan petugas itu,” tutur Agni.

“Kak Iel, Kak Iel! Kak Iel mana??” tanya Shilla panik. Agni, Sivia dan Ify saling tatap.

“Kak Iel hanyut, masih dalam pencarian, Kak Rio, Kak Alvin sama Kak Cakka lagi nyari Kak Iel bareng petugas-petugas yang lain,” kata Ify.

Tiba-tiba Shilla langsung memeluk Sivia dan menangis sekencang-kencangnya.

“Shil, Kak Iel pasti ketemu kok,” kata Sivia.

“Ini salah gue, harusnya gue gak berdiri di batu licin itu,” kata Shilla sesenggukan.

“Sabar, Shil,” kata Ify.

“Woi!! Gabriel ketemu!!” teriak Cakka.

“Tuh, Shil! Kak Iel ketemu!” Seru Sivia.

Mereka bertiga membantu Shilla yang lemas untuk berdiri. Mereka menghampiri Alvin, Rio, dan Cakka, serta beberapa petugas. Gabriel terkulai lemas, ia tak sadarkan diri.

“Kak Iel, banguun…” gumam Shilla.

Gabriel tetap tak membuka matanya.

“Sepertinya kepala anak ini terbentur batu, jadi dia tak sadarkan diri, kita harus bawa dia ke Rumah sakit,” kata salah satu petugas.

“Iya, Pak. Bantu kita bawa dia ke Rumah Sakit, Pak.” Kata Rio.

Mereka pun membawa Gabriel ke Rumah Sakit terdekat.

***

Rumah Sakit

Shilla terus melihat Gabriel dari luar kamar rawat. Gabriel masih belum sadarkan diri. Kata Dokter, Gabriel mengalami benturan keras, sehingga tidak tahu pasti apakah Gabriel akan kehilangan ingatannya atau tidak. Mereka hanya perlu menunggu. Shilla mendesah. Air matanya terus jatuh, ia masih menyesali kejadian yang terjadi pagi hari.

“Shil, nih Hot Chocolate buat lo, buat ngangetin badan, badan lo dingin, Shil,” kata Ify sambil menyodorkan sebuah gelas plastic pada Shilla.

“Thanks, Fy,” Shilla tersenyum masam. Ify duduk di sampingnya.

“Yang lain mana, Fy?”

“Mereka lagi makan di kantin,”

“Lo gak ikut makan?” Ify menggeleng.

“Gue maunya makan sama lo, gue gak mau best friend gue ini kelaperan sedangkan gue kekenyangan, hehe…”

“Haha, maksudnya, lo mau ngajak gue makan?”

“Iya, makan dulu yuk,” ajak Ify. Shilla mengangguk dan mengikuti Ify dari belakang.

Kantin

“Fy…”

“Kenapa Shil?”

“Gue takut, Kak Iel ilang ingatan…” gumam Shilla lirih.

“Lo jangan sugesti kayak gitu, lo harus optiming kalo Kak Iel bakal baik-baik aja, ya?” Shilla tersenyum dan mengangguk.

“Thanks for your support,”

“You’re welcome,”

***

Shilla terus menunggu di samping Gabriel. Shilla menyuruh Ify dan yang lain pulang, karena mereka terlihat lelah. Awalnya mereka tidak mau, tapi Shilla tetap memaksa, dan akhirnya mereka pun luluh dan memberi waktu untuk untuk Shilla dan Gabriel.

“Kak Iel, maafin aku ya…aku teledor banget…gara-gara aku Kak Iel jadi kayak gini…” Air mata Shilla kembali jatuh, tapi Shilla langsung mengusapnya.

“Shil…”

Shilla terdiam, ia mendengar suara Gabriel meskipun tidak terdengar jelas. Gabriel memanggil namanya.

“Shilla…”

“Kak Iel…Aku disini,” kata Shilla dengan berbisik di telinga Gabriel.

Mata Gabriel perlahan terbuka, ia menengok kearah Shilla, kemudian tersenyum.

“Kak Iel…”

“Syukurlah, kamu gak papa Shil…” gumam Gabriel. Shilla tiba-tiba menangis.

“Kenapa?”

“Maafin aku, Kak…gara-gara aku…”

“Plis, jangan minta maaf, kamu gak salah, ini murni kecelakaan,” gumam Gabriel. Shilla menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum.

“Kali ini aku yang harus minta maaf, maaf ya aku gak bisa ngasih kamu hadiah, awalnya aku mau ngasih kamu hadiah sebuah liontin di tepi sungai itu, tapi kenyataan berkehendak lain, aku hanyut, dan hadiahnya hilang,” lirih Gabriel. Shilla menggeleng.

“Aku gak butuh hadiah berupa material, Kak…asalkan Kakak ada di samping aku, itu udah merupakan hadiah terindah buat aku, hadiah buat aku ya Kakak, Kakak yang selalu ada buat aku…” tutur Shilla. Gabriel tersenyum.

“Kamu juga hadiah yang terindah buat aku, aku janji gak bakal bikin kamu kecewa lagi, aku gak bakal nelantarin kamu lagi, aku janji…” Gabriel menunjukkan jari kelingkingnya.

“Janji…” Shilla menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkin Gabriel.

“Aku sayang sama Kakak…”

“Aku juga sayang sama kamu…”

"O, ya kamu belum jawab pertanyaan aku," kata Gabriel.

"Yang mana?"

"Kenapa nomor aku ditaruh di nomor dua di speed dial?"

"Itu karena kalo ada Kakak di samping aku, aku merasa lengkap, merasa lebih baik, kayak lagunya Acha yang Berdua Lebih Baik, hehe..."

"Oh, gitu, yaudah aku juga naruh kamu di nomor dua,"

"Lho? Emang dulu aku ditaro di nomor berapa?"

"Nomor satu,"

"Gak usah diganti, biar aja kayak gitu, itu kan udah sesuai keinginan Kakak, jangan ganti gara-gara aku," tutur Shilla. Gabriel tersenyum dan mengusap lembut rambut Shilla.

"Aku beruntung bisa punya kamu, Shil..."

"Aku juga..."

***

Memang Cuma Gue yang Bisa: SpecialPart 2 (CAGNI) (re-post)

Agni: Cuma Lo yang Bisa Bikin Gue Klepek-Klepek (??)

Universitas Gadjah Mada

“AGNIII!!!” Teriak Cakka dari kejauhan.

“Apaan sih?? Kayak orang gila lo teriak-teriakkan!” seru Agni.

“Lo ngapain deket-deket sama cowok buluk kayak dia??” tanya Cakka.

“Cowok buluk?? Gak nyadar apa lo juga buluk tau! Emang kenapa?? Gak boleh gue deket sama dia?” tanya Agni.

“Agnii, I was jealous when I saw you with him,” kata Cakka yang sok-sokan pake bahasa inggris. Agni mendesah.

“Gue sama dia, cuma sebatas temen di kelas doang, Cakkaa…gak lebiih,” ujar Agni.

“Huu…iya deh,” kata Cakka.

“Ag, ke kantin yuk!” ajak Cakka.

Saat mereka berjalan menuju kantin, banyak mahasiswi-mahasiswi mulai dari semester satu ataupun di atasnya melirik kearah Cakka. Seperti Alvin, Cakka juga jadi inceran mahasiswi di kampusnya. Agni jadi merasa minder begitu jalan berdampingan dengan Cakka.

Agni melirik sekilas kearah Cakka. Cakka bertambah tinggi lagi, badannya terlihat kekar dan berisi. Rambut ditata acak-acakkan tapi tetap terlihat keren. Setelah melirik Cakka, Agni melihat dirinya sendiri, Agni tidak seperti gadis sepantarnya yang sedang senang-senangnya memakai dress, high heels, ataupun make-up. Agni berpenampilan seadanya, memakai kemeja kotak-kotak, celana jeans dan sepatu kets.

“Ag, duduk sini aja ya!” Cakka dan Agni duduk di satu meja yang tak jauh dari tempat memesan makanan.

“Mau pesen apa, Ag?” tanya Cakka.

“Apa aja deh, Cak,” jawab Agni.

Cakka pergi ke tempat memesan makanan, sedangkan Agni duduk menunggu di tempatnya. Kemudian pandangan Agni tertuju pada Cakka, matanya melotot. Cakka sedang bercanda dengan cewek lain.

‘Tuh orang ya, bener-bener minta ditimpuk pake sepatu deh, nyuruh gue gak deket-deket cowok, dia sendiri malah tebar pesona sama cewek, dasar playboy kampungan!’ batin Agni.

“Sori, Ag, lama hehe…” kata Cakka.

“Ng…nggak papa,” Agni tersenyum masam.

“Makan Ag,” Cakka makan duluan dengan lahap. Agni makan pelan-pelan masih kepikiran dengan gadis yang tadi. Gadis itu terlihat cantik dan menawan, beda dengan Agni. Agni jadi ragu-ragu dengan Cakka. Apakah Cakka mau pacaran dengannya memang karena Cakka sayang dia, atau hanya main-main saja, tapi kalau dipikir-pikir itu gak mungkin. Jika Cakka hanya main-main saja, tidak mungkin hubungan mereka bisa bertahan sampai sekarang.

“Ag, lo kenapa?” tanya Cakka.

“Gak papa kok,” jawab Agni enteng.

“Hai, Cakkaa…” sapa beberapa mahasiswi yang kebetulan lewat.

“Hai juga,” sapa Cakka balik.

Agni menyendok makanannya dengan kasar, sampai semua orang melihat kearah Agni.

‘Buset dah ni cowok, bener-bener minta dibunuh!! Gue sebel banget deh, kenapa gue gak bisa bilang kalo gue cemburu!!’ pikir Agni. Cakka melihat kearah Agni.

“Ag, kenapa?” tanya Cakka.

“Nggak, ini makanannya susah di potong! Keras!” kata Agni.

Agni melihat kesekeliling kanting, para mahasiswi yang sedaritadi melirik kearah Cakka, memandang sinis dirinya. Ingin sekali Agni menonjok muka mereka semua. Kenapa mereka bisa kena pesona Cakka, udah tahu Cakka playboy minta ampun, tapi kemudian dia mikir lagi, dia kan juga kena pesona Cakka.

“Cak, gue pulang duluan,” Agni bangkit dari duduknya dan menenteng tas ranselnya.

“Lho? Ag, ntar aja, gue anter pulang!” kata Cakka.

“Gue mau pulang sendiri,” Agni langsung pergi meninggalkan Cakka.

Selama di perjalanan, Agni hanya menggerutu gak jelas.

“Euh! Gue sebel sama lo!! Nyuruh gue jauh-jauh dari cowok, dia sendiri malah deket-deket sama cewek, gak tau diri banget sih jadi cowok!” gerutu Agni sambil menedang batu kecil.

BLETAK!!!

“Aduuh!”

Agni melotot dan langsung berlari menghampiri seorang laki-laki yang sedang meringis kesakitan memegang kepalanya.

“Aduh, sori, lo gak papa?” tanya Agni.

“Ng…nggak papa kok,” kata laki-laki itu.

“Hm? Kayaknya lo anak UGM juga ya?” tanya Agni.

“Iya, gue anak UGM,” jawabnya.

“Gue Agni, anak fakultas hukum. Lo?” tanya Agni.

“Gue Sion, anak fakultas Teknik,” jawab laki-laki yang bernama Sion.

“Yang tadi maaf ya, gue gak sengaja,” kata Agni.

“Gak papa Ag, emang lo kenapa sih pake nendang batu segala? Untung gak gede, kalo gede kepala gue bocor tau!” keluh Sion.

“Haha, gue lagi kesel aja sama cowok gue,” kata Agni.

“Cowok lo kenapa? Siapa sih cowok lo?”

“Cakka anak fakultas MIPA, tebar pesona mulu sama cewek!”

“Ooh, Cakka Kawekas, di teknik cewek-ceweknya pada ngomongin dia mulu tau,”

“Ya sama, di hukum juga ngomongin Cakdut mulu!”

“Susah ya punya pacar kayak dia,” Agni tersenyum kecut.

“Iya, Yon. Jujur gue minder sama dia, Cakka keren banyak yang suka, tapi kenapa dia malah milih gue yang gak cantik, heran gue juga,” gumam Agni.

“Lo pacarnya dia, tapi kenapa lo gak mau ngomong sama Cakka kalo lo jealous sama marah begitu liat dia tebar pesona sama cewek lain?” tanya Sion.

“Gue pengen banget, tapi gue gak mau bikin Cakka jadi marah sama gue, yaudahlah selama gue masih bisa sabar, gue berusaha buat sabar,” jawab Agni.

“Lo tuh baik banget, Ag. Cakka beruntung bisa punya lo,” kata Sion. Agni tersenyum.

“Gue duluan ya,” kata Agni.

“Hati-hati ya, Ag.”

***

“Agni, mau makan gak?”

“Nggak usah Tante, Agni gak laper,” jawab Agni.

Selama Agni kuliah di UGM, Agni tinggal di rumah Tantenya, Tante Diana. Tante Diana merupakan adik dari Papanya Agni.

Dikamarnya, Agni terus menerus menyetel lagu Favorite Girl, lagu yang pernah Cakka nyanyikan saat nembak Agni. Agni mengingat masa-masa itu. Kadang-kadang Agni senyum-senyum sendiri, begitu ingat saat itu, Agni menyiram Cakka dengan satu air ember di depan rumah, karena disangka pengamen.

“Ag, lo harus sabar, Cakka itu cuma nyapa mereka doang, gak lebih, lo sabar Ag, jangan terbakar cemburu,” gumam Agni.

***

“Ag, lo gak marah, Cakka di deketin sama Angel mulu?” tanya Gita, sahabat Agni di Hukum.

“Nggak, kok. Buat apa gue marah, gak ada gunanya,” jawab Agni enteng.

“Tapi lo liat deh, Angel tuh kayaknya tebar pesona banget sama Cakka, Cakkanya juga tebar pesona sama cewek terutama Angel, udah deh, si Angel ngarep, makanya nempeel mulu sama Cakka. Kenapa lo gak marah? Lo kan pacarnya Cakka,”

“Mereka hanya temen, udah ya Git, gue males,” kata Agni.

Jujur dalam hati Agni, Agni merasa kesal, tapi dia sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia berusaha untuk sabar dan Positive thinking.

“Agni…” panggil Cakka. Agni menoleh.

“Gue sama Angel mau ngerjain tugas dulu ya di perpus, lo mau ikut?” tanya Cakka.

“Ng…nggak ah, gue mau disini aja,” tolak Agni.

“Ooh, yaudah, ntar gue anter pulang ya,” kata Cakka. Agni mengangguk. Agni melihat Angel memandangnya sinis, begitu melihatnya. Agni ingin sekali mengacak-acak muka Angel.

“Git, ke kantin yuk!”

Saat pulang,

“Cak...” panggil Agni.

“Kenapa?”

“Kok lo sama Angel deket banget?” tanya Agni.

“Agni, gue Cuma temenan doang sama dia? Kenapa?? “ Tanya Cakka.

“Ng…nggak kok,” jawab Agni.

“Tenang aja Agni sayaang, hati gue cuma buat Agni tersayaang…” kata Cakka lebay.

“Gombal!!”

‘Gue cemburu, Cak…tapi gue gak bisa ngomong jujur sama lo,’ batin Agni.

***

Semakin hari, kesabaran Agni semakin habis. Melihat Angel yang berusaha mengalihkan perhatian Cakka kepadanya.

“Hai, Cakka!” sapa Angel sambil duduk di samping Cakka.

“Hei, Ngel!” sapa Cakka.

Angel terus-menerus mengajak Cakka mengobrol, sampai-sampai Agni merasa di hiraukan. Tampang Agni udah cemberut, dan mendengus.

“Cak, ntar jalan yuk! Ke Mall,” ajak Angel.

“Wah, boleh juga tuh buat refreshing, Ag, mau ikut gak?” tanya Cakka.

"Gue gak mau!" tolak Agni.

“Lho? Kenapa? Yaudah deh kalo lo gak mau ikut, gue gak papa kalo berdua sama Angel?”

“TERSERAH!!!” Agni langsung pergi tanpa memperdulikan Cakka.

“Agni!!”

Agni berlari menuju taman, dan duduk di bangku yang kosong. Tiba-tiba Agni menangis, hal yang jarang dilakukan Agni.

“Cak, kok lo gak ngerti banget sih, perasaan gue, gue cemburu tauu…” gumam Agni.

“Pokoknya gue bakal kasih pelajaran sama lo, supaya lo tahu gimana rasanya jadi gue yang dari dulu selalu sabar ngadepin jiwa lo yang kena sakit playboy kampungan itu!” gerutu Agni.

***

Cakka merasa cemburu begitu melihat Agni terlalu dekat dengan Sion. Agni lebih milih mengobrol sama Sion daripada harus ikut Cakka.

“Ag, ke taman yuk,” kata Cakka.

“Nggak ah, gue mau ngobrol sama Sion,” tolak Agni.

“Tapi Ag…” kata-kata Cakka berhenti begitu Angel memotong.

“Yaudah, Cak, mending sama gue aja ke taman!” Angel menarik tangan Cakka. Agni tak memperdulikan Cakka.

Cakka masih memandang Agni, dari kejauhan, Cakka melihat Agni menatapnya sendu. Sementara itu, Agni menghela napas.

“Ag, rencana kita berhasil gak?” tanya Sion.

“Gak tau, Yon. Namanya juga playboy, kalo dikacangin sama ceweknya tinggal nyari cewek lain,” gumam Agni. Sion terus memandang Agni.

“Kenapa?” tanya Agni.

“Gue heran sama Cakka. Masa dia nyia-nyiain cewek sebaik elo?” tanya Sion.

“Tau deh,”

***

Sekarang, jika Cakka mengajak Agni kemana saja, Agni selalu menolak, dan lebih memilih Sion. Tentu saja membuat Cakka marah bukan main.

“Ag, kok lo sama Sion deket banget sih??”

“Kenapa? Gak boleh?” tanya Agni.

“Gue jealous, Ag! Lo deket banget! Kan udah gue bilang sama lo, lo jangan terlalu deket sama cowok!” kata Cakka.

“Jealous?? Lo gak ngerasa salah sama gue?? Emang ya jiwa playboy itu susah ilangnya,” gumam Agni.

“Maksud lo apa?”

“Cak, jujur gue jealous banget sama lo!! Lo nyuruh gue gak deket sama cowok, lo sendiri malah deket Angel!!”

“Angel itu temen gue, Ag!! Masa gue gak boleh deket sama temen!”

“Sion itu juga temen gue!!”

Cakka terdiam, dia baru sadar apa yang telah ia lakukan pada Agni. Selama ini ia membuat hati Agni sakit. Cakka memang kurang mengerti Agni, karena pikiran Agni tak bisa ditebak.

“Sekarang lo urusin aja Angel lo itu!! Makan aja sekalian!!” Agni meninggalkan Cakka.

***

Sudah beberapa minggu, Agni lost contact sama Cakka. Hubungan mereka berdua jadi gantung.

“Ag, lo marahan sama Cakka?” tanya Gita.

“Maybe,” jawab Agni.

“Hmm…”

Gita cuma bisa diam, melihat tingkah laku temannya itu.

***

Agni mendesah pelan. Jujur Agni rindu pada Cakka yang setiap hari datang ke kelasnya, walupun mereka beda gedung.

“Gue kangen sama lo, Cak…” gumam Agni.

“Agni??”

Agni menoleh, Sion ada di belakangnya. Sion duduk disamping Agni.

“Lo masih mikirin Cakka?” tanya Sion. Agni mengangguk.

“Iya, gue sedikit merasa bersalah juga sama Cakka, Yon,” kata Agni.

“Ag, apa gak bisa gue gantiin Cakka di hati lo?” tanya Sion. Agni menoleh kearah Sion.

“Hah? Apaan??” tanya Agni.

“Gue suka sama lo, Ag…” Sion menggenggam tangan Agni. Agni menatap Sion.

“Lo mau jadi pacar gue??” tanya Sion.

“Gue….Gue…”

“AGNIII!!!JANGAAAAN!!!”

Sion dan Agni mneoleh kearah semak-semak.

BRUUKK!!!

“Cakka??”

Cakka tersungkur, daritadi Cakka mengintip Agni dan Sion di balik semak-semak. Cakka langsung berdiri dan menghampiri mereka berdua.

“Sioon!! Lepasin cewek gueee!!” seru Cakka.

“Cakka! Apaan sih!!??” keluh Agni.

“Enak aja lo mau nyosor cewek guee!! Gak boleh!!”

“Gue tanya ya, kalo lo masih nganggep Agni cewek lo, kenapa lo malah pergi sama Angel?? Lebih milih Angel?? Gara-gara lo Agni jadi nangis!!” seru Sion.

“Ha? Nangis??” tanya Cakka.

“Yon, lo tau darimana??”

“Gue ngintip!”

“Lo beneran nangis?” Agni mengangguk. Mukanya memerah.

“Agni itu cemburu banget ngeliat lo deket sama Angel, tapi dia gak pernah mau jujur sama lo, dia gak mau bikin lo marah!”

“Lo cemburu?”

“Lo sih jadi orang begonya setengah mampus sih!! Gue tuh cemburu banget sama lo!!” keluh Agni. Kemudian Sion menepuk pundak Cakka.

“Makanya jaga baik-baik Agni, jangan sia-siain dia, kalo nggak gue bakal ngerebut dia dari lo, tapi sayang gue tahu cuma lo yang bisa bikin dia ngerasain indahnya cinta,” kata Sion. Sion langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

“Lo beneran cemburu, Ag??” tanya Cakka.

“Gu…gue cemburu Cak, lo gak peka banget sih, gue kesel banget sama lo!” keluh Agni.

“Maaf ya, gue gak tau,” kata Cakka.

“Makanya jangan mikirin cewek terus!!” seru Agni.

“Apa salahnya gue mikirin cewek, coba??”

“Ooh, jadi lo mikirin cewek selain gue??”

“Maksud gue, cewek yang gue pikirin itu elo, sayaang…” Cakka mencolek hidung Agni. Sukses membuat jantung Agni berdebar kencang.

“Gombal banget sih lo!”

“Ngomong-ngomong tadi lo mau nerima Sion??” tanya Cakka.

“Nggak, gue gak suka Sion. Kalaupun dia tebar pesona sama gue, pesonanya gak mempan!”

“Kalo gue??” tanya Cakka sambil memain-mainkan alisnya. Muka Agni jadi memerah.

“Lo itu… sukses bikin gue luluh, pesona lo hebat banget, sukses bikin gue klepek-klepek, Cak…” gumam Agni dengan suara kecil.

“HA?? APAAN?? GUE GAK DENGER!!” Seru Cakka. Agni manyun. Ia menarik napas dan kemudian berteriak.

“Cuma lo yang bisa bikin gue klepek-klepek Cakka Kawekas Nuraga!!!!” teriak Agni. Membuat semua mahasiswa dan mahasiswi melihat kearah mereka. Cakka nyengir.

“Makasiiih, Agnii cayaaang!!!” seru Cakka.

“Cakka!! Maluu guee!!!” seru Agni.

Sore hari dirumah Tantenya Agni,

“Cak…”

“Hm?”

“Lo harus janji sama gue!”

“Apa?”

“Lo jangan tebar pesona sama cewek lain, ke gue aja tebar pesonanya,” tutur Agni.

“Lo juga harus janji sama gue,”

“Apaan?”

“Lo harus jujur sama gue, meskipun emang nyakitin tapi lo harus tetep jujur sama gue,” tutur Cakka.

“Janji?” Cakka menunjukkan jari kelingkingnya. Agni tersenyum dan menautkan kelingking mungilnya ke kelingking Cakka.

“Janji!”

“Nah sekarang lo harus jujur sama gue! Gue ganteng gak?” tanya Cakka.

“Jelek!!”

“Boong!”

“Gue jujur dari hati gue yang terdalem,Cak!” Cakka manyun.

“Hehee, nggak kok, lo ganteng, ganteng banget malah!” kata Agni. Muka Cakka memerah.

“Gue sayang sama lo, Cak,” ujar Agni.

“Gue juga sayang sama lo,” tutur Cakka.

“Cak, maenin lagu Favorite Girl dong!”

“Jangan! Udah basi, nih ada yang baru dari Cakka Bieber!”

“Justin Bieber kalee…cepetan maenin!"

Oh no, oh no, oh
They say that hate has been sent
So let loose the talk of love
Before they outlaw the kiss
Baby, give me one last hug

There's a dream that I've been chasing
Want so badly for it to be reality
And when you hold my hand then I
understand
That it's meant to be 'cause, baby,
when you're with me

It's like an angel came by, oh and took me to heaven
Like you took me to heaven, girl
'Cause when I stare in your eyes it
couldn't be better
I don't want you to go, oh no, so

Let the music blast, we gon' do our dance
Bring the doubters on, they don't matter at all
'Cause this life's too long and this love's too strong
So baby, know for sure that I'll never
let you go

I got my favorite girl
Not feeling no pain, no fear
Don't have a care in the world
Why would I when you are here?

There's a moment I've been chasing
And I finally caught it out on this floor
Baby, there's no hesitation, no
reservation
By taking a chance and more, oh no,
because

It's like an angel came by and took me
to heaven
Like you took me to heaven, girl
'Cause when I stare in your eyes, it
couldn't be better
I don't want you to go, oh no, so

Let the music blast, we gon' do our
dance
Bring the doubters on, they don't
matter at all
'Cause this life's too long and this love's
too strong
So baby, know for sure that I'll never
let you go

It's like an angel came by and took me
to heaven
Like you took me to heaven, girl
'Cause when I stare in your eyes, it
couldn't be better
I don't want you to go, oh no, so

Take my hand, let's just dance
Watch my feet, follow me
Don't be scared, girl, I'm here
If you didn't know, this is love

Let the music blast, we gon' do our dance
Bring the doubters on, they don't matter at all, oh baby
'Cause this life's too long and this love's
too strong
So baby, know for sure that I'll never
let you go

So don't fear, don't you worry 'bout a thing
I am here, right here, I'll never let you go
Don't shed a tear whenever you need me
I'll be here, I'll never let you go

Oh no, oh no, oh
I'll never let you go
Oh no, oh no, oh
I'll never let you go
(Justin Bieber-Never Let You Go)