Minggu, 31 Juli 2011

Pembantu Baruku part 20 (re-post)

Setelah selesai semua urusan menyangkut penyakitnya, rio segera berjalan menuju sebuah cafe yang terletak nggak jauh dari rumah sakit.

"Hai fy, lama ya??" sapa rio dengan senyum yg dibuatnya seolah dia benar-benar baik-baik saja.

"Nggak juga. Tpi rada lama sih.." jawab ify dan ikut tersenyum. Lalu rio duduk di hadapan ify.

"Sorry ya.. Gue nggak tau juga ternyata bakalan lama." kata rio. Lalu rio memanggil pelayan dan memesan makanan utknya dan ify.

"Emm yo, seriuskan klo loe cuma kecapean??" tanya ify yg membuat membelalakkan matanya.

"Knapa ify nanya kaya gini ya?? Apa dia dengar pembicaraan gue sama dokter chiko??" batin rio.

"Se..seriuslah fy.. Eng..gak pnting juga kan gue bohong??" jawab rio gugup. Ify tampak tersenyum lega mendengar jawaban rio.

"Huuft... Bagus deh yo. Nggak bisa bayangin gue klo sampai loe knapa-napa." kata ify bernafas lega.

"Hehehe.. Loe khawatir ya klo gue
sakit??" tanya rio menggoda sambil tersenyum jahil.

Ify malu. Isi hatinya bisa ditebak rio. Rona merah sedikit timbul dikedua pipinya.

"Eh...nggaklah... Kan klo loe knapa-napa gue yg repot yo.. Ngurusin loe mulu." bantah ify. Tapi ternyata bantahan ify itu terlalu menyakitkan bagi rio. Membuat rio merasakan dadanya sesak. Rio mnghela nafas, lalu tersenyum kecil ke ify. Di saat yg sama seorang pelajan cafe datang membawa pesanan mereka.

"Makan dulu fy." ajak rio. Membuat suasana dianara mereka hening. Yang terdengar hanyalah bunyi kecil saat ujung sendok mereka beradu dengan piring. Membuat rio memiliki waktu untuk memikirkan kata-kata yang dilontarkan ify barusan.

"Gue janji fy, gue nggak akan membuat loe harus repot ngurusin gue. Setelah ini, setelah janji loe terbayar, setelah perban terkhir dari tangan gue trbuka, gue janji. Gue janji nggak akan ganggu hidup loe lagi. Gue janji, gue akan berusaha menghilang dari kehidupan loe. Gue nggak akan ganggu loe lagi. Mencukupkan hubungan kita sampai pertemanan ini. Hanya teman, bukan sahabat dan bukan lebih. Membuat hubungan kita jadi hanya sebatas dua orang yg saling mengenal. Gue janji. Tapi sebelum janji iu gue lakukan, izinkan gue utk tetap disamping loe. Menghabiskan waktu gue yg tersisa untuk menatap wajah loe dari dekat. Menatap mata loe yg penuh keteduhan utk hati gue. Merasakan perhatian loe ke gue. Izinkan gue merasakannya sampai perban terakhir ini lepas dari tangan gue. Setelah itu, gue serahkan semuanya kepada takdir apa yg harus gue tempuh. Apakah takdir gue memang harus memiliki loe walau hanya sekejap, atau membiarkan takdir gue, membawa gue jauh dari loe. Membiarkan rasa ini tetap tersimpan rapi dalam lemari hati gue. Tapi satu yg gue tau. Apa pun yg dibawa takdir utk hidup gue, satu kepastiannya. Gue nggak akan bisa menatap loe lebih lama, lebih dekat, melihat senyum manis dan tawa loe yg tertuju utk gue. Gue tau itu, nggak lama lagi smua itu pasti akan gue tinggalkan" batin rio sambil terus menatap wajah cantik dihadapannya yg terus tersenyum saat menemukan mata rio yg menatapnya.

"Nggak akan lama lagi, gue akan kehilangan senyum itu dari hidup gue." batin rio lagi.

****

"Fy, sekarang loe pulang aja ya.. Tugas loe dirumah udah selesai kok." kata rio saat mobil ify akan memasuki halaman rumahnya.

"Masa sih udah selesai yo?? Gue blom masak makan malam kalian lo.." kata ify heran.

"Klo masalah itu, gue sama ozy ada janji sama sodara. Dia ngajak makan malam." kata rio sambil tersenyum kecil.

"Loe pulang dulu aja fy. Loe butuh istirahat, loe kan sering pulang malam akhir-akhir ini karna ngurusin gue. Liat tuh mata loe berkantong gitu." kata rio lagi sambil menunjuk bagian bawah mata ify.

Mendengar rio yg mengatakan matanya berkantong, ify langsung ngambil cermin kecil dari tasnya, lalu bercermin. Memperhatikan matanya sejeli mungkin.

"Nggak berkantong kok yo. Biasa aja bagi gue." kata ify sambil terus memperhatikan pantulan matanya di cermin.

"Hahahaha...kidding fy. Udah ya, gue ke dalam dulu." rio tertawa lalu membuka pintu mobil ify.

"Yo, itu obat loe?? Bnyak amat??" tanya ify heran melihat kantong putih yg ditenteng rio.

"Hahahahaha... Gue beli multivitamin juga. Jadi banyak gini deh. Ada obat tingginya si ozy juga." jawab rio dengan candaan di akhirnya. Lalu tertawa lagi. Tapi, tawa itu terdengar aneh di telinga ify. Tawa itu tidak selepas biasanya. Seperti ada sesuatu yg membuat tawa itu terdengar sedikit dipaksakan. Ify mengerutkan dahinya. Teringat olehnya, pandangan rio tidak setajam biasanya. Dan senyum rio tidak semanis biasanya. Terlihat ada sedikit lengkungan kebawah saat garis senyuman rio terbentuk. Dan lelaki itu, tidak sesemangat biasanya.

Tiba-tiba ify menahan rio yg hampir kluar dari mobilnya.

"Tunggu.." cegah ify. Ify mendekati rio yg sedang membelakanginya. Ify memegang pundak rio dan sedikit menariknya kebelakang, lalu berbisik..

"Gue kangen rio gue yg biasanya. Besok, waktu gue sampai di rumah loe, loe harus sambut gue dengan senyum loe yg biasanya. Gue nggak suka lengkung kecil di garis senyum loe itu. Dan gue kangen semangat loe yg berlebihan seperti biasanya." bisik ify.

Tanpa menoleh atau membalas bisikan ify, rio lngsung menggerakkan kakinya keluar dari mobil ify. Ify mnghela nafas saat rio kluar dari mobilnya dalam diam. Lalu, tnpa berkata apa-apa ify langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumahnya.

"Maaf.." gumam rio saat mendengar suara mobil ify yg mulai menjauh. Dngan langkah gontai, rio memasuki rumahnya.

"Kak, kak ify mana??" tanya ozy yg melihat rio masuk rumah sendiri. Rio menggeleng, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamarnya di atas. Ozy menatap kakaknya itu heran. Pasti ada sesuatu, batinnya.

Kamar rio...

Rio menghempaskan badannya diatas kasur. Badannya terasa lelah. Benar kata dokter chiko. Dia nggak boleh kelelahan, karna fisiknya nggak sekuat dulu lagi.

Kembali rio menghela nafas mengingat penyakit yg di deritanya itu. Tak pernah terbayangkan olehnya, kalau penyakit yg biasanya hanya dia lihat di film-film itu kini bersemayam di tubuhnya.

Rio merogoh saku celananya, di keluarkannya amplop coklat yg diberikan dokter chiko tadi. Diambilnya selembar kertas putih dari dalam amplop itu. Tertulis dengan jelas disana nama, serta penyakitnya. Penyakit yg akan merenggut semua kebahagiaannya. Membuatnya harus merepotkan orang-orang yg disayanginya, dan harus melawan perasaannya kepada seorang gadis yg mengisi hari-harinya kini. Terdengar kembali oleh rio, isakan wanita yg sangat berjasa dalam hidupnya. Seseorang yg telah melahirkannya dan selalu bersabar dalam merawat serta membesarkannya selama ini.

"Maafin rio ma.." gumam rio lagi. Sekarang matanya beralih ke obat-obatan yg akan menyangga hidupnya kini.

"Tolong bantu gue utk bertahan ya.." bisik rio sambil menatap obat-obat itu. Dan kembali menghela nafas. Sekarang rio merogoh HPnya. Rio mencari nope seseorang di phonebook HPnya. Setelah ketemu, ditekannya tombol hijau, dan menunggu sampai siempu yg punya nomor mengangkat telponnya.

"Hallo kak.. Dekat doang kok pake nelpon sih??" kata ozy begitu mengangkat telpon rio.

"Zy, ke atas sekarang ya. Gue mau ngomong penting." suruh rio tnpa mempedulikan pertanyaan ozy.

"Okok.." kata ozy walau pun sebenarnya dia masih heran. Setelah mendapat jawaban dari ozy, rio sgera menutup sambungan telponnya.

"Ya kak?? Mau ngomongin apaan??" tanya ozy saat memasuki kamar rio.

"Duduk dulu zy.." suruh rio. Ozy pun menuruti kakanya.

Ozy dan rio duduk berhadapan di atas kasur rio.

"Baca.." suuh rio sambil memberikan ozy kertas putih hasil labnya. Ozy membaca kata-kata yg trtera disana dengan teliti. Dan matanya berhenti membaca saat menemukan tulisan 'Mario Stevano positif (+) mengidap kanker otak stadium 3'.

"I..ii..ni..se..rius kak??" tanya ozy terbata-bata sambil menatap kakaknya yg tertunduk lesu. Berharap kata-kata yg akan diucapkan kakaknya adalah 'enggak, becanda doang'. Tpi ternyata harapan ozy hanya sebuah harapan saat melihat kakaknya mengangguk kecil. Anggukan kakaknya itu, sukses membuat mata ozy terasa panas. Perlahan, butiran air hangat itu mengalir di pipi ozy. Ozy langsung memeluk kakaknya, dan menangis dalam pelukan rio. Sementara rio, terlihat lebih tegar. Dia hanya tersenyum kecil sambil membalas pelukan ozy dan mengelus-ngelus punggung adiknya.

"Mama papa udah tau zy. Secepatnya mereka pulang.." kata rio yg hampir sama dengan berbisik. Walau pun dia tidak menangis seperti ozy, tapi hatinya menangis, dan terus menangis meratapi nasibnya sendiri. Setelah merasa cukup lega, ozy melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Lalu menatap rio dalam. Kakaknya itu tersenyum melihat ozy, membuat ozy mrasa semakin sesak.

"Bahkan senyumnya nggak hilang di saat seperti ini, walau pun ada yg beda dari snyum itu." batin ozy.

"Adek gue cengeng juga ternyata. Loe udah mau SMA loe zy.." kata rio sambil mengacak-ngacak rambut ozy dan tertawa kecil.

"Kenapa loe bisa tetap senyum kak??" tanya ozy dengan suara serak. Rio mengerti maksud ozy, dan smakin melebarkan senyumnya.

"Dokter chiko bilang, semua yg kita dapat di dunia ini anugrah, termasuk penyakit gue. Jadi gue hanya bisa nerima anugrah itu, walau pun terlalu pahit. Dan gue hanya bisa menghadapinya." jawab rio.

"Dan gue terlalu terpuruk sampai-sampai air mata gue nggak bisa mengalir" tmah rio dalam hati.

Meski pun bingung dengan jawaban rio yg menurutnya sedikit tidak masuk akal, ozy membalas senyum kakaknya. Merasa bangga punya kakak yg setegar ini.

"Kak ify tau kak??" tanya ozy. Rio merasa ada pukulan kecil di dadanya saat mendengar nama ify.

Dengan wajah datar yg terlihat jelas kesedihan disana, rio menggeleng.

"Mungkin gue nggak akan kasih tau ify atau pun yg lain. Cukup gue, elo, mama, dan papa doang yg tau." jawab rio pelan.

"Tapi kak, loe butuh mereka. Siapa yg mau jagain loe klo loe lagi nggak sama gue??" bantah ozy.

"Biar gue sendiri yg jaga diri gue. Gue nggak mau ngerepotin mereka semua" jawab rio.

"Tap.." belum sempat ozy menyelesaikan omongannya, rio udah motong duluan.

"Pliss zy. Loe nggak usah bantah. Ini udah kputusan gue. Gue mohon loe terima dan jalaninnya. Jangan kasih
tau siapa-siapa soal ini." potong rio. Ozy menghela nafas, lalu mengangguk.

Dia tau, sekeras apa pun dia membujuk rio, nggak akan berhasil. Rio sudah bulat akan tekatnya. Bisa dilihat dari sorot matanya yg penuh kegigihan.

"Zy, loe masak ya.. Apa aja terserah. Keadaan darurat, ify gue suruh pulang." suruh rio. Ozy tersenyum geli melihat kakaknya itu. Yang terpenting baginya, kekonyolan, senyum, tawa rio tdk hilang. Apa pun akan dilakukannya agar semua itu tidak dimakan oleh penyakit rio sekarang.

"Okok.." jawab ozy ceria.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar