"KAK RIIO!!!!" pekik ozy saat menemukan rio tergeletak di lantai kamarnya dengan darah segar yang mengalir di dahinya. Dengan penuh perasaan khawatir, ozy segera menghampiri rio dan mengangkat kepala rio dan meletakkannya di atas pahanya sendiri. Ozy menepuk pelan pipi rio.
"Kak, loe kenapa lagi??" tanya ozy dengan nada cemas.
Rio sama sekali nggak menjawab. Hanya erangannya yang terdengar dan matanya yang seperti mengerjap-ngerjap.
"Aargh.." erang rio yan terdengar begitu menyakitkan di telinga ozy. Tanpa sadar tangan rio menggapai-gapai sesuatu, seolah sedang ada yang dicari tangan itu. Dan tangan rio menemukan tangan ozy dan segera mengenggamnya dengan sangat kuat. Ozy sedikit mengerang saat rio tiba-tiba mengenggam erat tangannya. Memang bukan yang pertama kali tangan ozy menjadi media rio untuk menahan rasa sakitnya dan sekaligus menjadi media bagi ozy untuk mengetahui betapa sakitnya yang
dirasakan rio.
"Kak, tahan bentar ya.." kata ozy lembut lalu menarik nafas dan berteriak memanggil mamanya.
"Maaa...!!" teriak ozy.
"Maa... Bi surtii..!!" teriak ozy lagi.
"Heii...siapa pun yang denger, tolong..!!" kata ozy terus berteriak. Tapi hasilnya tetap sama. Sama sekali
nggak ada yang menyahuti teriakannya.
"Aaakh...pada kemana sih??" gertu ozy, lalu menatap sendu wajah rio yang memucat dan keringat dingin yang mengalir di pelipisnya.
Ozy menghela nafas saat melihat darah mengalir dari dahi rio. Dengan sigap ozy membuka kaos yang digunakannya lalu menempelkan kaosnya ke dahi rio yang terluka.
"Maa...!! Bi surtii.!!" teriak ozy lagi dan berdoa dalam hati semoga ada yang mendengarnya.
"Iya den.. Yaa ampun, den rio kenapa??!" jawab dan tanya bi surti kaget. (bi surti ==> pembantu riozy sekeluarga sekarang. Dan suaminya menjadi sopir keluarga riozy)
Dengan sigap bi surti pun segera menghampiri ozy dan rio dan ikut bersimpuh di sisi kiri rio.
"Bi, bantu ozy angkat kak rio ke kasur ya bi.." kata ozy.
Bi surti mengangguk dan segera membantu ozy mengangkat rio dan menidurkan rio di atas kasur. Matanya juga menatap majikannya itu sedih.
"Kenapa dia harus punya penyakit kaya gini tuhan.." batinnya.
Bi surti sudah menganggap rio seperti putranya sendiri, termasuk ozy. Baru dua hari bekerja di sana, dia dan suaminya sudah mendapatkan perlakuan yang baik dari keluarga itu. Malah terlalu baik menurutnya. Baik ozy maupun rio sangat sopan padanya. Sama sekali tidak memperhatikan statusnya di keluarga itu yang hanya seorang pembantu dan sopir.
"Apa pentingnya status sih bi.." kata riozy kompak saat dia menanyakan mengapa mereka berlaku sebaik itu. padanya.
"Bi, tolong panggilin mama sama mang joko ya bi.. Kak rio harus ke rumah sakit sekarang. Trus bibi ke atas lagi dan bawa handuk kecil buat luka kak rio." kata ozy membuyarkan lamunan bi surti.
Bi surti kembali mengangguk, dan bergegas ke bawah menalankan tugas
dari ozy. Seperginya bi surti, ozy menghela nafas berat. Kalau bukan karna permintaan rio dulu, pasti air matanya sudah banjir sekarang. Rahang ozy pun sudah kaku menahan perik di tenggorokannya. Ozy melirik tangannya yang masih digenggam erat rio. Sedikit sakit memang, tapi itu bukan apa-apa dibanding yang dirasakan rio. Walau pun rio hanya setengah sadar, tapi dia terus menggeliat kesakitan sambil terus mengerang. Sesekali rio berkata 'sakit' dengan terbata-bata. Keringat dingin terus mengalir dari pelimisnya. Ozy lalu mengalihkan perhatiannya ke kaki rio. Hal yang paling ditakuti kelarganya sekarang. Kaki itu tidak bergerak sama sekali. Hanya terseret kecil karna badan rio yang terus menggeliat. Dan ozy kembali menghela nafas lalu menatap dahi rio yang tadi terluka dan sedang ditekannya dengan kaos yang digunakannya tadi.
"Pasti gara-gara kaki loe ya kak?? Makanya dahi loe bedarah gini." batin ozy.
Ozy menoleh ke arah pintu kamar rio karna mendengar derap langkah yang pasti milik mamanya, bi surti,dan juga mang joko.
"Ya..tuhan..rio..!!" pakik bu dewi di ujung pintu dan segera berlari ke arah putra tertuanya itu.
"Rio kenapa lagi zy??" tanya bu dewi sambil mengelus tangan rio. Ozy menghela nafas. " Ngedrop lagi ma." jawab ozy singkat.
"Trus dahinya??" tanya bu dewi lagi. Dengan lesu ozy menunjuk kaki rio. Bu dewi langsung menghela nafas berat, mengerti akan maksud ozy.
"Joko, surti, bantu angkat rio ke mobil ya.." kata bu dewi. Tanpa babibu lagi, mang joko dan bi surti langsung bergegas menuruti perintah bu dewi.
****
"Gimana keadaan rio dok??" tanya bu dewi saat dokter chiko selesai memeriksa rio. Dokter chiko menggeleng kecil, lalu menghela nafas.
"Dia sudah tenang sekarang. Sudah bisa dijenguk. Dan sebaiknya kita bicara diruangan saya aja bu.." jawab dokter chiko, lalu melangkah mendahului bu dewi.
"Zy, liat kakak kamu sana." suruh bu dewi singkat.
Setelah ozy mengangguk, bu dewi pun mengikuti langkah pak chiko menuju ruangannya.
****
Ruangan dokter chiko...
"Sama seperti kemaren bu. Kondisi rio semakin buruk. Sama sekali nggak ada kemajuan." kata dokter chiko.
"Apa benar-benar nggak ada harapan lagi buat anak saya dok??" tanya bu dewi dengan nada penuh harap.
"Maaf bu. Tapi penanganan seperti apa pun sudah terlambat sekarang. Ibu bisa liat kakinya kan?? Cepat atau lambat, kaki itu bisa saja lumpuh." jawab dokter chiko penuh prihatin.
Bu dewi menghela nafas. "Operasi??" tanyanya singkat dengan nada penuh putus asa.
"Kalau pun bisa, kemungkinannya sangat kecil bu. Malah, bisa saja operasi itu berdampak lain, dan bisa saja dampak yang paling kita tidak inginkan." jawab dokter chiko.
Bu dewi menghela nafas, butiran bening mulai tampak dari kedua pelupuk matanya.
"Jadi memang nggak ada lagi harapan rio untuk sembuh dok??" tanya bu dewi lirih.
"Serahkan semuanya pada yang di atas bu. Mungkin penanganan apa pun bagi rio memang sudah terlambat sekarang, tapi kesembuhan rio, tetap ada pada tangan-Nya. Kita hanya bisa berusaha dan terus berdoa untuk rio." jawab dokter chiko. Ada nada keraguan di sana.
Mendengar jawaban dokter chiko, tetesan butiran bening yang sejak tadi ditahan bu dewi akhirnya jatuh juga. Membentuk dua aliran sungai kecil dikedua pipinya.
"Saya masih belum siap kalau harus kehilangan rio sekarang dok. Sama sekali belum siap.." ujar bu dewi pedih. Dokter chiko menanap sosok bu dewi dengan pedih lalu segera berdiri dari duduknya dan menghampiri bu dewi. Dokter chiko mengusap lembut pundak bu dewi, menenangkannya.
"Saya pun akan terus berjuang bu. Semua yang terbaik akan saya berikan pada rio. Juga nggak mudah bagi saya kalau harus melepas rio. Pasien bandel, usil, selalu berlagak kuat, tapi terlalu
rapuh." kata dokter chiko pelan.
****
Ruang rawat rio...
"Kak.." panggil ozy pelan begitu masuk ruang rawat rio. Tampak rio tersenyum tersenyum lemah membalas panggilannya. Tanpa berkata apa-apa ozy langsung duduk di kursi sebelah kasur rio.
"Mama mana zy??" tanya rio masih terdengar lemah.
"Ke ruang dokter chiko. Gimana keadaan loe kak??" jawab dan tanya ozy balik.
"Seperti yang loe lihat." jawab rio singkat sambil tersenyum kecil. Dan mereka diam. Ozy mengalihkan perhatiannya pada televisi yang baru dihidupkannya, sambil mencari tayangan yang cukup bagus untuk dinikmatinya siang ini. Tapi percuma, sebagus apa pun tayangan yang ditemukannya tetap saja tidak bisa membuat perasaannya sedikit lebih baik.
Ozy merasa begitu gundah setelah melihat gelengan dokter chiko tadi. Takut terjadi sesuatu pada rio. Ozy menghela nafas. "Semoga semuanya baik-baik aja." batinnya. Rio menatap ozy pedih. Melihat raut sedih adiknya dan helaan nafas penuh putus asa.
Pandangan rio lalu beralih pada pergelangan tangan kiri ozy. Ada bekas bewarna kemerahan disana.
"Zy, lain kali kalau gue kumat loe nggak usah dekat-dekat gue ya.." kata rio masih terdengar lemah.
Ozy melihat rio penuh tanya sambil mengerutkan keningnya.
"Maksud loe??" tanyanya.
"Dari pada loe lecet mulu." jawab rio singkat sambil menunjuk ke arah pergelangan tangan ozy yang dimaksudnya.
Ozy semakin mengerutkan keningnya. Kali ini dengan perasaan sedikit kesal. Merasa bosan dengan sikap rio.
"Heh kak! Bisa nggak sih loe, sedikit aja nggak kaya gini??! Bisa nggak sih loe nggak selalu bersikap SOK KUAT??! Bisa nggak sih loe nggak terlalu merasa loe itu BISA??! Bisa nggak sih loe sedikit aja nggak merasa TERLALU SUNGKAN??! Gue muak kak! Loe selalu aja merasa loe itu merepotkan! Selalu merasa kami semua nggak harus bersikap seperti yang seharusnya kami lakuin buat loe! Wajar kak, wajar kalau kami bersikap kaya gini ke elo. Termasuk gue! Loe fikir bisa mudahnya gue liat loe kumat, ngeliat-ngeliat kesakitan, mengerang, dan nggak berdaya tanpa lakuin apa-apa??! Loe fikir gue bisa tetap ngakak waktu elo lagi kesakitan??! Jawabannya ENGGAK!! Gue pasti bakal selalu lakuin apa aja yang bisa gue lakuin buat loe! Termasuk biarin loe ngungkapin rasa sakit loe lewat tangan gue ini! Dan WAJAR kak!! Wajar kalau gue kaya gini ke elo. Dan loe nggak perlu ngerasa bersalah! NGGAK PERLU!! Karna segigih apapun loe larang-larang gue dan kami semua, kami nggak akan pernah berenti! Karna emang ini yang harus kami lakuin buat elo!" kata ozy mengeluarkan segala unek-uneknya dengan penekanan di beberapa kata. Ozy berhenti sejenak untuk mengambil nafas.
"Kak..pliss.. Jangan kaya gini terus. Pliss.. Loe nggak perlu sesungkan ini kak. Jangan suruh kami untuk jadi
orang yang nggak berarti. Ngebiarin loe sendiri. Jangan kak. Jangan... Kami semua nggak akan pernah berenti ngelakuin ini semua ke elo. Jadi jangan suruh kami untuk berhenti. Kami nggak akan pernah keberatan kalau elo butuh kami semua. Kapan pun kak. Pliss jangan kaya gini.." lanjut ozy. Kali ini dengan sedikit lembut. Rio menatap ozy datar, membiarkan adiknya itu mengungkapkan semua unek-uneknya.
"Udah??" tanya rio datar ketika ozy berhenti bicara. DEngan perasaan masih campur aduk, ozy mengangguk.
Rio menghela nafas,
"Zy, loe nggak tau gimana perasaan gue. Loe nggak tau betapa gue benar-benar merasa nggak berguna. Loe nggak tau betapa sakitnya hati gue. harus melihat elo, mama, atau siapa pun menangis buat gue. Menangis, menyesali semuanya. Loe nggak tau betapa sakitnya gue setiap melihat kalian berkorban buat gue, kerepotan karna gue. Gue nggak mau jadi beban bagi hidup kalian. Karna gue tau, penyakit ini benar-benar bikin gue nggak berguna, bikin gue nggak bisa apa-apa, bikin gue slalu bergantung pada kalian semua. Itu juga alasan gue kenapa gue nyembunyiin penyakit ini dari teman-teman gue, dari ify, dari semua orang yang berada di sekitar gue. Alasan gue selalu brusaha kuat di depan kalian. Karna gue nggak mau bikin kalian semua ikut sedih karna gue. Kalau gue boleh minta zy, gue akan minta jalan hidup gue berhenti sekarang juga, dari pada gue harus berlama-lama bikin kalian kerepotan. Bikin kalian setiap saat harus was-was sama keadaan gue. Dan gue juga juga udah capek sama semua ini. Semua kebohongan gue. Sama rasa sakit yang sedikit pun nggak pernah iba sama gue. Gue lebih milih berhenti sekarang juga dari pada ini semua harus berlanjut zy. Gue bukan orang sekuat itu, yang bisa terus berusaha, terus bertahan, terus bersemangat untuk sembuh. Tapi jika memang kesembuhan yang digarisi buat gue, gue harap tuhan akan berbaik hati memberikannya secepatnya buat gue. Dan kalau memang garis hidup gue, harus berlama-lama rasain sakit ini dan akhirnya tetap aja gue nggak sembuh, gue sangat berharap tuhan memberikan kematian secepatnya buat gue." jelas rio.
Tanpa berkata apa-apa ozy langsung memeluk kakaknya itu, menangis dalam pelukan rio. Dari penjelasan rio tadi, cukup untuk membuat ozy mengerti dan sadar betapa kakaknya yang menurutnya selalu sok kuat itu ternyata menyimpan beban hati sebesar itu. Dan dari balik pintu ruang rawat rio, seorang wanita paruh baya ikut menangis tersedu mendengar penjelasan putra tertuanya itu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar