Minggu, 31 Juli 2011

Pembantu Baruku part 24 (re-post)

Sepulangnya ify, rio mendadak lesu. Sambil terus mendesah, rio tidur-tiduran di karpet kamarnya. SEmentara ozy, memperhatikan kakaknya itu dengan pandangan yg sulit di mengertii. Rasa iba menjalari hatinya melihat rio seprti itu.

"Kak?" panggil ozy.

"Mmm.." jawab rio sekenanya.

"Kenapa loe nggak bisa jujur sama perasaan loe sendiri?? Apa susahnya sih?? Bohong terus kaya gini bakal bikin loe tambah sakit kak.." kata ozy dengan suara lembut.

Rio menoleh ke arah ozy yang duduk di kursi di depan meja belajarnya. Lalu tersenyum kecil.

"Lebih baik gue yang sakit zy, dari pada mereka semua, terutama ify." jawab rio pelan.

"Tapi mau sampai kapan loe trus bohong kayak gini kak. Gue yakin, suatu saat mereka akan tau. Dan klo loe nyembunyiin lebih lama, pasti bakal lebih sakit saat mereka tau nanti." nasehat ozy lagi.

Rio kembali trsenyum kecil. Senyum kepedihan.

"Gue nggak akan kuat liat wajah sedih mereka semua zy. Apa lagi kalau liat dia nangis. Pengecut ya gue?? Yah...setiap orang emang nggak sekuat keliatannya. Dan gue, gue nggak akan sanggup kalo harus liat raut dan air mata kepedihan itu." kata rio sambil tersenyum ketir.

"Selama ini, kak rio yang gue kenal, nggak pernah serapuh ini. Tapi kenapa sekarang loe jadi kaya gini kak. Jujur, sejak loe tau penyakit loe itu, gue
kehilangan kak rio gue yang biasanya. Kakak gue selalu tersenyum lebar, lepas, dan nggak ada lengkung kecil membentuk sudut kepedihan seperti sekarang ini. Sorot matanya selalu tajam dan bersemangat, bukan sayu dan penuh keputus asaan sperti sekarang. Tawanya begitu renyah ditelinga gue, nggak ada bunyi tangisan dan erangan kesakitan, seperti tawa loe sekarang. Gue kangen elo yang dulu kak.." kata ozy lirih membuat rio menatap adiknya itu pedih.

"Mungkin sosok gue yang dulu udah dimakan sama penykit sialan ini zy. Dan mungkin nggak akan pernah kembali. Maaf.. Gue bukan orag kuat seperti yg loe kenal selama ini. Sekuat apa pun seseorang pasti ada titik lemahnya kan?? Dan mungkin, gue udah benar-benar kalah sekarang, melawan penyakit ini." kata rio.

Ozy menanap kakaknya itu dengan mata yang semakin terasa panas sekarang. Sekuat mungkin ditahannya butiran mutiara bening yang memaksa untuk turun itu.

"Gue rela lakuin apa pun kak, asal loe kembali menjadi kak rio gue yang dulu.." kata ozy dengan suara pelan dan bergetar.

Dan rio haya bisa membalas perkataan adiknya itu dengan senyum barunya sekarang. Dan hanya bisa diam.

****

"Rio!! Ozy!!" seru mama mereka berdua saat melihat kedatangan dua putranya itu.

"Hue...mama!! Ozy kangen..." balas ozy sambil memeluk mamanya.

"Aduh...anak mama makin ganteng aja, tambah tinggi juga, baru ditinggal 2 bulan." komentar mama dewi saat membalas pelukan ozy.

Ozy lalu melepas pelukannya, lalu menyalami papanya dan berpelukan,

"Tapi masih tetap manja, nggak berubah sama sekali." kata papa candra *buahaha..nama ngarang semua*

"Rio??" gumam mama dewi saat melihat putra tertuanya itu. Sosok rio berubah menurut ingatannya. Sekarang jadi lebih tinggi tapi malah lebih kurus badannya. Kulitnya juga memutih, tepatnya pucat. Dan tubuh rio nggak setegap biasanya. Sorot matanya yang sayu dan sorot keputus asaan. Senyum putranya itu juga berbeda sekarang. Senyum itu, senyum kepedihan. Batinnya terkoyak melihat sosok baru putra tertuanya itu. Dadanya terasa sesak. Dengan penuh berusaha menahan pedih di hatinya, direntangkannya kedua tangannya itu, seolah-olah membarikan isyarat pada putranya itu untuk memeluknya. Melepas rindu antara ibu dan anak itu. Tanpa berkata-kata mereka berdua berpelukan. Bukan karna apa-apa tapi rasa perih itu membuat keduanya tak tau harus berkata apa, begitu pula dengan dua orang yang mengamati mereka dari belakang. Wajah sendu terlukis diwajah pak candra dan butiran air hangat itu mulai berkumpul dipelupuk mata ozy.

"Ma, emm...bisa dilepas sekarang?? Malu diliatin orang.." celetuk rio sambil nyengir menatap mamanya itu.

"Ugh..kamu itu ya yo.." jawab bu dewi sambil melepas pelukannya, lalu mengacak-acak rambut putranya itu. Sementara rio pasrah dengan rambutnya yg akan berantakan setelah ini, tapi jujur, rasa nyaman menyelimuti dirinya saat sentuhan kasih ibu terpancar setiap kulit tangan mamanya itu menyentuh rambut dan kulit kepalanya.

"Gimana kabar kamu yo??" tanya pak candra kepada anaknya itu, membuat rio menoleh ke papanya.

"Dibilang baik nggak juga pa, untuk ukuran normal. Tapi untuk yang sekarang, ya....lumayanlah pa.." jawab rio sambil tersenyum kecil. Sekarang gantian pak candralah yang mengacak-acak rambut rio.

"Kenapa loe zy??" tanya rio melihat wajah ozy yang agak murung dan matanya merah.

"Biasa, tau lah loe kak. Kan gue masih butuh adaptasi.." jawab ozy dengan senyumnya.

"Kelamaan adaptasinya." kata rio sambil senyum kembali.

"Ma, pa, pulang yuk. Tapi sebelum pulang, makan dulu. Hehehe...laper." kata ozy sambil nyengir dikalimat terakhirnya. Mama riozy mengeleng tegas.

"Nggak! Makan dirumah aja. Biar mama yang masak." katanya nya tegas.

"Yah...." riozy barengan menunjukkan muka kecewanya.

"Makan sembarangan nggak baik buat kamu rio.. Udah ngikut aja." kata bu dewi. Sementara pak candra cuma tersenyum dan ikut mengangguk tegas ketiga kedua putranya itu meminta dukungan.

****

"Eng...ma, pa, rio mau minta tolong sesuatu." kata rio memecah keheningan saat mereka sekeluarga makan siang.

"Mmm.." saut pak candra.

"Gini..mama sama papa jangan pernah asih tau siapa-siapa tentang penyakit rio ini ya.." kata rio dengan nada ragu. Dan tepat saja, kedua orang tuanya itu menatap rio tajam, meminta penjelasan atas permintaan putranya itu. Sementara ozy memilih diam, dia sudah menduga kakaknya juga akan meminta orangtuanya ikut menyembunyikan masalahnya itu.

"Nggak ada maksud apa-apa kok ma, pa. Cuman nggak mau yang lainnya tau dulu." jelas rio sambil tesenyum miring. Senyum keraguan orang tunya akan setuju.

"Sampai kapan??" tanya pak candra.

"Emm..sampai...sampai...sampai kapan mereka bisa tau sendiri." jawab rio penuh keraguan.

"Maksud kamu nggak ada yg boleh kasih tau siapa pun soal penyakit kamu sampai mereka tau sendiri, atau bisa dibilang bisa jadi selamanya nggak dikasih tau, kecuali..emm itu???" tanya bu dewi meminta kejelasan rio. Rio mengangguk kecil.

"Gila kamu yo!!" kata bu dewi.

"Tapi ma, pliss.....rio nggak bisa jelasin alasannya karna mama papa pasti nggk bakalan ngerti. Tapi pliss.....jangan kasih tau siapa-siapa... Ya ma...pa... Rio mohon..." kata rio dengan nada yang sedikit ditinggikan dan wajah memelas.

"Tapi yo..kalau mereka tau, pasti mereka bisa bantu jagain kamu kalau kamu tiba-tiba knapa-napa. Kamu tau sendiri kan, dengan keadaan kamu yang seperti sekarang ini, kamu bakal lebih...ya...lemah." bantah bu dewi.

"Rio bisa jaga diri kok ma.. Lagian ada alvin yang udah tau. Pokoknya jangan kasih tau siapa-siapa kalau rio nggak minta, atau emang keadaannya memaksa. Ya ma, pa... rio mohon..." pinta rio lagi.

"Terserah kamu yo..kalau emang menurut kamu itu yang terbaik, papa mama nggak bisa maksa kamu lagi." kata pak candra.

"Pa!!!" seru bu dewi sambil menatap tajam suaminya itu.

"Kalau itu bisa bikin dia senang dan tenang kenapa enggak ma.. Yang penting selama itu bisa bikin kondisi rio baik-baik aja. Kita cuma bisa ngawasin dia." jelas pak candra.

Bu dewi lalu menghela nafas panjang dan kemudian megangguk, sambil berharap keputusannya ini benar-benar yang terbaik.

****

Pagi yo.." sapa ify.

"Yo.." panggil ify lagi karna rio nggak jawab sapaannya dan tetap duduk dikursi dengan tatapan lurus kedepan dan kosong.

"Rio.." panggil ify lagi, tapi rio tetap diam, nggak nyaut atau pun bereaksi sama sekali.

"Rio...rio...rio..." panggil ify lagi sambil menggoncang-goncang bahu rio dengan kedua tangannya.

Rio terkesiap kecil, lalu melepaskan tangan kiri ify dengan tangan kanannya lalu memandang ify dengan tajam.

"Biasa aja fy, pusing gue.." kata rio lalu berdiri.

"Yee...salah siapa di panggil nggak nyaut-nyaut. Ngelamunin siapa yo?? Gue ya??" jawab dan tanya ify.

"Sebagian." jawab rio sambil buka pintu rumahnya. Ify yang ngekor rio dari belakang mengerutkan dahinya, bingung.

"Maksud loe??" tanya ify yang dijawab rio dengan mengangkat bahunya.

"Ma..rio berangkat dulu. Zy..mau bareng nggak??" teriak rio pake toa.

"Iya...hati-hati yo... Ify nya juga, jangan ngebut." jawab mama rio ikutan pake toa.

"Kak rio....tunggu... Gue nebeng elo sama kak ify.. Bentar... 3 menit lagi..." si ozy juga ikutan pake toa.

"Yaudah cepet.." teriak rio lagi yang tertuju pada ozy.

Setelah teriak, rio kembali duduk di kursi terasnya tadi. Sementara ify berdiri berkacak pinggang di depan rio.

"Berisik amat keluarga loe yo. Perasaan kemaren-kemaren malah sepi amat ni rumah." komentar ify.

"Gue capek ke dalem fy." jawab rio singkat.

"Yah..elo sih nggak ngapa-ngapain juga udah males yo." kata ify. Tapi sayangnya, rio kembali diam, nggak nyaut sama sekali.

Ify merhatiin rio yang kembali seperti tadi. Rio kembali melihat lurus kedepan dengan tatapan kosong. Dan disela-sela lamunannya, dia menghela nafas panjang.

"Mikirin apaan yo??" tanya ify. Rio menjawab dengan menggeleng.

"Gue ya??" tebak ify dengan maksud becanda.

"Sebagian." jawab rio singkat membuat ify kembali menatap cowok disampingnya itu heran.

"Maksud loe??" tanya ify. Tapi rio hanya menggeleng, nggak jawab sama sekali.

"Makin lama loe makin nyebelin yo.." kata ify lalu melengos.

"Bagus deh kalo gitu." jawab rio lagi sambil terkekeh kecil. Emm..terdengar miris.

"Maksud loe??" tanya ify lagi. Semakin bingung sama cowok satu itu. Tapi seprti tadi, rio hanya menggeleng. Dan ify, kembali melengos.

"Emm..elo jadi buka perban sekarang kan yo?? Udah bikin janji sama dokternya??" tanya ify sekedar berniat agar cowok itu mau lebih banyak bicara. Akhir-akhir ini rio sedikit pendiam.*2 hari yg lalu diskip lagi biar pendek ya.^^*

"Udah. Pulang sekolah langsung ke RS aja." jawab rio tanpa mengalihkan pandangannya ke ify.

"Gue jadi ikut kan??" tanya ify lagi. Rio kembali hanya mengangguk.

"Hai..kakak-kakak.. Gue siap! Hayu..berangkat.." seru ozy tiba-tiba dengan senyum manisnya membuat rio dan ify berdiri dari duduknya.

"Loe telat 1 menit zy. Yuk berangkat." ajak rio sambil tersenyum kecil lalu berjalan menuju mobil ify yang teparkir rapi di halaman rumahnya. Ify dan ozy menikuti langkah rio dari belakang.

****

Teng.....teng.....teng.....

Bel dari surga itu pun berbunyi dengan lantangnya membuat seluruh murid sma nusantara bersorak gembira dalam hatinya.

"Baiklah..sekarang kalian boleh pulang. Jangan lupa tugasnya dikumpul besok." kata bu winda menutup pelajarannya di kelas XII IPA 1.

Seiring dengan langkah bu winda keluar dari kelas, seisi kelas pun langsung membereskan buku-buku dan alat tulis mereka, bersiap untuk pulang.

"Yo, nggak ke kelas ify loe??" tanya alvin ke rio yang lagi tidur dengan ranselnya yang dijadikan bantal dari awal pelajaran bu winda tadi.

"Biar dia aja yang nyusulin gue ke sini vin." jawab rio lesu. Alvin mengernyitkan dahinya.

"Kumat lagi yo??" bisik alvin dengan nada khawatir.

"Nggak. Pusing doang." jawab rio pelan.

"Perasaan gue doang atau loe emang sering banget sakit ya yo??" tanya cakka sambil menyandang tasnya diiringi dengan anggukan setuju dari gabriel.

"Iya..gara-gara elo. Bikin setres gue tiap hari." jawab rio asal sambil mengangkat kepalanya.

"La?? Kenapa gue??" tanya cakka bingung sambil nunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya.

"Kidding bro.." kata rio sambil nepuk-nepuk pundak cakka lalu berdiri dan menyandang tasnya.

"Kabur kemana lagi loe?? Hari ini gue itung udah 2 kali loe kabur gitu aja." tanya gabriel.

Rio nggak menjawab, tapi malah menunjuk ify yang sudah bediri di depan kelasnya.

"Bye.." tambahnya.

"Kami duluan ya semua.." pamit ify sambil melambaikan tangannya dan berlalu keluar kelas diiringi rio dibelakangnya.

"Vin, tu anak dua kenapa??" tanya cakka sambil menunjuk rio ify yang udah keluar kelas.

"Kenapa gimana??" tanya alvin balik.

"Si rio kenapa??" tanya cakka lagi.

"Maksud loe??" tanya alvin balik (lagi).

"Jah..elo vin. Itu pasangan rify kenapa?? Kok nggak semesra biasanya?? Si rio kenapa dingin gitu??" sekarang giliran gabiel bertanya.

"Ya, mana gue tau. Tanyain sama orangnya langsung sana." jawab alvin cuek meski tau yang sebenarnya.

"Yah...harusnya kan elo tau vin. Kan loe yang lebih sering berduaan sama rio.." kata cakka yang sukses membuat jitakan alvin mendarat dikepalanya.

"Maksud loe??" tanya alvin garang.

"Hehehe....mksudnya elo lebih sering bareng rio dari pada kita-kita." jelas cakka sambil nyengir.

"Huh! Udah, pulang loe cak. Gue duluan." kata alvin dan segera berlalu.

"Loe sih ngomong nggak jelas." kata gabriel begitu alvin keluar kelas.

"Kok gue yang salah mulu sih??" tanya cakka sambil nunjuk dirinya lagi.

"La..emang loe nggak pernah bener. Gue duluan ya, mau jalan sama via soalnya. Bye.." jawab dan pamit gabriel. Sementara cakka merenggut kesal.

****

"Gimana yo?? Masih sakit atau ngilu??" tanya si dokter yang lagi mukul-mukul pelan pergelangan tangan kiri rio. Rio menggeleng.

"Coba kamu gerakin pelan tangan kamu." suruh dokter itu dan rio pun mengikutinya.

"Gimana??" tanyanya lagi.

"Udah nggak ngilu lagi kok dok. Masih nyut-nyutan dikit kalau digerakin agak kuat." jawab rio.

"Iya, biasa kok. Tunggu beberapa hari dulu sampai geraknya normal. Tangan kamu masih kaku." jawab dokter itu.

"Emm...gitu ya dok. Berapa hari lagi dok sampai benar-benar pulih??" tanya rio.

"Kira-kira 3 hari. Nanti kamu saya kasih obat, tapi rujuk dulu sama dokter chiko ya. Saya takut salah kasih." jawab dokter itu.

"Maksud dokter??" tanya ify heran, nggak ngerti dengan maksud salah obat dan kenapa harus rujuk dokter dulu.

"Emm...dokter chiko yang ngurus pertama itu lho fy." alih rio bohong. Ify mengernyitkan dahinya. Sementara dokter tulang itu menatap rio penuh tanya.

Rio memberi isyarat agar dokter itu diam, dan seketika dokter itu mengerti. Ify memang nggak tau dokter chiko itu siapa walau pun dia pernah ketemu sebelumnya waktu ngantar rio cek lab dulu.

"Emm...iya. Dokter chiko dokter awal yang ngurus rio dulu." kata dokter itu ikutan bohong.

"Maksudnya dok?? Nggak ngerti saya. Bukannya dari awal dulu udah udah sama dokter ya??" tanya ify.

"Emm...iya, tapi dari awal emang dokter chiko yang ngurus." kata dokter itu yang mulai bingung jawab apa lagi.

"Emm...loe aja nggak ngerti fy, apalagi gue. Udah..turutin aja." kata rio.

"Emm..iya deh. Gue nggak bakat urusan kedokteran." kata ify sambil tersenyum miring.

Seketika rio dan dokter tulang itu langsung bernafas lega.

"Emm...fy. Gue keluar dulu ya.. loe disini aja" kata rio, dan tanpa nunggu persetujuan ify, rio langsung ngacir keluar.

"Sorry...fy. Loe nggak boleh tau semua ini." batin rio.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar