Suasana siang ini masih sama. Masih menjadi jam-jam tersibuk dan terpadat dikantin sekolah yang sekejap saja sudah dipenuhi manusia-manusia yang sudah tak kuasa menanggung kelaparan juga kebosanan sejak jam pertama pelajaran dimulai pagi tadi.
Seperti biasa pula, Rio menghabiskan waktu istirahat pertamanya dengan beberapa temannya. Mengingat sang sahabat, Gabriel sudah lebih dulu mencuri start untuk makan siang berdua Shilla, kekasihnya. Maka kali ini Rio lebih memilih duduk berhadap-hadapan dengan beberapa anak dari kelas penjurusan ips, Lintar, Patton serta pemuda berwajah imut yang biasa disapa Ozy yang ia kenal melalui ekskul musik.
"Ntar siang kita ekskul ?", Lintar laki-laki hitam manis yang dikenal berwajah tanpa ekspresi ini bertanya dengan tampang datarnya.
"Iyalah, inikan rabu.", jawaban acuh terdengar dari Ozy yang masih saja asyik mengaduk soto ayam kepunyaannya.
Sementara itu, Rio yang berada ditengah ketiganya masih asyik berkutat pada layar handphone touchscreennya. Mengabaikan sepiring siomay berbau sedap yang menjadi dingin biasa saja dihadapannya.
"Hai yo !", sapa seorang gadis cantik berkulit putih yang sekedar lewat didepan mejanya.
Rio mendongak. "Oh hay ze.", sahutnya sambil tersenyum. Sikapnya yang biasa selalu welcome pada siapa saja. Justru itulah yang membuat Patton dihadapannya menekuk wajah. Gadis yang menyapa Rio tadi, Zevana. Bidadari cantik yang diklaim Patton akan menjadi jodohnya. Tapi sampai sekarangpun tak ada tindakan berarti untuk sekedar mendekati gadis incarannya itu.
"Kenapa Rio aja yang disapa ? Gue nggak.", desah Patton sedikit kesal. Sementara Rio masih asyik menekuni layar benda pintar ditangannya sambil nyengir kuda mendengar temannya itu kesal. Setelah meletakkan handphonennya disamping piring siomay, barulah Rio menatap Patton dengan tampang geli.
"Makanya elo kalo suka bertindak. Jangan diem ditempat.", nasehat Rio pelan.
"That's right tuh yo ! Cuma ngandelin kepercayaan doang kalo si Zevana bakal jadi jodohnya apa bisa ?!", sambung Ozy menggebu-gebu sambil mengacung-acungkan sendok makan dihadapan Patton.
"Gue mesti ngapain ?"
"Dikejar, didapetin, dipacarin abis itu.", Ozy tampak bangga dengan perkataannya barusan. Mengundang tawa pelan dari Lintar yang sedari tadi justru sebagai pendengar setia saja diantara mereka. Rio mengangguk-angguk setuju. Tapi kemudian matanya terpatri pada seseorang yang hendak melewati mejanya membawa sebuah gelas berisi es jeruk dan sepiring mie goreng.
"Hei fy !", sapanya ramah. Ozy, Patton langsung menatap Ify serentak. Sementara Lintar masih menyuap bakso kuahnya baru kemudian ikut menatap gadis itu.
"Hei yo.",
"Cek handphone fy.", perintah Rio lembut. Ify yang semula tersenyum sedikit malu langsung mengernyitkan dahinya bingung. Tapi kemudian ia sedikit menunduk, mengamati lampu led ponselnya yang berada didalam saku seragam ternyata berkelip-kelip merah. Namun karena kedua tangannya membawa gelas dan piring, dibiarkannya dulu.
"Ehm...okey.", sahutnya pelan.
Tak tunggu waktu lagi Ify segera berlalu membawa makanan dan minumannya dimeja kosong yang tak jauh dari meja Rio. Setelah meletakkan piring dan gelasnya diatas meja, gadis itu segera merogoh sakunya untuk mengeluarkan handphonennya yang dalam keadaan silent.
Siang ini dilapangan basket ya fy.
Sebuah pesan singkat terdiri dari enam baris kalimat langsung mengembangkan senyum Ify. Ribuan pemain perkusi sedang menabuh jantungnya. Sedang saat ini para dewa cinta sedang menggodanya habis-habisan. Meninggalkan semburat lembut berwarna merah jambu dikedua pipinya yang kian menghangat. Ify kemudian mengangkat wajahnya, menyambar manik mata elang diseberang sana yang juga mengawasinya dengan lembut. Pelan-pelan gadis itu mengangguk.
***
Entah untuk alasan apa, dua sosok itu kembali bertemu. Menciptakan susana lapangan sekolah yang sudah sangat sepi ditangkupi atmosfer romantis. Sejak tadi, sudah hampir setengah jam mereka duduk bersisian dibangku kayu ditepi lapangan, namun tak juga ada yang ingin memulai membuka bicara.
Gadis manis itu, yang lebih memilih menunduk sambil sesekali menggigit bibir bawahnya canggung terus menatap sepatu flatnya yang kini bergoyang-goyang kecil akibat dari gerakan kakinya. Sementara lelaki tampan disampingnya, justru sedang terlihat termenung sambil memandang pada suatu titik imajinasi yang ia ciptakan sendiri nun jauh disana. Sebuah gitar coklat mengkilap terdekap diantara perut dan kedua lengannya yang kekar.
"Ehm...yo ?", akhirnya rasa jenuh sedikit mampu membuat Ify membuka bibirnya. Jujur saja sedari tadi ia heran, apa maksud Rio memintanya kesini. Bertemu lagi. Berdua.
Suara lembut Ify berhasil mengaburkan keasyikan Rio yang sedari tadi justru termenung kosong. Ia mengusap wajah sebentar, baru kemudian mengubah posisi duduknya agar lebih bisa menghadap pada Ify sambil tertawa kecil. Dilihatnya gadis itu juga tersenyum. Menantinya mengucapkan maksudnya.
Gadis manis itu betul-betul masih membuat Rio terkesan. Sekaligus penasaran. Bahkan hingga hari ini siluet wajah berdagu tirus itu masih setia menangkup seluruh pikirannya. Menciptakan letupan-letupan kecil asing yang baru ia yakini bahwa istilah 'love at first sight' benar-benar ada. Mungkin bisa dikatakan begitu atau apapun lah selama itu mampu mendeskripsikan jalaran perasa halus yang akhir-akhir ini mulai merajut harinya.
Dari cara Rio menatapnya, fokus namun begitu lembut membuat Ify tahu jika ada yang ingin diutarakan oleh lelaki itu. Belum lagi tarikan nafas Rio yang menjadi terlihat tak wajar. Tertahan oleh sesuatu yang akan segera ia ungkapkan.
"Apa ?", tanya Ify yang semakin dibuat penasaran oleh one of the most top boy sekolah disampingnya itu.
Semuanya kembali hening. Rio masih bertahan dengan kediamannya. Hanya ada beberapa kata sederhana yang ingin ia susun menjadi seuntai kalimat manis dalam otaknya yang biasanya begitu brilian dalam memahami setiap mata pelajaran. Tapi tidak untuk kali ini. Sekarang-atau-tidak-sama-sekali-yo-!
"Kita pacaran yuk fy ?"
Ify menoleh kaget. Pertanyaan macam apa yang baru saja Rio katakan tadi ? Apapun arti dari sederet kata-kata barusan, yang jelas langsung efektif membuat gadis itu spot jantung mendadak. Dengan ekspresi yang seolah tak tahu harus berbuat apa, Ify menggerakkan bola matanya tepat pada bola mata hitam yang sedang berbinar dihadapannya. Menimbulkan gejolak yang lebih dahsyat dari sekedar pertanyaan singkat tadi. Sungguh keindahan yang tercetak sempurna pada dua mutiara kelam yang seangkuh berlian.
Rio menyeringai lucu saat ekspresi cengo diwajah cantik Ify tak juga sudah sejak ia selesai mengucapkan maksudnya tadi. Tampaknya gadis itu syok berat. Dengan gerakan pelan, telunjuk panjangnya menyentil lembut ujung hidung bangir Ify.
"Kalo tau reaksi lo kayak orang mau kesurupan gini, gue nggak jadi deh fy.", tegur Rio sambil terkekeh renyah, melihat masih betapa lucunya raut wajah Ify.
Ify langsung mengerucutkan bibir mungilnya dengan sebal. Ia tahu jika saat ini Rio mengerjainya sekaligus ehm...menembaknya. Mana mungkin tipe lelaki supel nan hangat seperti Rio mampu bertahan dalam kecanggungannya.
"Lo rese ah yo !", sungut Ify sambil memegang hidungnya yang tadi disentil Rio.
"Hehe...jadi gimana ?"
"Gimana apanya ?" Ify memandang Rio dengan tatapan gemas saat sosok tampan itu mulai memetik lirih senar-senar kaku gitar dipangkuannya.
Secara otomatis jemari Rio berhenti menari diatas senar gitarnya. Ia lalu menyapukan pandangan lembutnya pada wajah cantik Ify yang masih kekeh menunggu lanjutan jawabannya. Mereka saling berpandangan. "Kita pacaran ?", sahut Rio tenang.
Poni yang selalu jatuh lembut dikening Ify bergoyang pelan mengikuti gerakan naik turun kepalanya. Dengan bahasa tubuh yang masih juga canggung, jemari Ify yang berada dipangkuannya bergerak resah memilin-milin gelang. Tapi tangan kokoh milik Rio kemudian meraih tangannya. Membentuk anyaman mungil hidup dengan jari-jemari mereka yang saling bertautan.
"Thanks...", desah Rio lembut tepat disamping telinga Ify. Membangkitkan bulu halus yang sudah meremang ditubuh gadis itu.
Ify mengangguk pelan. Beberapa kali pandangannya bergantian menatap wajah tampan yang sekarang resmi menjadi miliknya itu dan kedua tangannya yang terasa menghangat dalam genggaman lembut dan ketat tangan Rio. Sungguh Ify menyukai caranya bahagia kali ini.
"So, ceritain sama aku gimana bisa secepat ini prosesnya ?", pinta Ify manja sambil mengerlingkan sebelah matanya dengan genit. Menyambut kekehan geli dari lelaki yang baru saja resmi memacarinya itu.
Tangan Rio melepaskan kunciannya. Meletakkan kembali tangan mungil Ify dipangkuan gadis itu. Kemudian ia tersenyum kecil. "Aku ceritanya lewat lagu aja ya."
Ada sebuah cerita tentang aku dan dia
Jumpa pertama kudengannya disatu siang yang cerah
Singkat kata singkat cerita kuberjalan dengannya
Namun apa yang aku rasa mungkinkah ini cinta?
Dan hatiku bayangkan dirimu
Mulai ada rindu...
Duniaku terhenti karena kamu
Mungkin bisa jadi milikku
Semoga lagu cinta ini bersarang tepat dihatimu
Satu kali kubertemu
Dualam sudah rasaku
Tiga kata yang kutahu
Aku cinta padamu !
Empat malam kumenunggu jawaban cinta darimu
Lima tanda yang kau beri
Enampaknya kau cinta pa..daku..
Nananana..lalalala...yeee
Lagu ceria dengan aransemen yang lucu berhasil Rio nyanyikan sebagai janjinya untuk menceritakan bagaimana bisa ia langsung jatuh hati secepat ini pada Ify. Sebenarnya tak perlu punya alasan yang banyak, karena dengan senatural mungkin, gadis itu sudah mampu membuat orang berpaling kearahnya. Rio menjadi salah satunya dan semoga akan menjadi satu-satunya.
Senin, 05 Januari 2015
ALUNAN UNTUK BEDA PART 3
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar