Senin, 05 Januari 2015

ALUNAN UNTUK BEDA PART 9

Ify baru saja membuka pagar rumahnya, saat matanya membulat penuh melihat sebuah sedan putih terparkir apik tepat disebelah motor besar kakaknya. Rasanya tak percaya, sedangkan ia tahu siapa pemilik mobil mewah itu. Dengan berlari kecil, Ify menyongsong pintu rumahnya yang terbuka.
"Kak Alvin, my bro !", pekik Ify heboh saat dilihatnya seorang laki-laki berwajah oriental sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan mata yang tertutup tepat disamping Cakka. Segera ia mengambil posisi dengan sembarangan diantara kedua lelaki tampan itu.
"Hai !", Alvin langsung membuka matanya dan segera menegakkan posisinya. Tangannya segera ber-high five dengan Ify. Gerakan tos unik yang hanya mereka berdua yang boleh mempraktekannya. Ify terkekeh, sementara Cakka langsung menggelengkan kepala melihat tingkah adik dan sahabat karibnya itu.
"Dalam rangka apa nih ke sini kak ?",
"Nganter Via fy."
Sekali lagi mata Ify membulat penuh. "Kak Via ikut juga ? Dia dimana ?"
"Tuh dikamar atas.", Cakka yang menjawab dengan sedikit malas. Malas mendengar celotehan bawel adiknya itu lagi.
Gerakan tangan Ify cepat sekali mencubit pipi putih milik Alvin yang hanya pasrah ia perlakukan seperti itu sejak dulu. Lalu segera bangkit dengan gerakan yang sembarangan pula hingga menimbulkan kegaduhan.
"Ify keatas !", teriaknya.
Alvin mengusap sedih pipinya yang pasti memerah akibat cubitan Ify tadi. Ia pikir setelah sekian tahun tak bertemu Ify, gadis itu pasti berubah. Setidaknya tidak gemar mencubiti pipinya lagi. Tapi ternyata ia salah. Masih Ify yang ia kenal sejak lima belas tahun yang lalu.
"Ify makin sadis aja sih Cak.", keluh Alvin sambil menatap Cakka yang hanya terkekeh mengangkat bahunya.

***

"Kak Via !", panggil Ify keras bersama dengan ia yang menekan kenop pintu kamar tamu yang tepat berada disamping kamar Cakka.
Pintu terbuka dengan pelan. Menimbulkan sesosok wajah cantik berambut pendek yang buru-buru Ify rangkul. Sivia, kakak sepupunya yang berusia sama dengan Cakka. Sivia terkekeh senang sambil membalas dekapan rindu dari Ify. Dibelainya puncak kepala Ify dengan sebelah tangannya. Adik sepupunya ini ternyata makin bertambah tinggi, meskipun tak juga bertambah gemuk. Masih Ify yang dulu.
"Kak Via, Ify kangen. Banget ! Kenapa kakak nggak bilang mau pulang pas kita skype-an minggu lalu ?", tanya Ify beruntun begitu Sivia melepaskan pelukannya.
Puncak kepala Ify ditepuk pelan. "Heh bawel ! kalo ngomong nafas dulu kali. Ini surprise tau.", sahut Sivia gemas dengan cara bicara Ify yang tak berubah.
Ify mengangguk-angguk. "So, berapa lama kakak liburannya ?"
Sivia tersenyum misterius. Wajahnya yang chubby semakin terlihat lucu. Matanya yang sudah sipit ketika ia tersenyum seperti itu membuatnya hampir serupa garis lurus. Jika seperti itu, Sivia semakin mirip saja dengan Alvin dimata Ify.
"Ehm...kakak nggak lagi liburan fy. Lebih tepatnya mengurusi kepindahan kesini. Kan kakak sama Alvin bakal ngampus dikampus Cakka."
"Aaaaa..yang bener kak ? Ih sumpah aku seneng dengernya. Kita berempat jadi bisa kayak dulu lagi pas waktu di Malang.", mata Ify menerawang, mengingat masa-masa kecilnya bersama Cakka, Alvin, juga Sivia. Dimana ia adalah yang terkecil diantara mereka bertiga. Lalu tentang Alvin, sahabat Cakka yang rumahnya bersebelahan dengan rumah mereka kemudian ikut juga menjadi akrab dengan Sivia yang waktu itu kebetulan sedang berlibur kesana. Entah bagaimana juga caranya, keakraban sepasang anak kecil diantara mereka kemudian berubah menjadi kedekatan yang terus intens sejak Alvin dan Sivia sama-sama meneruskan kuliah di Amerika hingga saat ini. Bahkan beberapa bulan lalu secara resmi Alvin sudah mengikat Sivia menjadi tunangannya.
"Yaudah, kakak sholat dulu ya. Abis ini kita ketemu dimeja makan.", kata Ify sambil nyengir kuda. Setelah Sivia mengangguk, ditinggalkannya gadis yang berusia tiga tahun lebih tua darinya itu dengan langkah riang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar