Senin, 05 Januari 2015

ALUNAN UNTUK BEDA PART 7

Koridor panjang sekolah biasanya langsung berubah sunyi begitu bel tanda pelajaran dimulai, tapi hari ini tempat yang langsung menjadi akses utama gedung itu nampak ramai. Banyak siswa dan siswinya yang lalu lalang dari kantin atau sekedar duduk santai dikursi kayu yang memang tersedia dibeberapa sudut koridor. Hari ini Sekolah Menengah Atas Negeri 2 sedang mempunyai hajatan. Perayaan ulang tahunnya yang sudah hampir memasuk usia setengah abad. Maka digelar pensi yang diisi bahkan hampir seluruh murid secara besar-besaran. Acara semacam ini akan berlangsung sampai tiga hari kedepan.
Suara peluitan panjang yang terdengar berkali-kali dari arah lapangan basket semakin menambah riuh suasana. Ditepi-tepi lapangan sudah banyak penonton yang sebagian besar adalah siswi semua tingkat yang sudah duduk manis atau membuat barisan rapi untuk menonton pertandingan seru yang beberapa menit lagi akan dimulai. Duelnya para 'top boy' sekolah sekaligus acara serah terima jabatan kapten basket yang akan dilepas oleh Debo dimusim ini.
"Sukses ya yo !", ucap seorang cowok sambil menepuk hangat pundak Rio yang saat itu kebetulan sedang berdiri berdua dengan Ify dipinggir lapangan juga.
Rio mengacungkan ibu jarinya. "Thanks Sion !", jawabnya sambil menyeringai.
Sesaat Ify ikut mencuri pandang pada Sion. Tapi kemudian tatapannya kembali jatuh pada lelaki jangkung disampingnya. Rio selalu terlihat begitu menawan. Berdiri diam sambil menyender sedikit pada tiang spanduk lengkap berseragam kemeja putih panjang yang lengannya ia lipat rapi hingga dibawah siku dengan dasi berwarna senada dengan celana kain biru tuanya sedang berkibar-kibar bebas ditiup angin. Tatapannya lurus kedepan, sangat konsentrasi pada permainan basket adik tingkatnya yang berlangsung dilapangan. Sesekali tawa renyah menguar darinya, menertawai masih betapa dasarnya kemampuan para juniornya terhadap basket, namun sedikitpun tak ada nada meremehkan.
"Rio, ntar main yang kece ya ? Gue selalu dukung elo kok !", sebuah suara cempreng dengan cara bicara yang ganjen mengaburkan kebisuan Rio dan Ify disampingnya. Ify langsung melirik ada seorang gadis berambut pirang yang menggelayut manja dilengan kanan kekasihnya itu.
Rio tersenyum manis. "Iya Dea, thanks ya.", Dea mengangguk senang lalu pergi tanpa melirik Ify sedikitpun.
Ify mendesah pelan. Ini resikonya berpacaran dengan cowok tenar sekolah. Seolah tak memiliki privasi dan hak untuk melarang siapapun mendekati Rio bahkan sampai dengan adegan menggelayut manja seperti barusan. Tapi ia tak mau mempermasalahkannya lebih jauh. Sepenuhnya ia percaya Rio. Mata bening Ify kembali ikut menonton pertandingan yang sebentar lagi akan usai.
"Lagi ?", desis Rio jahil sambil menyilangkan kedua lengan didepan dadanya. Tapi sama sekali matanya tak melirik Ify.
Ify mendengus keras. "Enggak sih. Telat banget kalo baru sekarang.", tandasnya ketus sambil melengos.
"Jadi cemburunya udah dari kemaren-kemaren ?", goda Rio lagi. Ia terkekeh geli.
Ify mendongak untuk menatap Rio dengan wajah merah padam. Kenapa lelaki ini menanyakan hal sudah ia tahu pasti jawabannya apa ? Sambil menggelembungkan pipinya dengan muka jutek gadis itu bersungut-sungut. "Menurut kamu ? Hari pertama jadian, ada cewek penjurusan ips yang langsung meluk dari belakang, dua hari setelahnya dapet kiriman coklat swiss dari anak bahasa, terus kemaren apa-apaan pipi dicubit kakak kelas diem aja."
Tampaknya keketusan Ify sama sekali tak berpengaruh apapun. Pemuda itu tetap tersenyum santai. Gigi gingsul yang mencuat dari balik bibir tipisnya membuat Ify justru makin sesak nafas diantara cemburunya dan ketersimaannya.
Sebuah cubitan gemas mendarat dipipi Ify. Membuat wajah oval Ify yang selalu terlihat menawan nampak aneh ketika pipinya tertarik. Meskipun ia langsung mengaduh dan menghindar, tapi Rio tak mau melepasnya. Sepotong adegan aneh itu justru terlihat mesra dimata murid-murid lain yang juga sedang ramai ditepi lapangan. Beberapa bisikan usil langsung bagai koor serentak menggoda pasangan itu.
"Duh si kece pacaran dilapangan nih !"

"Yaampun ! Mau dong pipinya dicubit Rio."

"KYAAA !!! Si cungkring sama si ganteng mesra-mesraan."

"Huuuh, Kak Rio. Astaga ! Sesek nafas gue ngeliat dia !"

"Ya Tuhan ekspresinya Rio, bikin gue pengen sholawatan."

Tiga sosok tegap akhirnya mendekati Rio yang masih nampak gemas dengan kelakuan kekasihnya itu sambil berdehem kecil. Membuat sepasang remaja itu akhirnya menghentikan aksi unik mereka. "Ehem...asyik banget lo berdua kayaknya.", tegur Patton langsung.
"Inget yo lapangan nih lapangan ! Bisa rusuh tuh fans lo.", Ozy melirik segerombol siswi yang berada tak jauh dari mereka sedang memasang ekspresi siap menerkam. "Ngeri tau ngeliatnya."
"Sukses ya ntar yo ! Gue yakin elo yang memang pantes jadi kapten basket !", berbeda dengan gaya bicara Patton dan Ozy, Lintar berkata dengan serius sambil menepuk pundak Rio. Khasnya yang biasa.
Rio terkekeh tapi kemudian balas menyalami ketiga temannya dari kelas penjurusan ips tersebut. "Sip ! Gue bakal berusaha ngeluarin semua yang terbaik dari gue. Thanks ya buat dukungan lo pada."
"Fy...", Ozy melirik Ify yang diam saja disamping Rio. "Siap-siap aja ntar semakin rusuh idup lo begitu Rio jadi kapten."
Ify tertawa kecil. Tahu sekali maksud ucapan cowok berwajah imut itu. Yah, jika Rio pada akhirnya akan menjadi kapten basket, bersama dengan itu pula akan lebih banyak yang mengidolakan Rio. Mengelu-elukan kekasihnya itu. Membuatnya harus ekstra tegar jika kelangsungan komitmennnya bersama Rio akan semakin banyak mendapat usikan. Membuatnya harus lebih sabar jika ada yang dengan seenaknya menyentuh Rio bahkan didepan matanya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar