Senin, 05 Januari 2015

ALUNAN UNTUK BEDA PART 5

Gabriel sedikit heran saat melihat cagiva hitam mengkilap milik Rio memasuki area parkir sekolahnya. Bukan tentang motor kesayangan sahabatnya itu yang membuatnya heran, tapi tentang sosok mungil nan cantik yang ikut turun juga dari boncengan Rio. Mata Gabriel menyipit curiga, namun setelahnya terbit sebuah cengiran lebar yang ikut berbahagia.
"Ahha...kayaknya siang ini gue makan gratis nih !", serunya sumringah lalu sedetik kemudian berlari menyongsong kelasnya yang berada dilantai dua.
Sampai dikelas, lelaki jangkung itu langsung membanting ransel coklatnya keatas meja dan menarik resleting dengan terburu-buru. Kebiasaannya yang biasa, malas mengerjakan pr dan bermaksud untuk menyalin pekerjaan Kiki teman sekelasnya yang juga menjadi sumber paling terpercaya jika ada pr selain Rio. Hari ini Gabriel sedang tak berminat meminjam pr dengan sohibnya itu, karena ada hal yang lebih menarik yang ingin dilakukannya.
Saat derap langkah lelaki hitam manis itu terdengar semakin mendekat, bersama dengan itu pula Gabriel telah selesai melakukan aksi bajak prnya pada Kiki. Ia sudah kembali duduk manis dibangkunya sambil tersenyum-senyum jahil. Ketika Rio sudah sampai tepat didepan kelas, ia bersiul nyaring sambil menaikturunkan alisnya.
Melihat mimik wajah tengil yang sudah sangat ia hafal betul dari Gabriel membuat Rio hanya tertawa tanpa suara sambil menggeleng pelan. "Apa lo masang muka gitu ? Pr geo kan ? Nih...", baru saja Rio mau mengambil buku tugas geografinya dari dalam ransel, dilihatnya Gabriel justru menggeleng santai dan masih memamerkan senyum manisnya.
"Lo nggak mau nyalin ? Gaya bener lo yel.",
"Gue udah kalo pr.", sahut Gabriel ringan.
"Serius ? Ngerjain sendiri lo ?"
Gabriel menggeleng lagi. "Nggak. Kan ada Kiki tuh !."
Rio mengernyitkan dahinya sambil memandang Kiki yang berjarak dua meja dari mejanya sendiri. Ia tahu jika Kiki juga pintar, tapi ia juga tahu jika selama ini Gabriel tak pernah mau menyontek selain padanya.
"Terus kenapa tampang lo kayak gitu ?", tanya Rio sambil mendudukkan dirinya disamping Gabriel.
"Jadi ntar istirahat pj gue satu mangkok bakso, sepiring siomay sama es lime jelly ya yo."
"Maksud lo ?"
Gabriel berdecak. "Ck ! Cewek yang tadi tipe lo bangetlah yo. Cantik, tinggi, mulus, rambutnya panjang. Come on bro !"
Rio diam sebentar sambil menopang dagunya menyerap ucapan Gabriel. Baru beberapa detik setelahnya, ia sadar, jika sahabatnya yang kurang ajar ini pasti melihat Ify yang berangkat dengannya. Pemuda tampan itu kemudian tertawa lebar, memamerkan gigi gingsulnya.
"Ahahaha...anjrit lo yel. Tau-taunya Ify pacar gue.", kata Rio sambil menjitak gemas kepala Gabriel yang menyeringai senang.
"Ify yo namanya ? Tuhkan, yes ! Uang jajan gue hari ini utuh. Lumayan buat ngegame.", Gabriel mengecup penuh sayang selembar uang lima puluh ribuan yang ia tarik dari saku seragamnya. "Anak mana yo ?", tanyanya lagi masih dengan ekspresi kegirangan.
"Anak ipa 2."
Gabriel melotot serius. "Ipa 2 yo ? Temen sekelas Shilla ? Ahaha...", tawanya kembali pecah.
"Gab, ketawa lo jangan kenceng-kenceng dong. Ganggu gue nyalin pr tau nggak ?!", tegur seorang gadis berambut panjang yang duduknya tepat diseberang bangku Gabriel.
Rio dan Gabriel langsung sama-sama menatapnya yang sedang kesal. "Wailah, nyantai gimana sih mbak Nova. Nyalin doang juga fokusnya gitu amat.", canda Gabriel yang langsung membuat Nova mendelik sebal dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Ia sadar tak akan habis perkara jika terus meladeni Gabriel. Pemuda tampan satu itu punya kelakuan jahil yang melebihi rata-rata orang normal.
"Jadi bener nih ya istirahat pj gue full !", lanjut Gabriel lagi dengan volume yang normal. Tak ingin mengundang gerutuan orang lebih banyak lagi tampaknya. Rio hanya tersenyum tipis menanggapi sahabatnya itu.

***

Semua yang ia minta pada Rio tadi sudah tersedia lengkap dihadapannya, tapi kali ini Gabriel justru memilih duduk berdua, berhadapan dengan Shilla seperti biasanya.
"Kok nggak dimakan sih ?", tanya Shilla heran melihat Gabriel sejak tadi malah asyik mengawasi Rio yang berada tak jauh dari meja mereka. Kekasihnya itu justru terlihat lebih tertarik pada sosok jangkung itu dan seorang gadis mungil yang Shilla kenal sebagai Ify, teman sekelasnya ketimbang beberapa makanan lezat yang sudah secara cuma-cuma sudah ia dapat.
Gabriel mengalihkan pandangannya sambil nyengir kuda. "Hehe...aku lagi asyik aja ngeliat si Rio pacaran."
"Emangnya selama ini Rio nggak pernah punya pacar ?"
Gabriel menggeleng. "Biar Rio orangnya ramah, pinter bergaul, terus juga welcome sama siapa aja, tapi dia juga nggak pernah gonta-ganti pacar yang sesering orang kira."
"Kenapa ? Harusnya tipe cowok kayak dia kan bisa dengan mudahnya nyari pacar kalo dia mau."
Sambil mengunyah siomay dalam mulutnya, Gabriel tersenyum kecil. Sedikit kewalahan menanggapi pertanyaan Shilla. Gadisnya itu punya rasa penasaran yang tinggi. Tak heran harus sedetail mungkin jika harus menjelaskan sesuatu pada gadis berkulit putih itu.
"Tapikan Rio juga bukan playboy sayang. Lagian biar dia welcome sama siapa aja, bukan berarti privasi dia juga harus welcome kan ?", Gabriel sedikit memajukan wajahnya kearah Shilla kemudian dia berbisik. "Lagian gaya bener si Rio kalo jadi playboy, ngalahin aku yang jelas lebih ganteng kemana-mana.", lanjutnya sambil terkikik geli menatap Shilla yang memasang wajah penasaran stadium atas kemudian mengernyit sebal dengan candaannya.
"Ih...aku serius yel.", gerutu Shilla sambil memukul lengan Gabriel yang berada diatas meja.
Lagi-lagi Gabriel tertawa kecil sambil mengacak pelan rambut Shilla. "Lagian kamu bawaannya serius mulu sih.", Shilla hanya mengerucutkan bibirnya dan menyuapkan sesendok nasi padang kedalam mulutnya.
"Tapi Ify itu gimana Shil ?", tanya Gabriel lagi. Kali ini Shilla yakin bahwa lelaki itu bertanya dengan serius. Terlihat dari ekspresi wajahnya. Tak menunjukkan ketengilan seperti tadi.
"Ify baik, asyik, cukup pinter karena semester lalu dia dapet peringkat dua dikelas, terus juga rajin sholat.", sahut Shilla.
Gabriel terbelalak. "Ify muslim Shil ?"
"Ya.", detik itu juga tawa renyah Gabriel kembali berhambur. Membuat Shilla menggeleng heran mengapa kekasihnya itu akhir-akhir ini sangat doyan tertawa.
"Kenapa ?"
"Mereka beda juga Shil. Ahhaa..."
"Terus kamu seneng gitu ?"
Bahu Gabriel terangkat acuh. "Emm...seenggaknya kita bukan satu-satunya pasangan yang beda Shil. Mereka sama kayak kita."
Shilla mendesah lesu. "Harusnya kamu nggak seneng yel. Karena gimanapun jadi seperti kita nggak mudah. Mereka akan ngerasain penentangan yang kuat sama seperti yang lagi kita rasain."
Kata-kata Shilla membuat Gabriel sadar. Benar, dalam kisah semacam ini bahagia tak melulu ada. Lebih banyak kecewa yang tercipta saat sepasang hati yang terlanjur bersatu dipaksa saling mematahkan. Seharusnya mereka berhak bahagia. Seharusnya cinta yang bisa memegang tahta atas semuanya. Karena mereka dipertemukan oleh cinta dan bukan oleh beda.
Gabriel meraih tangan Shilla. Digenggamnya erat agar kekasihnya itu mampu merasakan jika cinta mereka akan selalu kuat. Tak akan sekedar terpuruk dengan setiap penentangan yang berkali-kali. "Kita harus tetap berjuang terus terus dan terus. Agar semua nggak ada yang sia-sia sayang."
Shilla mengangguk pelan dan mencoba menarik sedikit ujung bibirnya. Agar senyum manisnya tercipta serta mampu menenangkan gundah lelaki tampan didepannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar