Selasa, 26 Juni 2012

Kesempurnaan Anugerah sang Melody Malam

Sebuah harmoni malam yang kini disajikan semesta malam ini sungguh tidak begitu menggambarkan keadaan pemuda yang tengah duduk di balkon kamarnya. Paduan tebaran bintang dan manis teduhnya suara binatang malam, seakan tidak mengusik dirinya untuk mengubah suasana hatinya yang kini tengah dilanda kebosanan. Mario –pemuda itu- terus memainkan gitarnya secara asal. Pemuda tadi –Mario- yang menjadi pujaan kaum hawa disekolahnya hanya dapat terus menggerutu kesal karena 2 hari malam terakhir sebelum kembali beraktivitas kesekolah setelah liburan kenaikan kelas harus dilewati dirumah, tidak seperti malam-malam sebelum ini.


---------------------------------------
From : Alvin ‘Koko’
---------------------------------------

I’m Sorry bro,
malem ini kayaknya gue
ga ikut track, Bokap ngajak
dinner. Sorry Yo.
---------------------------------------

Begitulah kira-kira penggalan sms dari sahabat sekolah dan teman balap liarnya. Sebenernya mungkin bisa saja Rio –Sapaan pemuda tadi- tetap berangkat sendiri dan mengikuti balap liar sesuai hobinya. Tapi tanpa sahabat? Tentunya ada yang ganjal kan?

Jika nada cinta mulai mengalun..
Ketika kau mendapatkannya..
Dia menyentuh kalbumu..

Suatu instrument klasik memecah pikirannya kini. Lacrimosa milik Wolfgang Amadeus Mozart memenuhi indera pendengarannya kini memaksanya untuk mengikuti sebuah alunan yang ber- Requiem In D Minor. Rio menikmatinya dengan mata terpejam. Sejenak dia tersadar. Darimana melody ini berasal. Rio mengecek kamarnya, dia berpikir mungkin radionya yang berputar. Tapi akal sehatnya membantah, lagu ini begitu dekat. Sangat dekat. Rio mengedarkan pandangan kearah luar. Secercah sinar dari kamar dihadapan balkon miliknya kini menyita perhatian.
‘Bukannya rumah itu kosong?’ Bathin Rio. ‘Sejak kapan ada penghuninya? Eh, bentar itu ada cewek maen piano. Apa dia yang maenin lagu tadi ya?’ Banyak pertanyaan sudah bergelayut dibathin Rio.
Rio semakin menajamkan indera penglihatannya. Mencoba menatap sang gadis manis berpiyama biru yang duduk arah menyamping –dari pandangannya- didepan sebuah grand piano putih

Gadis tadi menyadari sebuah tatapan asing yang menatapnya. Kini sang gadis balik menatap kearah Rio yang tengah memandanginya. Berjalan kearah pintu balkon yang tadi bukanya, sang gadis langsung menutupnya. Rio terhentak ‘Manis sih tapi aneh banget. Belum pernah cowok ganteng kali ya’ Bathin Rio percaya diri.

^^^

Melihat tawa mu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimatamu
Warna-warna indahmu

Malam berikutnya Rio memutuskan menghilangkan kejenuhan dengan berjalan-jalan disekitar komplek rumahnya. Harmoni malam, masih tetap sama seperti kemarin dengan tebaran berbagai banyak rasi bintang membuat cerahnya sang malam ditambah dengan paduan sebuah klasikal binatang malam disekitarnya

Keasyikan Rio terhenti –mungkin bertambah- dengan pemandangan didepannya kini. Sang gadis malam itu tengah tersenyum manis dan tertawa lepas bersamaa.. Hey bukankah itu Sivia teman sekolahnya? Mengapa bisa? Entahlah, besok kan sudah masuk sekolah. Mungkin Rio bisa menanyakannya. Kini, Rio lebih memilih untuk diam sambil menikmati gurat senyum yang disuguhkan gadis itu meski bukan kepadanya.

^^^

Rio menghempaskan tubuhnya ke ranjang tidur kamarnya. Sebuah senyum tidak juga terlepas dari bibirnya. Entah apa yang membuatnya terus tersenyum. Pikirannya kembali melayang kepada sang gadis sebelumnya akhirnya sebuah melody memotong lamunannya.

Masih dengan tokoh legendaris musik klasik yang sama Mozart –sapaannya- namun dengan lagu berbeda. Lagu yang lebih menenangkan dibanding sebelumnya Romance the Piano Concert #2 kini seakan memenuhi euphoria kamar Rio. Lagu yang menenangkan tapi malah membuat sebuah kegusaran dalam hati Rio, seperti ingin membaca pikiran sang gadis. Rio berusaha untuk melelapkan matanya untuk kembali kesekolah besok.

^^^

Dalam setiap perjalanan..
Selalu saja ada rintangan yang sama..
Yang membedakan..
Adalah saat kau memilih..
Untuk menyerah atau bertahan..

Rio menendang kaleng dihadapannya. Kesal. Kesibukkannya sebagai sang ketua Osis SMA Melodi Bangsa membuatnya lupa untuk menanyakan perihal gadis piano itu. Malam ini Rio memutuskan untuk pergi lagi ketaman tempat kemarin dirinya melihat Sivia bersama sang gadis.

Pucuk dicinta ulampun tiba ! Seperti telah direncanakan. Gadis itu ada dibangku taman dan kali ini tidak bersama Sivia. Dengan modal keberanian yang minim dan Keingintahuan yang luar biasa memuncak Rio memutuskan menghampiri gadis itu.

“Hey” Sapa Rio sambil menepuk pundak gadis itu.
Sang gadis menoleh sebentar, dengan muka tanpa ekspresi –walau tidak mengurangi kecantikkan wajahnya- Lalu kembali membuang pandangannya kearah langit.

Rio melengos. Ada apa sebenarnya dengan gadis ini? Rio memeriksa penampilannya, mungkin ada yang aneh dengannya sekarang sehingga gadis itu hanya menoleh padanya sebentar.
“Boleh duduk?” Tanya Rio kembali berbasa basi.
Tak ada jawaban dari gadis itu, hanya saja sang gadis menggeser duduknya seakan mempersilahkan.
Tanpa berpikir panjang Rio langsung duduk disamping gadis itu.
“Gue Rio, Mario Stevano” Ucap Rio memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.
Tak ada jawaban tak ada singgungan membalas uluran tangannya, memaksa Rio menarik tangannya.
“Gue suka permainan piano loe” Ucap Rio, berharap bisa membuka percakapan.
Gadis itu menoleh, dan memasang senyum tipis, sangat tipis seakan mengatakan -terima-kasih-
“Sama-sama” Ucap Rio seakan mengerti senyuman gadis itu.
Gadis itu menoleh, mengernyit bingung mengapa Rio mengerti maksudnya.
Rio tersenyum “Dari tadi muka loe datar gitu, tapi pas gue puji loe langsung senyum, Ya walau tipis. Jadi gue simpulin loe bilang terima kasih”
Gadis itu tersenyum lagi walau tipis. Lalu mengarahkan pandangannya ke langit utara dan mengangkat tangannya seperti menunjuk. Rio mengikuti arah tangan gadis itu.
“Rasi bintang phoenix?” Tanya Rio.
Gadis itu mengangguk.
“Terus?”
Tidak menjawab sang gadis hanya menatap langit dengan pandangan semakin berbinar.
“Rasi yang menenangkan dan menghangatkan bukan?” Tanya Rio seperti kembali membaca pikiran gadis itu.
Gadis itu mengangguk dan tersenyum lagi. Kali ini senyumnya lebih berbinar dari sebelumnya.
Rio ikut tersenyum. Walau gadis ini tidak mengungkapkan dengan sebuah kata, namun tatapan dan bening matanya mampu membuat Rio mengerti.
“Loe suka bintang ?” Tanya Rio.
Gadis itu mengangguk tanpa menoleh pada Rio. Lalu menunjuk kearah langit utara lagi.
“Phoenix?” Tanya Rio.
Gadis itu menggeleng dan menoleh pada Rio. Membentuk tangannya menjadi segitiga, lalu menunjuk kearah langit utara lagi.
“Summer Triangle?” Tebak Rio.
Gadis itu tersenyum sumringah.
“Rasi favorite loe, bukan?” Tebak Rio.
Gadis itu kembali mengangguk dan tersenyum. Rio membalas senyumannya.
Jujur dari tadi Rio agak bingung dengan gadis ini. Sejak awal pertemuan Rio sama sekali belum mendengar celotehan gadis disampingnya. Tapi Rio berpikir mungkin karena baru awal mereka kenal. Tapi penasaran dan pertanyaan masih bergelayut tentang gadis disampingnya.

^^^

Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki

“Sivia” Panggil Rio sambil menelusuri koridor sekolahnya.
Merasa terpanggil Sivia menoleh. “Kenapa Yo?” Tanya Sivia.
“Enggg.. Emm..” Rio jadi bingung memulai dari mana.
“Ribet deh loe, mulai darimana aja deh” Ucap Sivia tak sabar dan mengerti Rio.
“Gini loe, waktu itu malem sebelum kita masuk sekolah loe kan ngobrol ditaman sama cewek itu siapa?” Tanya Rio pada akhirnya.
Sivia memutar bola matanya. Suprised.
“Kenapa?” Tanya Sivia.
“Gue penasaran” Ucap Rio cepat.
Sivia memandang Rio dari atas kebawah. Rio agak risih dipandang Sivia seperti itu.
“Ga usah liai=tin gue kayak gitu deh” Celetuk Rio.
“Gue rasa itu ga penting buat orang se-Perfect loe” Ucap Sivia tanpa mempedulikan ucapan Rio sebelumnya.
“Hey, Vi. Please. Ini bukan masalah ke-Perfect-an atau kesempurnaan. Gue penasaran sama dia” Ucap Rio.
“Just Penasaran? Kenapa?” Tanya Sivia.
“Lebih sih, hmm, kemarin gue juga ketemu dia ditaman dan gue ngobrol banyak ama dia” Ucap Rio.
Sivia membelalakan matanya. “Loe ngobrol sama dia? Yakin” Tanya Sivia aneh
“Ga juga sih, Abis gue ngobrol banyak tapi dia Cuma nanggepin sama anggukan, gelengan, dan senyum” Ucap Rio mengingat-ingat.
“Dia juga senyum?” Tanya Sivia lagi, nadanya kini lebih antusias dianding sebelumnya.
“Iyah, kenapa sih. Kayaknya langka banget” Ucap Rio ga sabar.
“Oh, gapapa” Ucap Sivia. Nadanya dibuat datar seperti sebelumnya.
“Vi, dia siapa sih? Kenapa dia ga ngomong sama sekali sama gue?” Tanya Rio.
“Dia sepupu gue. Ify, Alyssa Saufika. Dia ga akan pernah ngomong sama loe. Dan lebih baik loe mundur sebelum jauh loe mengenal dia” Ucap Sivia datar tanpa menatap Rio.
“Come on Vi. Kenapa dia gitu. Lagian loe Cuma sepupu dia kenapa loe nyuruh gue mundur?” Tanya Rio tak terima.
“Dan loe siapa Ify? Loe juga ga begitu berhak masuk space dia” Ucap Sivia tak mau kalah.
Rio terdiam. “Gue emang bukan siapa-siapa dia. Tapi gue suka senyumnya suka caranya memandang dan pengetahuannya tentang bintang serta permainan Melody malamnya” Ucap Rio sambil membuang pandangan

^^^

Rio menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Frustasi dengan pembicaraannya tadi siang dengan Sivia. Akhirnya Rio memutuskan untuk menyalakan dan mendengarkan Radio. Berharap mendapat pencerahan dari sang Penyiar Sharing Time malam ini.

“101,2 RFR.FM. Selamat malam para pendengar diseluruh penjuru, malam ini kembali lagi bersama saya Fika Aditya diacara Sharing Time. Okey, sesuai dengan tema kita kali ini yaitu arti sebuah kesempurnaan. Hmm, ada gak ya pendengar kita yang sedang galau dengan Apa Sih arti kesempurnaan itu? Oke, bisa langsung join aja di line telepon RFR.FM di. 021 624 1012 Atau diline sms 0 8924 06 1012”

Setelah mendengar tawaran dari sang penyiar, dengar gerakan cepat Rio menyambar BB Bold miliknya dan menekan angka-angka yang telah disebutkan penyiar tadi.

“Oke, guys. Sepertinya kita sudah mendapatkan penelfon yang akan berbagi pengalaman. Oke, perkenalkan diri dulu. Siapa, dimana?” Tanya sang Penyiar.
“Rio di Jakarta”
“Oke, Rio mau cerita apa nih?”
“Gue mau cerita. Salahkah kalo gue Cuma jatuh cinta karena pandangan? Karena gue mengalaminya, dimana gue mengagumi bahkan mungin mencintai dia karena Fisik, dan bakat yang luar biasa. Tapi gue juga suka sama sifatnya”
“Hemm, itu udah cukup dong buat ngebuktiin atau ngeyakinin loe emang benern jatuh cinta sama dia”
“Tapi, gue baru tahu. Dibalik wajah manis. Ada sebuah kekurangan fisik dari dia yang bener-bener membuat gue bingung. Antara memilih untuk tetap bertahan mencintai dia. Atau mundur karena semuanya belum jauh”

“Sepertinya loe beneran galau ya malem ini. Hahaha. Oke, gini Rio. Cinta bukan berguna untuk menyempurnakan sebuah kesempurnaan. Tapi cinta lebih memilih melengkapi suatu kekurangan dengan kelebihan yang ada. Cinta bukan hanya terwujud dari perasaan kita terhadap lawab jenis. Loe pernah denger seorang Beethoven yang memiliki kekurangan terhadap indera pendengarannya? tapi dia mampu, dia bisa untuk bertahan tetap berkarya dalam segala kekurangannya walau pada saat itu banyak yang mencemoohnya. Loe bisa bayangkan? Dia legenda klasik dunia dibalik kekurangannya. Dia tidak memikirkan bagaimana sebuah kekurangan fisik menghalanginya. Yang dia tahu. Dia harus membuka hatinya dan melakukan semua apa yang ingin dilakukan ambisinya dengan hatinya. So, loe ga harus menuntut kesempurnaan dalam kisah loe. Cukup bangun semuanya apa adanya seperti Beethoven yang mencintai musiknya” Akhir sang penyiar panjang lebar.

Rio terdiam. Tak ada hasrat untuk membalas ucapan sang penyiar. Tangannya lebih tergerak untuk mematikan sambungan telepon dan mematikan radio. Kaki Rio lebih memilih melangkah kearah balkon dan memandangi kamar yang ada dihadapannya. Setelah puas, Rio memaksa tubuhnya untuk duduk bersandar ditempat tidurnya sambil memejamkan matanya. Mengingat kilas kejadian percakapan dengan Sivia.

FLASH BACK ON

..............................
“Gue emang bukan siapa-siapa dia. Tapi gue suka senyumnya suka caranya memandang dan pengetahuannya tentang bintang serta permainan Melody malamnya” Ucap Rio sambil membuang pandangan.
“Loe jatuh cinta sama dia?” Tanya Sivia telak.
Rio terdiam, jujur dia bingung apa yang harus dijawabnya, Entah dorongan dari mana yang membuatnya mengangguk pelan.
“Dia bisu” Ucap Sivia.
JDERRR
Rio sontak menoleh menatap Sivia. Matanya memelas berharap apa yang dikatakan Sivia hanya bercanda.
“Gue ga bercanda. Makanya dia ga jawab semua ucapan loe” Ucap Sivia lagi. “Gue udah bilang, tolong mundur sebelum jauh” Ucap Sivia sebelum akhirnya meninggalkan Rio yang terdiam.

FLASH BACK OFF

Belum lagi ucapan Alvin tadi sore via telepon yang membuatnya semakin bingung.

“Serius Yo loe jatuh cinta sama cewe bisu?” Tanya Alvin.
“Gue ga tau” Jawab Rio seadanya.
“Come on Yo, masih banyak cewek cantik diluar. Loe liat Shilla yang ngejar-ngejar loe. Dia model, pinter juga. Cocoklah untuk loe yang perfect” Ucap Alvin.
“Gue ga tau Vin” Ucap Rio lagi.
“Ayolah Yo, apa kata orang lain Yo, orang sekeren loe punya pacar bisu nantinya?”
“Persetan Vin. Lagi pula gue bingung. Jangan ganggu gue dulu” Ucap Rio malas yang langung mematikan sambungan telepon.

“Dua orang udah ngusulin gue buat ngejauh dari loe? Gue bingung” Gumam Rio sambil memandang balkon Ify dari balik tirai jendelanya.
Rio memutuskan untuk mengistirahatkan matanya. Mencoba terlelap diiringi Melody malam milik sang pianis diseberang balkon kamarnya.

Tahukah Rio jika diseberang kamarnya ada gadis yang terisak hebat sambil memainkan alunan Melody malam Piano Violin sonata versi Mozart hanya karena mendengarkan sebuah radio ?

^^^

Ketika kau memutuskan untuk bertahan..
Perlu kau ketahui..
Disanalah titik awal kebahagiaan sebenarnya..
Meski banyak rintangan..
Hanyalah perlu kau anggap..
Itulah sebuah bagian kebahagiaan..

Setelah tadi sore lemparan kertas berisi surat ke balkon Ify disampaikan dan telah dipastikan diterima oleh sang pemilik kamar yang  berisi
--------------------------
Kita ketemuan ditaman lagi ya :)
Seperti malam itu jam 8 :)

Mario
--------------------------

Jadul sih keliatannya, tapi terpaksa dilakukan karena Rio sudah tahu jawaban dari pertanyaannya semalam. Setelah memantapkan hatinya untuk memilih tetap bertahan.


Rio sudah menduduki taman ini lebih dari setengah jam yang lalu. Salah dirinya juga sih, karena memilih menunggu satu jam lebih awal di taman itu. Rio sibuk sendiri menyetem gitar yang sudah dibawanya khusus untuk malam ini hingga ada sebuah tangan menepuk pundaknya.
“Eh elo Fy, duduk” Ucap Rio mempersilahkan.
Ify memandang Rio bingung.
“Gue tau nama loe dari Sivia, dia sepupu loe kan?” Tanya Rio yang mengerti kebingungan diwajah Ify.
Ify mengangguk dan langsung duduk disamping Rio. Balutan dress putih selutut dengan rambut dikesampingkan ditambah flatshoes senada dengan dress. Membuat penampilan Ify sedikit berkilau malam ini. Belum lagi warna dress nya sama seperti kemeja Rio yang ditekuk sampai siku.
Rio memandang Ify yang sibuk memandang langit.
“Apakah langit itu lebih menarik dibandingkan gue?” Tanya Rio.
Ify mengangguk mantap tanpa menoleh. Rio melengos. Membuang nafas secara kasar membuat Ify menoleh.
Ify tersenyum. Senyum manis yang lebih sumringah dari senyum-senyum dahulunya dan membuat Rio agak terperangah, terpesona.

Sifatmu nan s’lalu
Redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu

“Senyum loe gue suka” Ceplos Rio tak sadar.
Membuat kedua pipi Ify bersemu.
“Eh” Rio menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal. Bingung memikirkan kata yang pas.
Hening tak ada yang bicara..
“Mario” Panggil seseorang –Alvin-
Rio dan Ify kompak menoleh. Rio mengernyitkan dahinya, bingung. ‘Ngapain Alvin kesini?’ Bathinnya.
“Loe jadi serius sama cewe ini?” Tanya Alvin sarkatis.
“Loe apa sih Vin?” Tanya Rio balik. Tak mengerti.
“Come On Yo. Sadar ga sih ama yang loe lakuin? Dia mana pantes sama loe?” Ucap Alvin sambil menunjuk Ify. Ify menunduk.
“Maksud loe apa sih? Loe ga berhak ngomong gitu.” Bentak Rio.
“Ma-Ri-O ! Loe terlalu perfect untuk cewe bisu ini !” Kecam Alvin.
BUGGG
Bogem mentah milik Rio mendarat mulus dimuka Alvin. Ify menoleh.
“Loe kenapa sih? Loe tega ngehajar gue demi cewe ini? Cewe bisu ini. Sadar Yo, apa bandingan dia sama Shilla the most perfect girl disekolah kita yang ngejar loe?” Ucap Alvin tak mau kalah.
Rio sudah kembali bersiap memukul Alvin lagi tapi langsung dicegah oleh Ify. Pelukan Ify dari belakang menghentikan semuanya.
“Loe ga ada hak buat bandingin Ify sama Shilla. Karena Ify bukan Shilla, jadi tolong berhenti bandingin mereka” Ucap Rio dingin.
Tanpa mengucapkan suatu patah kata apapun Alvin meninggalkan Rio dan Ify.

Rio terdiam, pelukan Ify dan sandaran kepala Ify dipunggungnya meredakan emosinya. Rio mengatur nafasnya yang memburu setelah merasakan punggungnya basah. Ify menangis !

Setelah mengatur emosinya untuk kembali semula Rio melepaskan pelukan Ify dan memutar badannya kebelakang. Rio dan Ify kini berhadapan. Dengan kedua ibu jarinya Rio mulai menghapus air mata Ify.
“Gue udah bilang, gue suka senyum loe. Bukan air mata. Dan itu tulus dari hati gue” Ucap Rio yang lalu menuntun Ify ketempat duduk di taman tadi.

Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu..
Anugerah terindah yang pernah kumiliki

Rio mempersiapkan gitarnya.. Sebuah intro familiar ditelinga siapapun yang mendengarnya mengalun sempurna.


aku mengenal dikau
tlah cukup lama separuh usiaku
namun begitu banyak
pelajaran yang aku terima


kau membuatku mengerti hidup ini
kita terlahir bagai selembar kertas putih
tinggal ku lukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud harmoni


segala kebaikan
takkan terhapus oleh kepahitan
ku lapangkan resah jiwa
karna ku percaya kan berujung indah


kau membuatku mengerti hidup ini
kita terlahir bagai selembar kertas putih
tinggal ku lukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud harmoni

harmoni, harmoni, harmoni

Rio masih terus memandangi wajah Ify sambil memainkan gitarnya, saat ingin menyanyikan lirik terakhir nafas Rio dibuat tercekat karena Ify menyanyikan bait itu lebih dulu. Ify bersuara.


kau membuatku mengerti hidup ini
kita terlahir bagai selembar kertas putih
tinggal ku lukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud harmoni

Ify menyelesaikan bait terakhir dengan begitu sempurna seperti alunan suara gitar yang mengiringinya. Suaranya pun terbilang halus dan ternilai bagus di indera pendengaran Rio. Rio masih terperangah, tidak percaya apa yang didengarnya kali ini.

“Hey?” Panggil Ify sambil mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Rio.
“Eh,, Ahh,, Ify?” Panggil Rio memastikan, takutnya didepannya hanya jelmaan Ify karena memakai dress putih -_-
“Yes,, My name’s Alyssa Saufika, with nick name Ify. And you Mario Stevano aren’t you?” Ucap Ify bersemangat.
“Tapi?” Rio masih belum bisa berkata banyak.
“Kenapa? Ify yang loe kenal seorang gadis bisu yang selalu memainkan piano dikamarnya bukan?” Tanya Ify.
Rio mengangguk. “Dan gue jatuh cinta sama dia karena itu” Ceplos Rio. “Eh” Ucapnya sambil menutup mulut.
Ify terdiam, tertunduk malu mendengarnya.
Rio mengenggam tangan Ify erat. Dan mengangkat wajah Ify dengan telunjuknya.
“Gue kenal loe emang ga selama lagu yang dinyanyiin tadi. Tapi cukup membuat gue belajar. Apa arti sebuah kesempurnaan, apa itu arti saling melengkapi dan mencintai yang sebenarnya. Gue juga ga peduli seorang Ify yang dibilang bisu ternyata yang bisa nakhlukin hati gue, Mario Stevano, Gue Cuma mau mencintai loe apa adanya seperti Beethoven yang mencintai musiknya. Dibalik semua kekurangan yang ada, dia mampu menutupi semuanya dengan karya cintanya. Dan gue harap nantinya kita akan saling melengkapi terlepas dari kekurangan loe atau gue. Gue suka senyum loe, tapi gue benci air mata loe. Dan gue harap tadi pertama dan terakhir kalinya gue liat air mata loe. Loe juga melody malam yang selalu menyempurnakan Harmoni semesta gue. Fy, would you be my girl and be a missing piece I need?” Ucap Rio.
Ify menunduk wajahnya memerah, lalu mengangguk pelan. Rio ikut terdiam melihat jawaban Ify. Ingin segera hatinya meloncat saking gembiranya, tapi ada yang mengganjal dihatinya dan membuatnya memilih untuk bertanya.
“Jadi?” Tanya Rio.
“Apa?” Tanya Ify balik.
“Kenapa kamu harus berpura-pura bisu?” Tanya Rio.
“Karena aku memang mencari kesempurnaan yang sebenarnya” Jawab Ify sambil memandang langit.
Rio terdiam, melihat pancaran mata Ify yang memandang langit membuatnya bungkam, seakan ada yang ingin diceritakan.
“Dulu aku pernah berpikir kalo akulah Rasi Vega, bagian summer triangle berlambangkan harpa milik Orfeus. Ketika Orfeus mati ga ada yang pernah bisa membuat harpa itu bermusik lagi. Aku berpikir untuk membuat kisahku sama seperti Vega. Tidak akan lagi bersuara setelah kehilangan orang yang sangat berarti. Walau Orfeus lebih memilih Eridik sebagai pendampingnya, tapi pada Vega lah Orfeus berkeluh kesah sehingga membuat potongan kisah sendiri dalam diri Vega. Dulu aku pernah kehilangan Kak Gabriel, kakak kelas sekaligus sahabat aku. Aku menyukainya tapi justru dia berdampingan dengan Kak Zahra yang juga kakak kelas aku. Sampai akhirnya kak Zahra meninggal dalam kecelakaan pesawat, membuat Kak Gabriel frustasi sendiri. Aku jadi tempat curhat dia. Aku sakit, tapi tetap mendengarnya hingga akhirnya Kak Gabriel juga meninggal karena kecelakaan saat Balap Liar. Dari saat itu aku memilih untuk menjadi diam, Tidak ingin bicara kecuali orang terdekat.” Tutup Ify mengakhiri kisahnya.
“Apa yang membuat kamu berubah pikiran?” Tanya Rio.
“Kamu yang buat aku berubah, ucapan kamu saat berantem dengan teman kamu tadi. Menegaskan diri aku memang seorang Ify, bukan seorang Vega. Ucapan itu nyadarin aku” Jawab Ify.
“Enggg, kamu masih suka Gabriel?” Tanya Rio pelan.
“Gabriel bakal punya tempat tersendiri di hati aku. Dan kamu, punya ruang tersendiri untuk itu” Jawab Ify lagi.
“Kenapa memilih aku?” Tanya Rio lagi.
“Jawabannya sama kayak kamu memilih aku, kita sama-sama mencari arti kesempurnaan yang sebenarnya, Dan aku temuin itu dalam diri kamu. Dari awal kita kenal, sifat kamu yang ramah bener-bener buat aku nyaman. Padahal kalo orang lain pasti langsung bilang aku sombong ga mau nanggepin mereka. Kalo yang udah tau aku bisu pasti pada ngeledek” Unek Ify. “Tapi kamu beda, itu yang buat aku pilih kamu” Jawab Ify pada akhirnya.
“Ternyata aku ga salah pilih orang” Ucap Rio sambil tergelak dan mengacak poni Ify. Ify tersenyum manis.
“CIEEEE” Ucap Alvin dan Sivia dari belakang.
“Alvin, Via.. Kok disini?” Tanya Rio.
“Nih semenjak Ify cerita mau ketemu loe malem ini, gue nguntit” Jawab Sivia santai.
“Dan langsung ngehubungin gue buat nguji cinta loe ama Ify serius atau ga. Sialnya malah kena bogem loe” Ucap Alvin.
Rio cengo langsung aja ketawa ngakak “Aduh koko. Sumpah gue ga tau. Gue pikir loe beneran jadi gue kesel” Ucap Rio.
“Yee, gue juga diceritain Via kali tentang Ify makanya mau gue hina tentang kebisuannya ga bakal kena timpuk sepatu dari dia” Ucap Alvin santai
“Untung Yayang gue tercinta ini bawa P3K” Ucap Alvin lagi sambil merangkul Sivia.
“Kamu jadian sama dia Vi?” Tanya Ify.
Sivia nyengir.
“PEJEEE” Koor Rio.
“Loe juga” Ucap Alvin.
Semua tertawa. Rio merangkul Ify hangat. “Love youu” bisik Rio hangat.
Ify melepas rangkulan Rio dan membentuk tangannya menjadi “Love” menunjuk Rio “You” dan reflek mencium pipi kanan Rio “Too” bisiknya.
“Ciee” Koor Alvin dan Sivia.
Akhirnya kesempurnaan sebuah sebuah harmoni semesta semakin lengkap dengan adanya sang melody malam. Karena disaat yang bersamaan mereka saling mengisi dan membuat para penikmat malam terbuai akan sensasi manisnya..

The END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar