Sebuah harmoni malam yang kini disajikan semesta malam ini sungguh
tidak begitu menggambarkan keadaan pemuda yang tengah duduk di balkon
kamarnya. Paduan tebaran bintang dan manis teduhnya suara binatang
malam, seakan tidak mengusik dirinya untuk mengubah suasana hatinya yang
kini tengah dilanda kebosanan. Mario –pemuda itu- terus memainkan
gitarnya secara asal. Pemuda tadi –Mario- yang menjadi pujaan kaum hawa
disekolahnya hanya dapat terus menggerutu kesal karena 2 hari malam
terakhir sebelum kembali beraktivitas kesekolah setelah liburan kenaikan
kelas harus dilewati dirumah, tidak seperti malam-malam sebelum ini.
---------------------------------------
From : Alvin ‘Koko’
---------------------------------------
I’m Sorry bro,
malem ini kayaknya gue
ga ikut track, Bokap ngajak
dinner. Sorry Yo.
---------------------------------------
Begitulah
kira-kira penggalan sms dari sahabat sekolah dan teman balap liarnya.
Sebenernya mungkin bisa saja Rio –Sapaan pemuda tadi- tetap berangkat
sendiri dan mengikuti balap liar sesuai hobinya. Tapi tanpa sahabat?
Tentunya ada yang ganjal kan?
Jika nada cinta mulai mengalun..
Ketika kau mendapatkannya..
Dia menyentuh kalbumu..
Suatu
instrument klasik memecah pikirannya kini. Lacrimosa milik Wolfgang
Amadeus Mozart memenuhi indera pendengarannya kini memaksanya untuk
mengikuti sebuah alunan yang ber- Requiem In D Minor. Rio menikmatinya
dengan mata terpejam. Sejenak dia tersadar. Darimana melody ini berasal.
Rio mengecek kamarnya, dia berpikir mungkin radionya yang berputar.
Tapi akal sehatnya membantah, lagu ini begitu dekat. Sangat dekat. Rio
mengedarkan pandangan kearah luar. Secercah sinar dari kamar dihadapan
balkon miliknya kini menyita perhatian.
‘Bukannya rumah itu
kosong?’ Bathin Rio. ‘Sejak kapan ada penghuninya? Eh, bentar itu ada
cewek maen piano. Apa dia yang maenin lagu tadi ya?’ Banyak pertanyaan
sudah bergelayut dibathin Rio.
Rio semakin menajamkan indera
penglihatannya. Mencoba menatap sang gadis manis berpiyama biru yang
duduk arah menyamping –dari pandangannya- didepan sebuah grand piano
putih
Gadis tadi menyadari sebuah tatapan asing yang
menatapnya. Kini sang gadis balik menatap kearah Rio yang tengah
memandanginya. Berjalan kearah pintu balkon yang tadi bukanya, sang
gadis langsung menutupnya. Rio terhentak ‘Manis sih tapi aneh banget.
Belum pernah cowok ganteng kali ya’ Bathin Rio percaya diri.
^^^
Melihat tawa mu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimatamu
Warna-warna indahmu
Malam
berikutnya Rio memutuskan menghilangkan kejenuhan dengan berjalan-jalan
disekitar komplek rumahnya. Harmoni malam, masih tetap sama seperti
kemarin dengan tebaran berbagai banyak rasi bintang membuat cerahnya
sang malam ditambah dengan paduan sebuah klasikal binatang malam
disekitarnya
Keasyikan Rio terhenti –mungkin bertambah-
dengan pemandangan didepannya kini. Sang gadis malam itu tengah
tersenyum manis dan tertawa lepas bersamaa.. Hey bukankah itu Sivia
teman sekolahnya? Mengapa bisa? Entahlah, besok kan sudah masuk sekolah.
Mungkin Rio bisa menanyakannya. Kini, Rio lebih memilih untuk diam
sambil menikmati gurat senyum yang disuguhkan gadis itu meski bukan
kepadanya.
^^^
Rio menghempaskan tubuhnya ke
ranjang tidur kamarnya. Sebuah senyum tidak juga terlepas dari
bibirnya. Entah apa yang membuatnya terus tersenyum. Pikirannya kembali
melayang kepada sang gadis sebelumnya akhirnya sebuah melody memotong
lamunannya.
Masih dengan tokoh legendaris musik klasik
yang sama Mozart –sapaannya- namun dengan lagu berbeda. Lagu yang lebih
menenangkan dibanding sebelumnya Romance the Piano Concert #2 kini
seakan memenuhi euphoria kamar Rio. Lagu yang menenangkan tapi malah
membuat sebuah kegusaran dalam hati Rio, seperti ingin membaca pikiran
sang gadis. Rio berusaha untuk melelapkan matanya untuk kembali
kesekolah besok.
^^^
Dalam setiap perjalanan..
Selalu saja ada rintangan yang sama..
Yang membedakan..
Adalah saat kau memilih..
Untuk menyerah atau bertahan..
Rio
menendang kaleng dihadapannya. Kesal. Kesibukkannya sebagai sang ketua
Osis SMA Melodi Bangsa membuatnya lupa untuk menanyakan perihal gadis
piano itu. Malam ini Rio memutuskan untuk pergi lagi ketaman tempat
kemarin dirinya melihat Sivia bersama sang gadis.
Pucuk
dicinta ulampun tiba ! Seperti telah direncanakan. Gadis itu ada
dibangku taman dan kali ini tidak bersama Sivia. Dengan modal keberanian
yang minim dan Keingintahuan yang luar biasa memuncak Rio memutuskan
menghampiri gadis itu.
“Hey” Sapa Rio sambil menepuk pundak gadis itu.
Sang
gadis menoleh sebentar, dengan muka tanpa ekspresi –walau tidak
mengurangi kecantikkan wajahnya- Lalu kembali membuang pandangannya
kearah langit.
Rio melengos. Ada apa sebenarnya dengan
gadis ini? Rio memeriksa penampilannya, mungkin ada yang aneh dengannya
sekarang sehingga gadis itu hanya menoleh padanya sebentar.
“Boleh duduk?” Tanya Rio kembali berbasa basi.
Tak ada jawaban dari gadis itu, hanya saja sang gadis menggeser duduknya seakan mempersilahkan.
Tanpa berpikir panjang Rio langsung duduk disamping gadis itu.
“Gue Rio, Mario Stevano” Ucap Rio memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.
Tak ada jawaban tak ada singgungan membalas uluran tangannya, memaksa Rio menarik tangannya.
“Gue suka permainan piano loe” Ucap Rio, berharap bisa membuka percakapan.
Gadis itu menoleh, dan memasang senyum tipis, sangat tipis seakan mengatakan -terima-kasih-
“Sama-sama” Ucap Rio seakan mengerti senyuman gadis itu.
Gadis itu menoleh, mengernyit bingung mengapa Rio mengerti maksudnya.
Rio
tersenyum “Dari tadi muka loe datar gitu, tapi pas gue puji loe
langsung senyum, Ya walau tipis. Jadi gue simpulin loe bilang terima
kasih”
Gadis itu tersenyum lagi walau tipis. Lalu mengarahkan
pandangannya ke langit utara dan mengangkat tangannya seperti menunjuk.
Rio mengikuti arah tangan gadis itu.
“Rasi bintang phoenix?” Tanya Rio.
Gadis itu mengangguk.
“Terus?”
Tidak menjawab sang gadis hanya menatap langit dengan pandangan semakin berbinar.
“Rasi yang menenangkan dan menghangatkan bukan?” Tanya Rio seperti kembali membaca pikiran gadis itu.
Gadis itu mengangguk dan tersenyum lagi. Kali ini senyumnya lebih berbinar dari sebelumnya.
Rio
ikut tersenyum. Walau gadis ini tidak mengungkapkan dengan sebuah kata,
namun tatapan dan bening matanya mampu membuat Rio mengerti.
“Loe suka bintang ?” Tanya Rio.
Gadis itu mengangguk tanpa menoleh pada Rio. Lalu menunjuk kearah langit utara lagi.
“Phoenix?” Tanya Rio.
Gadis itu menggeleng dan menoleh pada Rio. Membentuk tangannya menjadi segitiga, lalu menunjuk kearah langit utara lagi.
“Summer Triangle?” Tebak Rio.
Gadis itu tersenyum sumringah.
“Rasi favorite loe, bukan?” Tebak Rio.
Gadis itu kembali mengangguk dan tersenyum. Rio membalas senyumannya.
Jujur
dari tadi Rio agak bingung dengan gadis ini. Sejak awal pertemuan Rio
sama sekali belum mendengar celotehan gadis disampingnya. Tapi Rio
berpikir mungkin karena baru awal mereka kenal. Tapi penasaran dan
pertanyaan masih bergelayut tentang gadis disampingnya.
^^^
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
“Sivia” Panggil Rio sambil menelusuri koridor sekolahnya.
Merasa terpanggil Sivia menoleh. “Kenapa Yo?” Tanya Sivia.
“Enggg.. Emm..” Rio jadi bingung memulai dari mana.
“Ribet deh loe, mulai darimana aja deh” Ucap Sivia tak sabar dan mengerti Rio.
“Gini loe, waktu itu malem sebelum kita masuk sekolah loe kan ngobrol ditaman sama cewek itu siapa?” Tanya Rio pada akhirnya.
Sivia memutar bola matanya. Suprised.
“Kenapa?” Tanya Sivia.
“Gue penasaran” Ucap Rio cepat.
Sivia memandang Rio dari atas kebawah. Rio agak risih dipandang Sivia seperti itu.
“Ga usah liai=tin gue kayak gitu deh” Celetuk Rio.
“Gue rasa itu ga penting buat orang se-Perfect loe” Ucap Sivia tanpa mempedulikan ucapan Rio sebelumnya.
“Hey, Vi. Please. Ini bukan masalah ke-Perfect-an atau kesempurnaan. Gue penasaran sama dia” Ucap Rio.
“Just Penasaran? Kenapa?” Tanya Sivia.
“Lebih sih, hmm, kemarin gue juga ketemu dia ditaman dan gue ngobrol banyak ama dia” Ucap Rio.
Sivia membelalakan matanya. “Loe ngobrol sama dia? Yakin” Tanya Sivia aneh
“Ga juga sih, Abis gue ngobrol banyak tapi dia Cuma nanggepin sama anggukan, gelengan, dan senyum” Ucap Rio mengingat-ingat.
“Dia juga senyum?” Tanya Sivia lagi, nadanya kini lebih antusias dianding sebelumnya.
“Iyah, kenapa sih. Kayaknya langka banget” Ucap Rio ga sabar.
“Oh, gapapa” Ucap Sivia. Nadanya dibuat datar seperti sebelumnya.
“Vi, dia siapa sih? Kenapa dia ga ngomong sama sekali sama gue?” Tanya Rio.
“Dia
sepupu gue. Ify, Alyssa Saufika. Dia ga akan pernah ngomong sama loe.
Dan lebih baik loe mundur sebelum jauh loe mengenal dia” Ucap Sivia
datar tanpa menatap Rio.
“Come on Vi. Kenapa dia gitu. Lagian loe Cuma sepupu dia kenapa loe nyuruh gue mundur?” Tanya Rio tak terima.
“Dan loe siapa Ify? Loe juga ga begitu berhak masuk space dia” Ucap Sivia tak mau kalah.
Rio
terdiam. “Gue emang bukan siapa-siapa dia. Tapi gue suka senyumnya suka
caranya memandang dan pengetahuannya tentang bintang serta permainan
Melody malamnya” Ucap Rio sambil membuang pandangan
^^^
Rio
menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Frustasi dengan pembicaraannya
tadi siang dengan Sivia. Akhirnya Rio memutuskan untuk menyalakan dan
mendengarkan Radio. Berharap mendapat pencerahan dari sang Penyiar
Sharing Time malam ini.
“101,2 RFR.FM. Selamat malam para
pendengar diseluruh penjuru, malam ini kembali lagi bersama saya Fika
Aditya diacara Sharing Time. Okey, sesuai dengan tema kita kali ini
yaitu arti sebuah kesempurnaan. Hmm, ada gak ya pendengar kita yang
sedang galau dengan Apa Sih arti kesempurnaan itu? Oke, bisa langsung
join aja di line telepon RFR.FM di. 021 624 1012 Atau diline sms 0 8924
06 1012”
Setelah mendengar tawaran dari sang penyiar,
dengar gerakan cepat Rio menyambar BB Bold miliknya dan menekan
angka-angka yang telah disebutkan penyiar tadi.
“Oke,
guys. Sepertinya kita sudah mendapatkan penelfon yang akan berbagi
pengalaman. Oke, perkenalkan diri dulu. Siapa, dimana?” Tanya sang
Penyiar.
“Rio di Jakarta”
“Oke, Rio mau cerita apa nih?”
“Gue
mau cerita. Salahkah kalo gue Cuma jatuh cinta karena pandangan? Karena
gue mengalaminya, dimana gue mengagumi bahkan mungin mencintai dia
karena Fisik, dan bakat yang luar biasa. Tapi gue juga suka sama
sifatnya”
“Hemm, itu udah cukup dong buat ngebuktiin atau ngeyakinin loe emang benern jatuh cinta sama dia”
“Tapi,
gue baru tahu. Dibalik wajah manis. Ada sebuah kekurangan fisik dari
dia yang bener-bener membuat gue bingung. Antara memilih untuk tetap
bertahan mencintai dia. Atau mundur karena semuanya belum jauh”
“Sepertinya
loe beneran galau ya malem ini. Hahaha. Oke, gini Rio. Cinta bukan
berguna untuk menyempurnakan sebuah kesempurnaan. Tapi cinta lebih
memilih melengkapi suatu kekurangan dengan kelebihan yang ada. Cinta
bukan hanya terwujud dari perasaan kita terhadap lawab jenis. Loe pernah
denger seorang Beethoven yang memiliki kekurangan terhadap indera
pendengarannya? tapi dia mampu, dia bisa untuk bertahan tetap berkarya
dalam segala kekurangannya walau pada saat itu banyak yang mencemoohnya.
Loe bisa bayangkan? Dia legenda klasik dunia dibalik kekurangannya. Dia
tidak memikirkan bagaimana sebuah kekurangan fisik menghalanginya. Yang
dia tahu. Dia harus membuka hatinya dan melakukan semua apa yang ingin
dilakukan ambisinya dengan hatinya. So, loe ga harus menuntut
kesempurnaan dalam kisah loe. Cukup bangun semuanya apa adanya seperti
Beethoven yang mencintai musiknya” Akhir sang penyiar panjang lebar.
Rio
terdiam. Tak ada hasrat untuk membalas ucapan sang penyiar. Tangannya
lebih tergerak untuk mematikan sambungan telepon dan mematikan radio.
Kaki Rio lebih memilih melangkah kearah balkon dan memandangi kamar yang
ada dihadapannya. Setelah puas, Rio memaksa tubuhnya untuk duduk
bersandar ditempat tidurnya sambil memejamkan matanya. Mengingat kilas
kejadian percakapan dengan Sivia.
FLASH BACK ON
..............................
“Gue
emang bukan siapa-siapa dia. Tapi gue suka senyumnya suka caranya
memandang dan pengetahuannya tentang bintang serta permainan Melody
malamnya” Ucap Rio sambil membuang pandangan.
“Loe jatuh cinta sama dia?” Tanya Sivia telak.
Rio terdiam, jujur dia bingung apa yang harus dijawabnya, Entah dorongan dari mana yang membuatnya mengangguk pelan.
“Dia bisu” Ucap Sivia.
JDERRR
Rio sontak menoleh menatap Sivia. Matanya memelas berharap apa yang dikatakan Sivia hanya bercanda.
“Gue
ga bercanda. Makanya dia ga jawab semua ucapan loe” Ucap Sivia lagi.
“Gue udah bilang, tolong mundur sebelum jauh” Ucap Sivia sebelum
akhirnya meninggalkan Rio yang terdiam.
FLASH BACK OFF
Belum lagi ucapan Alvin tadi sore via telepon yang membuatnya semakin bingung.
“Serius Yo loe jatuh cinta sama cewe bisu?” Tanya Alvin.
“Gue ga tau” Jawab Rio seadanya.
“Come
on Yo, masih banyak cewek cantik diluar. Loe liat Shilla yang
ngejar-ngejar loe. Dia model, pinter juga. Cocoklah untuk loe yang
perfect” Ucap Alvin.
“Gue ga tau Vin” Ucap Rio lagi.
“Ayolah Yo, apa kata orang lain Yo, orang sekeren loe punya pacar bisu nantinya?”
“Persetan Vin. Lagi pula gue bingung. Jangan ganggu gue dulu” Ucap Rio malas yang langung mematikan sambungan telepon.
“Dua
orang udah ngusulin gue buat ngejauh dari loe? Gue bingung” Gumam Rio
sambil memandang balkon Ify dari balik tirai jendelanya.
Rio
memutuskan untuk mengistirahatkan matanya. Mencoba terlelap diiringi
Melody malam milik sang pianis diseberang balkon kamarnya.
Tahukah
Rio jika diseberang kamarnya ada gadis yang terisak hebat sambil
memainkan alunan Melody malam Piano Violin sonata versi Mozart hanya
karena mendengarkan sebuah radio ?
^^^
Ketika kau memutuskan untuk bertahan..
Perlu kau ketahui..
Disanalah titik awal kebahagiaan sebenarnya..
Meski banyak rintangan..
Hanyalah perlu kau anggap..
Itulah sebuah bagian kebahagiaan..
Setelah
tadi sore lemparan kertas berisi surat ke balkon Ify disampaikan dan
telah dipastikan diterima oleh sang pemilik kamar yang berisi
--------------------------
Kita ketemuan ditaman lagi ya :)
Seperti malam itu jam 8 :)
Mario
--------------------------
Jadul
sih keliatannya, tapi terpaksa dilakukan karena Rio sudah tahu jawaban
dari pertanyaannya semalam. Setelah memantapkan hatinya untuk memilih
tetap bertahan.
Rio sudah menduduki taman ini
lebih dari setengah jam yang lalu. Salah dirinya juga sih, karena
memilih menunggu satu jam lebih awal di taman itu. Rio sibuk sendiri
menyetem gitar yang sudah dibawanya khusus untuk malam ini hingga ada
sebuah tangan menepuk pundaknya.
“Eh elo Fy, duduk” Ucap Rio mempersilahkan.
Ify memandang Rio bingung.
“Gue tau nama loe dari Sivia, dia sepupu loe kan?” Tanya Rio yang mengerti kebingungan diwajah Ify.
Ify
mengangguk dan langsung duduk disamping Rio. Balutan dress putih
selutut dengan rambut dikesampingkan ditambah flatshoes senada dengan
dress. Membuat penampilan Ify sedikit berkilau malam ini. Belum lagi
warna dress nya sama seperti kemeja Rio yang ditekuk sampai siku.
Rio memandang Ify yang sibuk memandang langit.
“Apakah langit itu lebih menarik dibandingkan gue?” Tanya Rio.
Ify mengangguk mantap tanpa menoleh. Rio melengos. Membuang nafas secara kasar membuat Ify menoleh.
Ify tersenyum. Senyum manis yang lebih sumringah dari senyum-senyum dahulunya dan membuat Rio agak terperangah, terpesona.
Sifatmu nan s’lalu
Redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu
“Senyum loe gue suka” Ceplos Rio tak sadar.
Membuat kedua pipi Ify bersemu.
“Eh” Rio menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal. Bingung memikirkan kata yang pas.
Hening tak ada yang bicara..
“Mario” Panggil seseorang –Alvin-
Rio dan Ify kompak menoleh. Rio mengernyitkan dahinya, bingung. ‘Ngapain Alvin kesini?’ Bathinnya.
“Loe jadi serius sama cewe ini?” Tanya Alvin sarkatis.
“Loe apa sih Vin?” Tanya Rio balik. Tak mengerti.
“Come On Yo. Sadar ga sih ama yang loe lakuin? Dia mana pantes sama loe?” Ucap Alvin sambil menunjuk Ify. Ify menunduk.
“Maksud loe apa sih? Loe ga berhak ngomong gitu.” Bentak Rio.
“Ma-Ri-O ! Loe terlalu perfect untuk cewe bisu ini !” Kecam Alvin.
BUGGG
Bogem mentah milik Rio mendarat mulus dimuka Alvin. Ify menoleh.
“Loe
kenapa sih? Loe tega ngehajar gue demi cewe ini? Cewe bisu ini. Sadar
Yo, apa bandingan dia sama Shilla the most perfect girl disekolah kita
yang ngejar loe?” Ucap Alvin tak mau kalah.
Rio sudah kembali bersiap memukul Alvin lagi tapi langsung dicegah oleh Ify. Pelukan Ify dari belakang menghentikan semuanya.
“Loe ga ada hak buat bandingin Ify sama Shilla. Karena Ify bukan Shilla, jadi tolong berhenti bandingin mereka” Ucap Rio dingin.
Tanpa mengucapkan suatu patah kata apapun Alvin meninggalkan Rio dan Ify.
Rio
terdiam, pelukan Ify dan sandaran kepala Ify dipunggungnya meredakan
emosinya. Rio mengatur nafasnya yang memburu setelah merasakan
punggungnya basah. Ify menangis !
Setelah mengatur
emosinya untuk kembali semula Rio melepaskan pelukan Ify dan memutar
badannya kebelakang. Rio dan Ify kini berhadapan. Dengan kedua ibu
jarinya Rio mulai menghapus air mata Ify.
“Gue udah bilang, gue
suka senyum loe. Bukan air mata. Dan itu tulus dari hati gue” Ucap Rio
yang lalu menuntun Ify ketempat duduk di taman tadi.
Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu..
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Rio mempersiapkan gitarnya.. Sebuah intro familiar ditelinga siapapun yang mendengarnya mengalun sempurna.
aku mengenal dikau
tlah cukup lama separuh usiaku
namun begitu banyak
pelajaran yang aku terima
kau membuatku mengerti hidup ini
kita terlahir bagai selembar kertas putih
tinggal ku lukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud harmoni
segala kebaikan
takkan terhapus oleh kepahitan
ku lapangkan resah jiwa
karna ku percaya kan berujung indah
kau membuatku mengerti hidup ini
kita terlahir bagai selembar kertas putih
tinggal ku lukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud harmoni
harmoni, harmoni, harmoni
Rio
masih terus memandangi wajah Ify sambil memainkan gitarnya, saat ingin
menyanyikan lirik terakhir nafas Rio dibuat tercekat karena Ify
menyanyikan bait itu lebih dulu. Ify bersuara.
kau membuatku mengerti hidup ini
kita terlahir bagai selembar kertas putih
tinggal ku lukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud harmoni
Ify
menyelesaikan bait terakhir dengan begitu sempurna seperti alunan suara
gitar yang mengiringinya. Suaranya pun terbilang halus dan ternilai
bagus di indera pendengaran Rio. Rio masih terperangah, tidak percaya
apa yang didengarnya kali ini.
“Hey?” Panggil Ify sambil mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Rio.
“Eh,, Ahh,, Ify?” Panggil Rio memastikan, takutnya didepannya hanya jelmaan Ify karena memakai dress putih -_-
“Yes,, My name’s Alyssa Saufika, with nick name Ify. And you Mario Stevano aren’t you?” Ucap Ify bersemangat.
“Tapi?” Rio masih belum bisa berkata banyak.
“Kenapa? Ify yang loe kenal seorang gadis bisu yang selalu memainkan piano dikamarnya bukan?” Tanya Ify.
Rio mengangguk. “Dan gue jatuh cinta sama dia karena itu” Ceplos Rio. “Eh” Ucapnya sambil menutup mulut.
Ify terdiam, tertunduk malu mendengarnya.
Rio mengenggam tangan Ify erat. Dan mengangkat wajah Ify dengan telunjuknya.
“Gue
kenal loe emang ga selama lagu yang dinyanyiin tadi. Tapi cukup membuat
gue belajar. Apa arti sebuah kesempurnaan, apa itu arti saling
melengkapi dan mencintai yang sebenarnya. Gue juga ga peduli seorang Ify
yang dibilang bisu ternyata yang bisa nakhlukin hati gue, Mario
Stevano, Gue Cuma mau mencintai loe apa adanya seperti Beethoven yang
mencintai musiknya. Dibalik semua kekurangan yang ada, dia mampu
menutupi semuanya dengan karya cintanya. Dan gue harap nantinya kita
akan saling melengkapi terlepas dari kekurangan loe atau gue. Gue suka
senyum loe, tapi gue benci air mata loe. Dan gue harap tadi pertama dan
terakhir kalinya gue liat air mata loe. Loe juga melody malam yang
selalu menyempurnakan Harmoni semesta gue. Fy, would you be my girl and
be a missing piece I need?” Ucap Rio.
Ify menunduk wajahnya
memerah, lalu mengangguk pelan. Rio ikut terdiam melihat jawaban Ify.
Ingin segera hatinya meloncat saking gembiranya, tapi ada yang
mengganjal dihatinya dan membuatnya memilih untuk bertanya.
“Jadi?” Tanya Rio.
“Apa?” Tanya Ify balik.
“Kenapa kamu harus berpura-pura bisu?” Tanya Rio.
“Karena aku memang mencari kesempurnaan yang sebenarnya” Jawab Ify sambil memandang langit.
Rio terdiam, melihat pancaran mata Ify yang memandang langit membuatnya bungkam, seakan ada yang ingin diceritakan.
“Dulu
aku pernah berpikir kalo akulah Rasi Vega, bagian summer triangle
berlambangkan harpa milik Orfeus. Ketika Orfeus mati ga ada yang pernah
bisa membuat harpa itu bermusik lagi. Aku berpikir untuk membuat kisahku
sama seperti Vega. Tidak akan lagi bersuara setelah kehilangan orang
yang sangat berarti. Walau Orfeus lebih memilih Eridik sebagai
pendampingnya, tapi pada Vega lah Orfeus berkeluh kesah sehingga membuat
potongan kisah sendiri dalam diri Vega. Dulu aku pernah kehilangan Kak
Gabriel, kakak kelas sekaligus sahabat aku. Aku menyukainya tapi justru
dia berdampingan dengan Kak Zahra yang juga kakak kelas aku. Sampai
akhirnya kak Zahra meninggal dalam kecelakaan pesawat, membuat Kak
Gabriel frustasi sendiri. Aku jadi tempat curhat dia. Aku sakit, tapi
tetap mendengarnya hingga akhirnya Kak Gabriel juga meninggal karena
kecelakaan saat Balap Liar. Dari saat itu aku memilih untuk menjadi
diam, Tidak ingin bicara kecuali orang terdekat.” Tutup Ify mengakhiri
kisahnya.
“Apa yang membuat kamu berubah pikiran?” Tanya Rio.
“Kamu
yang buat aku berubah, ucapan kamu saat berantem dengan teman kamu
tadi. Menegaskan diri aku memang seorang Ify, bukan seorang Vega. Ucapan
itu nyadarin aku” Jawab Ify.
“Enggg, kamu masih suka Gabriel?” Tanya Rio pelan.
“Gabriel bakal punya tempat tersendiri di hati aku. Dan kamu, punya ruang tersendiri untuk itu” Jawab Ify lagi.
“Kenapa memilih aku?” Tanya Rio lagi.
“Jawabannya
sama kayak kamu memilih aku, kita sama-sama mencari arti kesempurnaan
yang sebenarnya, Dan aku temuin itu dalam diri kamu. Dari awal kita
kenal, sifat kamu yang ramah bener-bener buat aku nyaman. Padahal kalo
orang lain pasti langsung bilang aku sombong ga mau nanggepin mereka.
Kalo yang udah tau aku bisu pasti pada ngeledek” Unek Ify. “Tapi kamu
beda, itu yang buat aku pilih kamu” Jawab Ify pada akhirnya.
“Ternyata aku ga salah pilih orang” Ucap Rio sambil tergelak dan mengacak poni Ify. Ify tersenyum manis.
“CIEEEE” Ucap Alvin dan Sivia dari belakang.
“Alvin, Via.. Kok disini?” Tanya Rio.
“Nih semenjak Ify cerita mau ketemu loe malem ini, gue nguntit” Jawab Sivia santai.
“Dan langsung ngehubungin gue buat nguji cinta loe ama Ify serius atau ga. Sialnya malah kena bogem loe” Ucap Alvin.
Rio cengo langsung aja ketawa ngakak “Aduh koko. Sumpah gue ga tau. Gue pikir loe beneran jadi gue kesel” Ucap Rio.
“Yee,
gue juga diceritain Via kali tentang Ify makanya mau gue hina tentang
kebisuannya ga bakal kena timpuk sepatu dari dia” Ucap Alvin santai
“Untung Yayang gue tercinta ini bawa P3K” Ucap Alvin lagi sambil merangkul Sivia.
“Kamu jadian sama dia Vi?” Tanya Ify.
Sivia nyengir.
“PEJEEE” Koor Rio.
“Loe juga” Ucap Alvin.
Semua tertawa. Rio merangkul Ify hangat. “Love youu” bisik Rio hangat.
Ify
melepas rangkulan Rio dan membentuk tangannya menjadi “Love” menunjuk
Rio “You” dan reflek mencium pipi kanan Rio “Too” bisiknya.
“Ciee” Koor Alvin dan Sivia.
Akhirnya
kesempurnaan sebuah sebuah harmoni semesta semakin lengkap dengan
adanya sang melody malam. Karena disaat yang bersamaan mereka saling
mengisi dan membuat para penikmat malam terbuai akan sensasi manisnya..
The END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar