Selasa, 26 Juni 2012

Will You Marry Me? - Part 5

Strategi kedua. Sabtu, jam 19.15


“Udah deh, Pris. Gue masih nggak enak nih sama peristiwa Selasa kemarin. Masa sih kita mau ngerjain dia lagi?” Ify terus aja protes saat Prissy mendandaninya dengan dandanan yang amat sangat urakan dan norak.

“Lo tenang aja deh, Fy, ini strategi kedua sekaligus ketiga dan terakhir. Kalo dia berhasil melewati strategi ini, berarti dia benar-benar cinta mati sama lo. Setelah itu, gue nggak ikut campur lagi.”

“Iya, tapi dengan dandanan kayak gini ke bioskop? Bareng temen-temen Rio pula. Yang bener aja dong, Pris.”

“Iya, Pris, kayaknya lo kali ini keterlaluan deh. Tanpa hal seperti ini pun gue yakin kok, Rio tuh serius sama Ify,” Alvin ikut berkomentar.

Prissy mengerutkan dahi. “Oh ya? Dari mana lo tahu? Tatapannya? Naif banget sih lo, Vin.”

“Bukan, tapi dari kata-katanya. Asal lo tahu, waktu kita di mal Selasa kemarin, Rio bilang ke gue...

“’Lo tahu nggak, Vin, gue akan lakukan apa pun untuk membuat bidadari gue tetap tersenyum. Berapa pun uang yang harus gue keluarkan, sebesar apa pun pengorbanan yang diminta untuk mewujudkannya akan gue lakukan...’

“Kalo lo jadi gue, apa lo nggak bakal percaya, Pris?”

Prissy sempat melongo mendengar penjelasan Alvin. Sebenarnya, tanpa Alvin menceritakan itu pun, Prissy sudah percaya Rio serius. “Gue tahu, tapi please, sekali ini aja... setelah itu akan gue serahkan sobat gue ke dia kalo emang terbukti dia cinta mati sama Ify.” Alvin tersenyum mendengarnya. Dia tahu banget, Prissy yang anak tunggal sangat menyayangi Ify seperti adiknya sendiri, dan dia nggak bakal menyerahkan adiknya ke sembarang orang.

Ify seperti berperang dengan hatinya sendiri. Sejak peristiwa di mal itu... Sejak Rio menyanjungnya dengan kata bidadari... Sejak itu perasaannya pada Rio mulai berubah. Ify mulai membuka hatinya dan membiarkan Rio membelai-belai hati itu dengan kasih sayangnya yang tak pernah pupus.

Terus Alvin mengatakan hal yang baik tentang Rio, lagi. Rasanya semua kebencian dan keraguan sirna begitu saja. Tapi ada satu yang masih mengganjal hati Ify, Apakah semua ini akan abadi selamanya? Apakah Rio bisa menerima dirinya bagaimanapun rupanya? Apakah Rio nggak malu memperkenalkannya kepada teman-temannya? Untuk itulah Ify harus rela didandani supernorak oleh Prissy.

Kalo lo lulus malam ini, Tuan Kurang Ajar, gue akan serahkan hati gue ke elo sepenuhnya.



@@@@@



19.20


Rio menjemput Ify di rumah Prissy.

“Eh... hai, Yo. Mau berangkat? Oke, gue panggilin pasangan lo ya. Ify...!” teriak Prissy.

Ify muncul. Rok mini yang dikenakannya membuatnya nggak nyaman. Ditambah tank top dan jaket jeans belel plus sisiran awut-awutan. Pokoknya dandanan Gotik yang seru punya. Rio memerhatikannya sejenak.

“Hmm... lo cocok juga dandan begini,” komentarnya.

Ify memandang Prissy dan Alvin bergantian.

“Ya udah. Yuk, berangkat. Pris, Vin, kali ini pakai mobil gue aja ya. Bukannya sok, Cuma kasihan Ify kalo pulangnya mesti kedinginan.” Prissy dan Alvin mengangguk bersamaan.

Mereka pun berangkat ke Twenty One. Di sana temen-temen Rio sudah menunggu. Mereka benar-benar surprise melihat dandanan Ify. Tapi toh tak satu pun yang berani berkomentar.

Herannya Rio dengan santai memperkenalkan Ify pada teman-temannya tanpa memedulikan pendapat mereka. “Ini calon istri gue, man,” katanya pada setiap temannya.

“Dia lulus ujian Strategi Dua,” bisik Prissy. “Tapi lihat, Strategi Tiga ada di sana.” Prissy menunjuk seorang gadis bertubuh indah dan seksi. “Dia temen gue. Habis ini Rio pasti beli snack dan cewek itu akan menggodanya. Dan lo bisa denger dari sini percakapan mereka,” Prissy masih berbisik. Ditunjukkannya HP-nya yang tersambung dengan HP cewek seksi itu.

“Hei, gue beli snack dulu ya,” pamit Rio pada teman-temannya. “Fy, lo pengen apa?” tawarnya pada Ify.

“Apa aja deh,” jawab Ify singkat. Dan Rio pun meninggalkannya di lobby bioskop.

“Oke, lo jangan liat ke arah Rio, ya. Bisa curiga dia,” kata Prissy memperingatkan. Ify hanya mengangguk. “Lebih amannya kita ke toilet aja yuk...” Lagi-lagi Ify hanya mengangguk. Mereka pun pergi ke toilet.

“Halo, cowok...” HP Prissy mulai bereaksi.

“Ya...”

“Mm... mau nonton film apa nih?”

“Kenapa memangnya?”

“Nggak, kok sendirian?”

“Lo salah. Gue sama pacar gue kok.”

“Mm..., cewek norak yang di sebelah kamu tadi ya? Kamu serius mau pacaran dengannya?”

“Sorry, lo udah keterlaluan. Seperti apa pun dandanannya, dia pacar gue. Perlu lo tahu, gue nggak hanya cinta fisiknya, tapi lebih karena hatinya. Gue bahkan sudah mencintainya sebelum gue ketemu dia. Lo nggak berhak ngomentarin dandanannya. Ngerti?!” Ada jeda sebentar. “Bagus.”

Adegan itu pun berakhir. Ify menangis sekarang. Menangis saking terharunya. Rio nggak perlu membuktikan apa-apa lagi padanya. Tak ada lagi yang mengganjal hatinya.

“Pris, dandanin gue kayak biasanya, ya? Lo bawain baju ganti buat gue, kan?”

Prissy tersenyum, lalu mengangguk.

Gue rela ngelepas lo buat orang seperti Rio, Fy. Semoga kebahagiaan selalu bersama lo, doa Prissy dalam hati.

Dan bisa dibayangkan dong, apa yang terjadi saat Ify keluar dari toilet dengan dandanan kebanggaannya: kaus dan jeans ⅞ ditambah make-up sangat minimalis yang justru menapilkan aura kecantikan Ify yang sesungguhnya. Pokoknya manis dan imut abis.

Sampai-sampai Rio bilang, “Lo tuh memang punya seribu wajah cantik yang gue kagumi, tapi wajah lo kali inilah yang paling gue kagumi.” Ify jadi malu karenanya. Pipinya memerah.

Ditambah lagi waktu Cakka –teman Rio- ikut berkomentar, “Pinter juga lo cari istri.” Aduh... serasa melayang deh pokoknya.

Akhirnya malam itu jadi malam terindah bagi Ify. Dia sampai lupa masih ada satu lagi misi yang harus dijalankan.

Tidak, tidak. Bukan strategi lagi, tapi penyelidikan SMU-nya Rio.

Sebenarnya Ify sudah malas dengan hal-hal begituan. Ia bahkan nggak peduli kalau Rio ternyata sekolah di SMA swasta paling jelek sekalipun. Tapi kata-kata Prissy ada benarnya juga. Ify harus mulai mengenal siapa calon suaminya.

Ketika Ify sudah hendak menyerahkan tugas penyelidikan itu kepada Prissy, malah dialah yang mengetahui rahasia sekolah Rio itu secara tidak sengaja. Semuanya berawal dari sebuah penggaris.....


@@@@@


Ify sedang mengerjakan PR Matematika-nya ketika sadar penggarisnya lenyap dari tas sekolahnya. Dan Ify tahu banget di mana dia bisa menemukan barang-barangnya yang tiba-tiba lenyap begitu.

“Kak Iyel...” Ify mendorong pintu kamar kakaknya tanpa permisi. “Kak Iyel yang ambil penggaris Ify, kan?” dia menuduh Gabriel yang tengah asyik menggunting-tempel kliping bangunan.

“Kalo iya, kenapa?” jawab Gabriel santai tanpa menghentikan aktivitas.

“Kakak nih ya, kalo salah tuh minta maaf, bukannya malah tanya kalo iya kenapa?” Ify menirukan gaya bicara Gabriel dengan memonyongkan bibir. “Ify tuh lagi pusing mikirin PR Matematika. Udah susah, ditambah nggak ada penggaris, lagi. Sebel.”

“Hei, cerewet! Kalo nggak bisa ngerjain PR, marahnya jangan sama gue dong. Gue juga lagi pusing nih ngerjain kliping. Cerewet lo.” Gabriel menoyor kepala Ify.

“Aduh, Kak Iyel, Ify bilangin Bunda ya, main-main kepala. Nggak sopan, tau.” Ify tambah marah oleh perlakuan Gabriel. Mereka memang nggak pernah akur.

“Sebodo! Dasar tukang ngadu. Nyadar dong, lo kan udah mau married, masa masih mau ngadu ke Bunda terus? Gue laporin Rio, tahu rasa lo.”

“Laporin aja kalo bisa. Dua hari ini kan Rio nggak bisa ke sini. Jadi, giliran dia ke sini, ceritanya udah basi. Weeek...”

“Ya gue ke sekolahnya dong. Nggak jauh kok dari kampus gue.”

Mendengar ini Ify kayak dapet durian runtuh. Sekolah Rio? Kak Iyel tahu di mana sekolah Rio?

“Emangnya di mana sekolah Rio?” tanya Ify penuh semangat.

“Ya di SMA Teitan lah. Memang di mana lagi? Lo mau ngetes gue ya? Lo kira gue nggak tahu, apa?”

Ify sudah tidak menggubris lagi reaksi kakaknya selanjutnya, apalagi waktu tiba-tiba Ify memeluknya. “Makasih ya, Kak. Kak Iyel baik deh.” Setelah berkata begitu Ify berlalu dari kamar Gabriel. Dia bahkan sudah lupa tujuan awalnya mengambil penggaris.

Gabriel sendiri terbengong-bengong melihat sikap adiknya itu. Jangan-jangan jin ifrit mampir ke sini nih. Terus ngerasukin si Ify. Hiiy... begitu pikirnya.


@@@@@


“SMA Teitan?” Prissy mengerutkan kening. Dia dan Alvin tengah berkumpul di kamar Ify waktu cewek itu mengabarkan penemuan berharganya. Rupanya teka-teki soal Rio sudah jadi misteri yang penuh tantangan bagi mereka.

Untung saja rumah Prissy satu kompleks dengan rumah Ify, jadi begitu telepon berdering minta berkumpul, Prissy bisa langsung muncul di depan pintu rumah Ify. Sedang Alvin, walaupun rumahnya agak jauh, tapi sorry aja ya, kalo harus melewatkan saat-saat bersama dengan kekasih dan sohibnya. Apalagi hari belum malam, baru jam 18.30. perjalanan dari rumahnya ke rumah Ify Cuma lima belas menit. So, kenapa nggak ikut nimbrung?

“Memangnya SMA Teitan itu ada?” tanya Prissy bingung.

“Itu dia, Pris, gue sendiri bingung. Ada SMA Piri, SMA De Britto, dan sebagainya, yang jelas bukan SMA Teitan. Denger juga baru kali ini. dari mulut Kak Iyel, lagi.” Ify garuk-garuk kepala.

“Tunggu-tunggu, gue tahu.” Pernyataan Alvin membuat dua cewek didepannya mengalihkan pandang kepadanya. “Kalo nggak salah nih, SMA Teitan tuh sekolah swasta......................




BERSAMBUNG..............................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar