Selasa, 26 Juni 2012

Will You Marry Me? - Part 7

“Vin, Alvin!” suara lembut itu berasal dari belakang mereka.

Alvin, Prissy, dan Ify menengok ke asal suara. Seorang gadis manis melambai ke arah mereka. “ “Sebelah sini! Sini!” panggilnya seraya tersenyum senang.

Ah, selamet gue... bisa bayangin nggak sih, Prissy ngamuk di sini? Bisa mati malu gue. Alvin mengelus dadanya, lalu dengan langkah pasti dihampirinya gadis yang tak lain adalah Zahra itu. Ify dan Prissy mengekor di belakangnya.

“Gue tadinya masih kepikiran, Alvin siapa ya yang nyari gue ke sini. Eh... nggak tahunya Alvin elo. Lo tambah tinggi, ya.” Cewek berperawakan tinggi langsing dengan kacamata minus itu tidak kelihatan seperti gadis sombong lainnya yang berkeliaran di sekitar situ.

“Gue udah deg-degan nih, Zah. Gue kira lo udah berubah kayak mereka.” Alvin memberi kode dengan matanya ke arah pengunjung kantin SMA Teitan. Zahra tertawa pelan. “Lagian lo cepet banget ngenalin gue, gue aja ketakutan setengah mati bakal nggak ngenalin lo. Nggak tahunya...” Alvin memerhatikan Zahra sesaat. “Lo nggak banyak berubah, ya.”

“Nggaklah. Gue masih punya akal sehat kok. Gue juga nyadar, gue beda dengan mereka. Cuma sayang aja kalo beasiswa disia-siain. Dan seragam kalian itu nyolok banget, lain dari yang di sini. Makanya, gue langsung bisa nebak itu elo!” ucap Zahra dibarengi senyum ramahnya. “Oh iya, lo belum ngenalin temen-temen lo...”

“Ah, gue sampai lupa. Ini Ify...” Ditunjuknya Ify yang tersenyum ayu.

Zahra mengulurkan tangannya pada Ify sembari menyebut nama. “Dan ini Prissy, cewek gue.” Kembali Zahra mengulurkan tangan dan menyebut namanya.

“Oke, terus ada apa nih, sampai rame-rame ke sini? Pasti penting banget deh,” sambung Zahra setelah memesankan minum untuk para tamunya. Mereka duduk di tenda payung tempat Zahra menunggu kedatangan mereka.

“Ya mungkin buat lo nggak penting. Tapi buat temen gue ini,” Alvin melirik Ify, “sangat penting”

Sesaat Zahra memandang Ify, tapi kemudian tersenyum.

“Hmm..., oke, gue dengerin,” katanya singkat.

“Temen gue nih lagi deket sama seseorang yang misterius. Satu-satunya informasi tentang orang ini adalah dia sekolah di SMA Teitan kelas tiga. Terus gue ingat lo, dan mau tanya tentang orang ini. Yah, siapa tahu aja lo kenal dia.”

“Hmm... siapa namanya?” ucap Zahra sambil menyeruput es jeruknya.

“Rio.”

“Uhuk, uhuk!” Zahra tiba-tiba tersedak minumnya sendiri. Tapi sesaat kemudian dia menyeruput es jeruknya sekali lagi. “Uhuk..., sorry. Uhuk...” dan akhirnya batuknya berhenti juga.

“Zah, lo nggak pa-pa, kan?” tanya Ify khawatir. Zahra tersenyum dan menggeleng.

“Nggak pa-pa kok. Cuma surprise aja denger nama orang yang lagi deket ama elo itu, Fy,” jawab Zahra kemudian. Sisa batuknya sudah hilang.

“Memangnya kenapa, Zah?” Ify mengerutkan kening, seperti kebiasaan Prissy kalo lagi penasaran.

“Karena cowok yang lo maksud itu public figure di sekolah ini.”

“Hah? Maksudnya?” Jantung Ify berdebar cepat. Dia bersiap-siap mendengar jawaban apa pun yang bakal terlontar dari bibir Zahra.

“Dia itu ketuanya ketua murid di sekolah ini. Dia disegani semua siswa di sini karena wibawanya. Guru-guru juga sayang sama dia karena kepandaiannya, cewek-cewek mengaguminya karena ketampanannya. Bahkan petugas di sini menghormatinya karena keramahannya.”

Demi Tuhan yang menciptakan dunia dan seisinya, Ify sampai nggak bisa ngomong apa-apa mendengar penjelasan Zahra.

“Padahal dulu dia sama sekali tidak menyenangkan. Sifatnya kasar dan suka menindas yang lemah. Lebih mirip dengan preman daripada pelajar. Tapi, suatu ketika dia melakukan kesalahan fatal sehingga dia tinggal kelas. Sejak itulah dia berubah. Bahkan orang-orang yang dulu membencinya kini mendirikan fans club untuknya. Dan kebanyakan para fans berat itu malah menyalahkan orangtua... Rio...” Zahra memelankan suaranya saat menyebut nama Rio.

“Menurut mereka, Rio terjerumus karena kurang kasih sayang.” Cewek berambut gelombang yang dikuncir kuda ini menghela napas panjang. Dia tersenyum sebelum kembali bercerita, “Bagaimanapun dia sekarang berubah. Dan semua berbalik memujanya. Dia dianugerahi jabatan sebagai ketua inti. Gue sendiri heran, kekuatan apa sih yang mampu mengubahnya sampai seperti ini? Menjadi pribadi yang bertolak belakang dengan pribadinya semula. Apa pun bentuk kekuatan itu, pasti sangat kuat dan indah.” Zahra kembali tersenyum.

Ify memandang Zahra tanpa sanggup berkata-kata. Dia menelan ludah. “Lo yakin nggak salah orang, Zah?” tanyanya ragu.

Zahra menggeleng pelan. “Hanya ada satu Rio di sekolah ini. Dan gue yakin banget Rio yang gue ceritakan inilah yang lo maksud.”

“Kok lo bisa seyakin itu?” Ify kembali mengerutkan dahi.

Zahra tersenyum. Sesaat ditatapnya Ify lekat-lekat. “Rio pernah bilang ke gue, ada seorang bidadari yang telah mengubahnya, bidadari mungil yang akan disayanginya seumur hidup. Dan beruntung sekali gue, karena hari ini gue bertemu bidadari yang diceritakan Rio.”

“Maksud lo Ify?” tanya Prissy yang sedari tadi terdiam. Zahra menjawabnya dengan anggukan kepala.

“Jadi, lo ini sebenarnya sohibnya Rio, ya?” tanya Alvin.

“Bukan,” sahut Zahra singkat. Dia kemudian menjelaskan, “Buat mereka, gue ini Cuma orang yang numpang lewat.” Mata Zahra beredar ke sekeliling kantin sekolah. “Apalagi gue pernah bermasalah dengan Ashilla, cewek sombong sok berkuasa di sekolah. Yah, itu lain cerita.” Zahra kembali ke inti cerita. “Sedangkan Rio itu milik mereka yang berharga, terutama bagi para senior kelas tiga. Gue Cuma seseorang yang penasaran dengan perubahan Rio. Dan lo tau banget kan, Vin, gue paling nggak bisa tersiksa sama rasa penasaran.”

Alvin mengangguk. Seingatnya, Zahra memang cewek yang nggak pernah puas dengan jawaban. Dan dia bisa sangat pemberani dalam memuaskan rasa ingin tahunya itu. Mengingatkannya pada Prissy.

“Itulah, akhirnya gue nekat tanya Rio. Tadinya gue kira dia bakal marah dan ngusir gue, nggak taunya, dia malah cerita tentang bidadarinya. Beruntung banget gue.” Zahra tersenyum.

Bukan hanya perasaan bangga yang memenuhi hati Ify demi mendengar semua itu, tapi perasaan minder juga tiba-tiba menyiksanya dengan sangat.

Gue? Bidadarinya? Kenapa? Padahal dia nggak kenal gue. Atau gue yang nggak kenal dia..... Tapi mana mungkin gue sih?! Berbagai pertanyaan berputar di kepala Ify.

“Fy, lo beruntung bisa jadi bidadari Rio. Tapi inget, lo mesti ati-ati sama yang namanya Ashilla. Dia sudah seperti penguasa Rio aja. Apalagi dia... dia... Ah, nggak usahlah gue kasih tahu. Biar Rio sendiri nanti yang menjelaskan ke elo.”

“Apa sih, Zah? Gue jadi penasaran nih...” Prissy merengek meminta penjelasan. Tapi sepertinya Zahra kekeuh dengan pendiriannya. Dia bangkit dari duduknya.

“Maaf ya, gue nggak berhak bicara apa pun tentang hal itu. Yang jelas, ati-ati. Jangan sampai kayak gue, hanya karena gue negur dia gara-gara menindas adik kelas, dia langsung ngomong macam-macam tentang gue, jadi... lo bisa lihat sendiri, kan, gue terkucil di sini. Makanya gue seneng banget dengan kunjungan kalian.” Zahra melihat jam tangannya. “Aduh, kayaknya gue nggak bisa lama-lama nih. Gue ada ekstra wajib,” katanya seraya bangkit berdiri. “Kalian bisa nunggu Rio di sini kalo mau. Tapi sorry, gue nggak bisa nemenin.”

Ify, Prissy, dan Alvin ikut berdiri.

“Nggak deh, kita pulang aja. Risih, tau, dipelototin temen-temen borju lo!” jawab Prissy cepat.

“Ha... ha... bisa aja lo!” Zahra ketawa lepas.

“Thanks banget infonya, ya, Zah,” kata Ify.

“Sorry udah ganggu waktu break lo,” sambung Alvin.

Zahra tersenyum. “Nggak usah sungkan, gue seneng kok. Kapan-kapan main ke sini lagi, ya.” Diulurkannya tangannya ke Alvin dan dua teman barunya. “Sorry gue bener-bener harus pergi sekarang. Hati-hati ya pulangnya.” Zahra tersenyum sekali lagi.

“Kita pulang yuk,” ajak Ify tak lama kemudian.

“Iya nih, gue jadi kasihan ama Zahra. Apa enaknya sekolah bagus tapi hati merana?” Prissy mengedarkan pandangan ke gerombolan siswa di kantin itu.

“Zahra sih orangnya tegar, jadi bukan masalah besar baginya kalaupun dikucilkan seluruh sekolah. Udah, ayo pergi,” kata Alvin. Namun baru saja mereka akan melangkah, sebuah suara tak mengenakkan terdengar.

“Hei, tikus-tikus got!”

Ify, Alvin, dan Prissy mengurungkan langkah dan menengok ke asal suara.

“Iya! Kalian bertiga!” seorang gadis tinggi langsing berkulit putih bersih dan berambut panjang yang dibiarkan tergerai di bahu melangkah mendekati mereka diikuti segerombolah cewek cantik.

“Sial, siapa lo? Ngomong pake aturan dong!”

Dasar Prissy, dia langsung emosi begitu tahu merekalah yang dimaksud dengan tikus got.

“Wah, wah... ternyata ada satu yang bisa mencicit,” ucap cewek itu dengan suara tinggi yang jahat.

“Habisi aja, Ashilla!” ujar salah seorang teman cewek angkuh yang ternyata bernama Ashilla.

“Hm... jelas banget bakal gue habisi. Tapi sebelum itu rasanya kita perlu melaporkan tukang kebun kita ke Kepala Sekolah. Dia kebobolan dengan masuknya tikus-tikus ini ke sekolah kita.” Ashilla melipat tangannya di dada. Tawa melengking para pengikutnya menyakitkan telinga.

“O... jadi lo yang namanya Ashilla?!” ucap Prissy manggut-manggut sambil memerhatikan cewek angkuh itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Lumayan,” lanjutnya. Pipi Ashilla yang putih kontan memerah. “Tapi untuk ukuran Rio, lo nggak ada apa-apanya dibanding Ify. Setidaknya, Ify lebih beradab.”

Demi mendengar nama Rio disebut, kemarahan Ashilla maki meluap. Matanya yang indah membelalak menakutkan. “Jadi lo ke sini sama kelompok kumel lo itu, dan berkomplot dengan si sok pintar Zahra, untuk mencari tahu soal Rio? Dasar tikus-tikus nggak tahu diuntung.” Dihampirinya Prissy yang berdiri tegak tanpa rasa takut sedikit pun. Prissy sama sekali nggak memedulikan desakan Alvin dan Ify untuk segera pergi dari tempat itu. “Tadinya gue Cuma kepingin ngerjain temennya si sok pinter yang sama kumuhnya dengan dia. Nggak tahunya gue malah dapet mangsa yang tepat.” tambah Ashilla. Dia berdiri tepat di depan Prissy yang dua senti lebih pendek darinya.

“Memangnya kenapa? Lo takut ya? Terlambat, lo udah kecolongan sejak lama, Nona Besar.” Prissy jelas nggak mau kalah dengan gadis paling menyebalkan yang pernah ditemuinya itu.

“Heh, lo ngaca dulu dong sebelum masuk sini. Untuk satpam sini aja tampang kayak kalian nggak layak, ee... masih nekat mau mencuri keju terbaik kami yang bermerek Rio, lagi. asal lo tahu ya, Rio itu punya gue! Nggak ada yang boleh ngambil dia dari gue! Apalagi tikus kotor kayak lo. Ngerti?!”

Prissy sudah kehabisan kesabaran, di....................






BERSAMBUNG.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar