Selasa, 26 Juni 2012

Will You Marry Me? - Part 13

“Siapa yang Nona Detektif nih? Memangnya ada kasus apa?” Rio yang tiba-tiba muncul di balik pintu kamar Ify membuat Prissy urung bicara.

“Itu tuh Prissy, masih penasaran aja ama Sivia. Padahal gue udah bilang Sivia itu pacar Kak Iyel, titik.” Ify yang pertama menyambut pertanyaan Rio.

“Eh, Yo, lo kan anak SMA Teitan. Menurut lo, Sivia itu gimana?” Prissy tiba-tiba bersemangat.

Rio duduk di sebelah Ify. “Emangnya kalo kami satu sekolah pasti saling kenal?!” jawab Rio tenang. “Gue memang tahu Sivia, tapi gue nggak begitu kenal. Ngomong aja baru tadi di sini. Itu pun sekedar say hello.” Pernyataan Rio menyurutkan semangat Prissy.

Bagaimanapun Prissy nggak puas dengan semua jawaban yang didengarnya. Tapi dia juga tak tahu ke mana harus mencari jawaban. Nanya Kak Iyel jelas nggak mungkin. Bisa dicakar gue kalo ganggu pacar kesayangannya, batinnya putus asa.

“Sudah, mana PR-nya? Kita selesaikan buru-buru yuk. Soalnya gue mau ngajak kalian nonton,” kata Rio. Semua bersorak senang, tak terkecuali Prissy yang sesaat jadi lupa dengan rasa penasarannya.

“Bener ya, Yo, awas kalo lo bohong!” ancam Prissy.

“Emang kapan gue pernah bohongin lo?” tantang Rio tenang. “Syaratnya, filmnya yang milih Ify,” tambahnya seraya mengerling nakal pada Ify.

Alvin dan Prissy saling pandang, lalu serentak berkata, “Wueeek...” Mereka pura-pura muntah melihat adegan sok romantis itu.

“Apa? Sirik ya?” ujar Rio, sementara Ify tertunduk malu. “Ya udah, ayo kerjain. Keburu malem.”

Rio meraih buku PR yang disodorkan Alvin. Mereka pun mulai serius dengan PR Bahasa Inggris yang bikin kepala ketiganya puyeng. Tapi tentu tidak buat Rio.

Mereka sama sekali tak menyadari, betapa pentingnya ingatan Prissy yang dianggap remeh itu.....




@@@@@




Sivia baru selesai mandi saat ia menemukan Ashilla tengah asyik meneruskan permainannya di komputer yang tadi memang sengaja tidak dimatikannya.

“Shilla,” sapanya. Ia sebenarnya agak kecewa mendapati sahabat yang lebih mirip diktator itu.

“Hai, Siv,” balas Ashilla ramah. Dan ini bukan pertanda baik untuk Sivia. Biasanya kalau sedang ramah begini, Ashilla pasti ada maunya. “Lama nggak ketemu, kelihatannya lo menikmati banget tugas lo. Sampai lupa sama sahabat lama.”

“Buka begitu, Shil... gue...”

“Hanya nurutin perintah gue,” potong Ashilla cepat. “Gue tahu kok alasan lo tanpa lo harus kasih tahu,” tambahnya.

Sivia tidak bisa berkutik lagi. Setelah semua kebahagiaan yang dirasakannya bersama Gabriel dan keluarganya, dia semakin merasa takut kepada Ashilla. Gadis itu bagai momok yang menghantui Sivia sampai ke mimpi buruknya.

“Nih.” Ashilla mengulurkan dua amplop biru muda.

“Apa ini, Shil?” tanya Sivia tak mengerti.

“Bukan apa-apa, Cuma undangan ulang tahun. Satu buat lo, satu lagi buat Ify,” jawab Ashilla santai.

“Kenapa harus Ify?” tanya Sivia lagu nggak ngerti.

“Itu bukan urusan lo, Siv. Tugas lo Cuma ngasih undangan itu buat Ify.”

“Tapi, Shil... Ify pasti datang bareng Rio. Gimana lo...”

“Dia akan dateng bareng lo. Karena ini bukan hanya pesta ulang tahun gue, melainkan juga pertunangan gue sama Rio.”

Bagai disambar petir Sivia mendengarnya. Ini nggak mungkin, pikirnya nggak percaya. Undangan di tangannya sampai jatuh. Bukankah dia baru saja pulang dari rumah Ify, dan Rio masih di sana, bercanda dan tertawa dengan gadis pujaannya?

“Sivia... lo kenapa sih? Sampai kaget gitu. Nggak percaya gue mau tunangan ama Rio? Kenapa nggak lo tanya Rio aja?” Tantangan Ashilla membuyarkan lamunan Sivia.

“Bu...bukan begitu, Shil... Tapi... tadi Rio... masih bareng Ify,” ucap Sivia jujur.

“O ya... pastilah dia mau menyembunyikan kenyataan ini dari gadis kampungan itu!” kata Ashilla sambil bangkit dari tempat duduknya. Diambilnya undangan yang dijatuhkan Sivia, dan diserahkannya kembali kepada gadis ayu yang masih tepaku tak percaya itu. “Asal lo tau aja. Rio sendiri yang merancang acara ini. Dan dia juga menegaskan ke gue, kalo tikus got itu Cuma mainan yang kalo rusak bisa dibuang kapan saja.”

“Nggak mungkin, Shil...”

“Sivia sayang...” Ashilla merangkul Sivia dan mengajaknya duduk di sampingnya. “Terserah ya... lo mau percaya gue apa nggak. Yang jelas, kalo lo mau ngebuktiin omongan gue, lo dateng aja di pesta gue besok lusa. Ajak sekalian si tikus got itu,” katanya sok memberi saran. “Bukannya apa-apa, gue Cuma kasihan aja ama cewek kampung itu kalo terus-terusan dibohongin Rio. Soalnya, kalaupun dia tanya langsung ama Rio, gue yakin Rio pasti bilang semua ini bohong. Mana ada sih, maling teriak maling?”

Sivia memandang Ashilla sayu. “Kalo lo tau Rio maling, kenapa lo mau sama Rio, Shil?” tanyanya tanpa pikir panjang. Entah ia mendapatkan keberanian dari mana hingga nekat melontarkan pertanyaan itu.

Ashilla melepas rangkulannya sesaat. Dipandangnya Sivia dengan mata menyipit dan dahi berkerut heran. Tumben, pinter juga anak ini memutar omongannya, pikirnya. Kemudian ditariknya napas pendek dan cepat dihembuskannya lagi. “Itu karena... Rio udah janji bahwa dia hanya cinta gue. Dan dia akan segera lepaskan tikus got itu setelah acara pertunangan kami. Yah... katanya, dia perlu waktu. Dan gue bisa ngertiin dia kok.”

Sivia masih saja terdiam. Kalau benar selama ini Rio hanya bersandiwara, kenapa dia memperingatkan Sivia saat mereka pertama kali ketemu di rumah Ify.

“Ternyata benar desas-desus yang beredar, salah satu anak Ashilla melarikan diri dari induk semangnya. Sebaiknya ini bukan permainan, karena gue akan melakukan apa pun untuk menjaga rahasia gue dan Ify.” Pernyataan Rio saat itu kembali terngiang di telinga Sivia.

Tunggu, Rio bilang dia akan menjaga rahasianya dan Ify, jangan-jangan itu bukannya berarti dia takut kehilangan Ify, tapi lebih karena dia tak ingin hubungannya dan Ify tidak diketahui Ashilla. Ya Tuhan... apa sebenarnya yang terjadi?

“Sivia sayang... kok lo malah kelihatan bingung gitu?” Ashilla mengusik lamunan Sivia. “Gini aja, kalo lo nggak percaya juga, coba inget-inget. Mulai besok, Rio bakal sering absen ke rumah Ify. Kenapa? Karena dia sedang mempersiapkan pertunangan kami. Lo kan ada di rumah tikus itu, jadi lo bisa tahu, Rio datang atau nggak. Gimana?” saran Ashilla. “Tapi ingat, lo mesti kasih undangan itu ke Ify. Gue pengen dia tahu dengan mata kepalanya sendiri tentang pertunangan kami. Soalnya gue juga mesti yakin kalo Rio bener-bener udah membuang mainannya. Nggak lucu dong, tunangan gue masih sembunyi-sembunyi pacaran sama anak kampung. Jadi, kami sama-sama tahu. Deal?” tambahnya seraya berdiri sambil melihat jam tangannya. “Wah, sudah malam nih. Gue pulang dulu deh.” Diambilnya tas tangannya. “Makasih ya, Siv, lo emang temen paling baik,” tambahnya sebelum pergi dari hadapan Sivia. “Aaah... gue jadi nggak tega ngebayangin kesedihan adik ipar lo itu. Tapi kalo nggak dikasih tahu, gue lebih nggak tega lagi...” Ashilla terus saja bicara sampai hilang di balik pintu.

“Ya Tuhan...” Sivia merebahkan tubuhnya. “Apa yang harus gue lakukan?” Ditepukkannya tangannya ke keningnya sendiri. “Gue harus selidiki dulu semuanya. Kalau perlu, gue akan tanya Rio. Sebelum masalah ini jelas, jangan harap undangan bisa sampai ke tangan adik mungil gue,” putusnya kemudian.

Dan jawaban itu muncul pagi harinya.....




@@@@@




Sivia sedang memasukkan koin untuk mendapatkan softdrink yang diinginkannya saat didengarnya tawa nyaring Ashilla dan gengnya. Tadinya dia bermaksud meninggalkan mesin softdrink itu tanpa menunggu minuman yang dipesannya ketika suara lain yang juga sangat dikenalnya ikut terdengar.

“Iya... iya... Gue janji bantuin lo. Terserah deh, lo mau minta apa aja dan dianter ke mana aja, gue turutin. Asal... jangan lupa dengan janji lo.”

“Rio?” gumam Sivia lirih. Ia menengok sekilas. Terlihat jelas olehnya Rio duduk di salah satu meja bundar berpayung di kantin sekolah bersama gerombolan Ashilla. Sivia mengurungkan niatnya melarikan diri. Sebaliknya, dia malah sengaja berlama-lama di mesin softdrink, meskipun minuman yang dipesannya sudah keluar dari tadi. Dia ingin mendengar sendiri dari mulut Rio. Karena sebenarnya dia belum percaya dengan apa yang dikatakan Ashilla.

“Wah... pasti bakal meriah tuh pestanya,” komentar Dea, salah satu teman Ashilla yang dulu juga teman Sivia.

“Rupanya lo serius dengan pertunangan itu ya, Yo?” Angel, teman Ashilla yang lain ikut berkomentar.

“Jelas dong. Dan siapa pun yang menghalangi nggak bakal gue ampuni.”

Ya Tuhan... jadi benar kata Ashilla. Rio serius mau tunangan. Sivia segera mengambil minumannya. Sudah cukup yang didengarnya tadi. Sekarang tinggal memikirkan bagaimana menyampaika hal ini pada Ify.




@@@@@




“Hai, Fy, kok baru pulang?” sapa Sivia sore itu di rumah Ify.

“Iya nih, biasa... rapat OSIS suka menyita banyak waktu. Udah gitu belum juga mencapai kata mufakat,” jawab Ify sambil melepas sepatunya.

“Wah... capek dong.”

“Gitu deh.” Ify menaruh sepatunya di rak sepatu. “Oh ya, Siv, si Prissy maksa gue terus nih buat nanya elo. Gue jadi risi setiap ketemu dia, pasti pertanyaannya sama. Udah ditanyain belum?” Ify fasih banget menirukan gaya bicara Prissy.

Sivia tertawa kecil. “Memangnya dia mau tanya apa sih?”

“Tapi janji ya, jangan marah.” Ify mengacungkan jari telunjuknya dan tengahnya bersamaan.

Sivia menangguk. “Tapi ada yang mau gue sampein ke lo juga nih. Dan lo juga janji nggak boleh marah,” sambungnya menyembunyikan kegelisahan.

“Iya, kapan sih gue pernah marah sama lo? Ke kamar gue aja ya. Ntar kalo Kak Iyel denger, bisa-bisa kena marah gue.” Ify segera bangkit dan berjalan pelan ke kamarnya diikuti Sivia. “Nah, di sini kan aman,” katanya setelah menjatuhkan dirinya di kasur.

Sivia duduk di pinggiran tempat tidur Ify. “Kayaknya penting banget nih, sampe harus menyingkir dari Gabriel.”

“Nggak juga sih. Sebenarnya Prissy Cuma lagi kelebihan penasaran aja.” Ify melipat kedua kakinya di atas tempat tidur. “Cuma kalo gue nggak tanyain, dia bisa nguntit gue terus.”

“Apaan sih, jadi ikut penasaran!” Sivia masih sabar menanti. Berteman dengan Ify beda banget dengan berteman dengan Ashilla. Kalau Ify mau cerita, dia sanggup nunggu sampai kapan pun. Trus dia juga bebas mengatakan apa pun kepada Ify. Sebaliknya dengan Ashilla. Yang ada hanya ketakutan dan paksaan.







BERSAMBUNG..................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar