Matahari menerobos jendela kamarku, silaunya menusuk mata, aku tebangun dari tidur lelap, kusapa hariku dengan kaki dan tangan yang senantiasa tak bisa lepas dari kasur, dengan malas aku melangkahkan kaki ke kamar mandi, bersiap-siap dengan hari pertamaku dikota Jakarta ini...
Sekitar 10 menitan aku berada di kamar mandi itu, setelahnya aku segera meraih seragam sekolahku, menyisir rambut, tak lupa ku sematkan sebuah pita kecil disisi kepalaku, lalu aku tersenyum menatap diri dikaca, segeralah aku turun untuk bertemu mama yang pasti sudah menyiapkan sarapan pagi..
“Pagi ma...” sapaku memeluk mama.. Mamaku yang cantik membalas pelukan dan tersenyum melihat anak gadisnya..
“Cantik banget kamu hari ini sayang....”
“Ya iyalah ma, kan hari ini aku mulai sekolah baru...” jawabku senang...
Aku dan mama pindah dari Jogjakarta ke Jakarta, sebelumnya memang tidak ada rencana begini, tapi memang sudah saatnya kami meninggalkan kota Jogja, karena kontrak kerja mama sudah habis disana, lagian di Jakarta, rumah peninggalan papa memang sudah lama tidak ditinggali..
Ya, papaku meninggal sejak 2 bulan yang lalu, kecelakaan tragis menimpanya, jadi sekarang hanya aku dan mama, memang susah bagi kami melupakan sosok papa, tapi takdir memang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa...
***
Sampailah aku di satu sekolah menengah atas yang katanya terkenal di Jakarta, SMA Airlangga namanya, rasa penasaranku dengan sekolah ini terjawab, aku sangat suka lingkungannya, sangat bagus, pikirku, sambil berjalan aku tersenyum sendiri menatapi lingkungan sekitar, koridor-koridor dipenuhi oleh segerombolan anak, beberapa dari mereka menatapku heran, ya, itulah resiko jadi anak baru...
Tibalah aku harus memperkenalkan diriku di kelas ini...
“Pagi semua, perkenalkan nama saya Sivia Azizah, cukup dipanggil Sivia, saya pindahan dari SMA Negeri 3 Jogjakarta, mohon bantuannya...” Beberapa anak menertawakanku, tapi beberapa lagi tidak, mungkin mereka heran mendengarkan sapaan awal ini, karena logat kah? Hmm, aku tau itu, logat inggris jawa memang kadang masih melekat pada diriku..
Guru mempersilahkan ku duduk di sebelah anak yang bernama Alvin Jonathan, anaknya ramah, di awal pembicaraan kami, kami sudah merasa cocok untuk berteman..
***
Aku dan Alvin makin lama makin akrab, kedekatan kami sudah seperti teman yang sudah bertahun-tahun kenal, aku tau semua tentang Alvin, begitu pula sebaliknya..
“Nih gadis permen!” kata Alvin melemparkan sebuah permen padaku, aku mengambilnya dan langsung mengulumnya dengan cepat, aku memang suka sekali permen, ga tau kenapa, kalo udah makan, rasanya enak banget... Alvin? Dia yang paling tau semua selera permen yang aku suka..hhehee..
“Vin, ini bungkusnya...” ujarku bercanda menyerahkan bungkus permen itu, Alvin terima aja, awalnya aku cuma min-main memberikan setiap bungkus permen yang sudah aku makan, tapi sampe sekarang malah keteteran dan kebiasaan...
“Tau ga Via, ini bungkus permen udah berpuluh-puluh dirumah gue..” katanya manyun
“Salah sendiri kamu mau nyimpen..” balasku tertawa..
Asyiknya kami mengobrol, tak kusangka sebuah bola basket melayang kepalaku. BUKK! Aku terjatuh, seketika pandanganku terasa gelap, tapi aku merasakan Alvin menolong dan langsung menyadarkanku..
“Via... Sivia...” ujar Alvin, nadanya tampak cemas..
Aku menghela nafas, “Iya...” ucapku lemah. Alvin lalu mengistirahatkanku di atas kursi hingga akhirnya aku sadar..
“Lo ga papa Vi?” tanya Alvin lagi. Aku mengedipkan mataku sebentar, lalu menggeleng-gelengkan kepalaku, aku mengangguk menjawab Alvin..
“Maaf...” ternyata orang yang tidak sengaja melemparku dengan bola basket itu sudah ada didepanku, aku menatanya diam, lalu mengangguk pelan..
“Maaf banget, tadi gue beneran ga sengaja...” lelaki itu tampak menyesal..
“U..udah aku maafin ko..kok..” seketika bicaraku gugup menatap wajahnya, matanya yang teduh tapi sangat keren, pikirku..
“Syukur deh, gue Gabriel..”, sapanya ramah..
“Sivia...” jawabku, “Ini Alvin, sahabat aku...” kami saling bersalaman..
“Gue tinggal dulu ya, maaf buat yang tadi..” Gabriel pergi, tetapi senyumannya tidak bisa pergi dari otak ku, aku tersenyum sendiri sejenak..
“Viaaaaaaa...” ternyata dari tadi Alvin sudah berteriak-teriak ditelingaku..
“Vin...” kataku dengan tatapan aneh..
“Apa? Lo kenapa?”
“Mata itu, senyum itu...” gumamku pelan-pelan..
“Hello Via?” Alvin makin heran
Aku menyadari bahwa benar adanya tentang love at the first sight... Ya, itu yang aku rasakan saat ini, Gabriel, lelaki tinggi dan manis dengan sejuta senyum indahnya baru saja menghipnotis fikiranku
***
Tak disangka aku sudah cepat sekali mengenal Gabriel, kami makin dekat, tapi bukan berarti aku melupakan Alvin, Alvin tetap mendukungku dalam setiap keputusan...
Sekarang aku tau semua tentang Gabriel, tentang dirinya, tentang keluarganya, kesukaannya, dan semuanya.. Dia juga orang yang sangat membantuku mengenal kota Jakarta terutama sekolah baru ku ini...
“Via...” Alvin memanggilku ketika aku hendak melangkahkan kaki keluar kelas saat jam istirahat...
“Apa Vin.. Gue buru-buru nih....!” ujarku cukup kesal
“Eh...” kata Alvin cukup kaget, “Mau kemana Vi?”
“Gue udah ditunggu sama Iel...” Aku memalingkan muka dari Alvin..
“Via...” Alvin memanggil kembali
“Apalagi sih???” tanyaku..
Hupp! Sebuah permen dilemparkan Alvin tepat kearahku, dia tersenyum sebentar, aku membalas senyum itu. Segera kubuka permen dan memakannya..
“Thanks...” Aku berlari keluar...
Alvin menatapku dari kejauhan, perasaan kecewa dibenaknya..
“Via.. sekarang dia udah jadi ‘Gue Sivia...’ bukan ‘Aku Sivia’ seperti saat gue pertama kenal dia dulu...” gumam Alvin
***
Aku dan Gabriel sedang duduk berdua ditaman, kami bercerita disana...
“Vi, kok lo udah jarang bareng sama temen lo si Alvin itu?” tanya Gabriel
“Ah kata siapa, ga kok, gue masih temenan sama Alvin, ini gue dikasih permen...” jawabku tersenyum
Gabriel tertawa kecil... “Vi, ada satu hal yang belum gue ceritain sama lo...”
“Apa?” aku penasaran
“Hmm.. Lo kenal sama Shilla?” tanya Gabriel
Aku sedikit kaget dan segera menggeleng..
“Ashilla Zahrantiara, anak kelas XII IPS 1... Dia cantik, keren lagi, gue suka sama dia...”
Nafasku tertahan mendengar pengakuan Gabriel, mataku terasa panas...
“Lo suka sama dia?” tanyaku pelan
“Hmm... gue kagum doang, kekaguman bukan berarti cinta kan?!” Gabriel menatapku tersenyum..
Aku pun sedikit lega dengan kata-kata yang baru diucapkannya...
“Sejujurnya rasa suka gue ke dia udah mulai ilang deh, ya karena mungkin udah ada cewek lain yang gue kagumin...” aku Gabriel
“O ya? Siapa?” tanyaku penasaran
“Adalah, cewek pindahan gitu, orangnya baik, cantik lagi... Gue pertama kali ketemu dia dilapangan basket, ga sengaja lagi...” Gabriel menatapku tajam
Aku tersentak mendengar apalagi menatap wajahnya, dia... memang.. sangat tampan... Ditambah dengan senyuman memikat yang diperlihatkannya padaku saat ini..
“Dia.. Sivia Azizah.. Lo mau kan jadi pacar gue..?”
Kali ini aku benar-benar kaget, mana mungkin Gabriel bisa berkata begitu. Kami memang dekat, tetapi sejujurnya aku tak yakin dengan permintaannya barusan, apalagi sebelumnya di menyinggung soal gadis yang bernama Shilla tepat dihadapanku..
“Sori Vi, kalo kesannya spontan, tapi gue emang udah rencanain ini sejak kemaren...”
“Emm... Ga papa Yel.. Gue.. gue... mau kok...” aku memejamkan mataku
“Apa? Lo mau? Beneran?” Gabriel cukup histeris
Aku mengangguk, terjawab sudah, aku benar-benar menerima dirinya, dan sekarang status kami berubah, bukan sebangai teman ataupun sahabat, melainkan sebagai.. ke...kekasih...
***
Aku menceritakan semua kejadian itu kepada sahabat terbaikku, Alvin, dia pun senang menerima pengakuan ini. Awalnya Alvin berfikiran sama denganku, dia juga tak menyangka Gabriel bisa berbuat spontan begitu...
“Gue bakal jalanin aja dulu Vin.. My love at the first sight..” kataku bangga seraya tersenyum
“Iya udah deh, selamat aja buat lo...” kata Alvin sambil membuka bungkus permennya..
Avin menunduk, ada sesuatu difikirannya sesuatu yang benar-benar menyakitkan tentang apa yang diketahuinya saat ini..
“Gue seneng lo bisa dapetin love at the first sight dengan beneran terwujud, seenggaknya lo lebih beruntung daripada gue yang ga bisa ngewujudin love at the first sight yang gue rasain sejak ketemu lo...” batin Alvin
***
Dirumah, Alvin hanya berdiam diri. Mungkin saat ini Sivia sedang jalan berdua bersama pacarnya, itulah yang dari tadi ada dibenak Alvin. Ia tak bisa melupakan Sivia, seketika air matanya jatuh, tapi ia segera menghapusnya...
Tuhan tolonglah
Hapus dia dari hatiku
Kini semua percuma
Tak kan mungkin terjadi
Kisah cinta yang selalu aku banggakan
Kau hempas semua
Masa yang tercipta untukmu
Tanpa pernah melihat
Betapa ku mencoba
Jadi yang terbaik untuk dirimu
Oh mengapa tak bisa dirimu
Yang mencintaiku tulus dan apa adanya
Aku memang bukan manusia sempurna
Tapi ku layak dicinta karena ketulusan
Kini biarlah waktu yang jawab semua
Tanya hatiku..
Tiba-tiba Alvin mengerang kesakitan, ia memegangi dadanya, sakit...
“Aww...” rintih Alvin, ia segera mengambil obat di laci lemarinya, lalu menegak obat itu dengan yakin. Berbaringlah ia di kasur dan terlelap..
***
Aku cukup gelisah, di hari ini kursi disebelahku kosong, Alvin tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Beberapa kali aku menelpon, tapi tak ada jawaban, aku pun mulai kesal..
“Kenapa sih Vi?” tanya Gabriel saat sedang berada dikantin bersamaku
“Ini gue lagi coba telpon si Alvin, tapi dia ga angkat-angkat...” aku masih berusaha mencoba..
“Udahlah, mungkin Alvin lagi istirahat, kan dia sakit...”
Aku berhenti mencoba, mungkin Gabriel benar, tak seharusnya aku mengganggu Alvin...
“Yel, bisa temenin gue jenguk dia ga nanti? Pliss...” pintaku
“Hmm.. Maaf Vi, gue ga bisa, gue ada jadwal latihan basket nanti...”
“Yah..” ujarku lemas, “Ya udah ga papa deh, nanti gue aja...”
“Lo ga papa sendiri?” tanya Gabriel, Aku mengangguk..
***
Masih ku usahakan untuk menelpon Alvin sebelum aku bergegas pulang sekolah...
“Haloo... Vin.. Aduh akhirnya lo angkat juga...” ujarku senang ketika mendengar sapaannya
“Iya Vi.. Sori, tadi gue ga pegang hp...”
“Gimana keadaan lo? Gue mau jenguk nih...”
“Jangaaaaaan...” cegah Alvin spontan, aku sedikit terkejut mendengarnya..
“Kenapa? Masa gue ga boleh jenguk? Lo kan sahabat gue...”
“Jangan Vi, ga usah, gue...”
“Emang lo sakit apa sih? Lo dirumah kan, gue kerumah lo sekarang ya...” potong ku cepat sebelum dia berkomentar
“Ga Vi, ga, gue.. gue belum bisa ditemuin, ntar penyakitnya nular...”
“Ya ampun! Lo kaya anak kecil deh... Ya udah deh kalo beneran ga mau gue jenguk...” Sivia memutuskan hubungan..
Alvin tau, Sivia pasti kesal akan sikapnya dan ia pun merasa bersalah, tapi ini lebih baik dari pada Sivia mengetahui keadaannya sekarang yang terbaring lemas dirumah sakit...
***
Keesokan harinya, inilah hari dimana Alvin harus dioperasi.. Ia menyempatkan diri menelpon Sivia...
“Hallo Vi...” sapa Alvin
“Iya kenapa Vin? Gue udah boleh jenguk?” jawabku
Alvin menghela nafas..
“Via, gue cuma mau ngomong sama lo, lo hati-hati ya, terutama soal hubungan lo sama Gabriel, gue ga mau lo sakit hati gara-gara dia...”
“Maksud lo??” Aku heran
“Ehm.. Gue tau Gabriel pada basic nya, dia emang patut dikagumin sama kaum hawa, tapi ia bakal memanfaatin kharisma nya itu, udah ada yang jadi korbannya Vi...”
“Tega lo!” bentak ku, “Atas dasar apa lo ngomong kaya gitu. Vin, gue lebih tau soal pacar gue dari pada lo! Lo sahabat gue berani ngomong kaya gitu Vin...”
“Vi, plis, gue ga ada niat buat nyakitin lo, gue beneran tau Vi, dan gue ga mau lo jadi korban selanjutnya, lo terlalu sempurna buat disakitin cowok kaya dia...”
“Tapi lo ga punya bukti Alvin!!!” aku membentaknya lagi lalu mematikan sambungan telpon itu...
Alvin terkejut, tapi ia pasrah, yang penting ia sudah mengingatkan kepada gadis itu, hatinya menangis mendengar bentakkan Sivia, ia benar-benar takut kalo Sivia bakal sakit hati sama pacarnya... Mencegah? Itu yang Alvin mau, tapi apa daya, berjalanpun ia tak sanggup. Tinggal menunggu waktu, operasi akan segera tiba untuk menuntaskan virus yang menggerogoti jantungnya ini....
***
Aku masih kesal sendiri dengan perkataan sahabatku, aku tak menyangka Alvin bisa berkata begitu. Padahal Alvin merupakan orang yang sangat ku percayai...
Ditambah lagi dengan keadaan hari ini bahwa kekasihku sendiri tidak mau menemani ku, Gabriel beralasan ada acara bersama keluarganya. Aku pun jadi teringat perkataan Alvin bahwa Gabriel akan menyakitiku...
“Ah, daripada gue bete enakan gue pergi...” ujarku kesal, segeralah aku mengambil tas dan keluar rumah...
***
Hari sudah menunjukkan pukul 3 siang, tapi langkahku benar-benar tanpa tujuan, berkeliling di mall, itulah yang kulakukan dari tadi untuk menepis rasa bosan ini...
Kulangkahkan kakiku ke antrian panjang membeli tiket nonton disalah satu bioskop di Jakarta, pertama kali aku kesini dengan Gabriel sampai akhirnya aku mengerti dan berani untuk datang sendiri...
Sembari menunggu, semua makanan kusiapkan, duduklah aku di salah satu kursi tempat menunggu masuk ke studio...
“Hah?” gumamku terkejut melihat sosok yang ada dihadapanku. Aku hanya memperhatikan punggung orang itu, yang sedang berangkulan dengan seorang gadis...
Penasaran! Pasti. Karena tingkah pria itu benar-benar tak asing lagi dipikiranku... Ingin aku menatapnya, tapi ku tahan, sampai aku benar-benar yakin kalau dia itu....
***
Film sudah dimulai, aku tak bisa berkonsentrasi, pandanganku tertuju kearah dua orang itu, mereka duduk di depanku, tapi jok kursi yang tinggi menghalangi pandanganku. Sampai film selesai ditayangkan, aku melangkah cepat mendului mereka dan kutunggu di depan pintu studio saat mereka akan keluar....
Kakiku lemas mengetahui dugaanku sama sekali tak salah, kutatap wajah dua orang itu dengan tegas dan berusaha menahan air mataku... Kulangkahkan kakiku kearah pria itu..
PLAAKK!! Tamparan kerasku mendarat di pipinya. Pria itu kaget, sementara gadis disebelahnya hanya terdiam menatap kami bergantian...
“Gue ga butuh kata-kata lagi dari lo, dan jangan anggep gue pernah kenal sama lo!!” bentak ku, ku tinggalkan mereka berdua dan semua mata yang menatap kejadian ini...
***
Tangis ku pecah, ketika berada di taksi, satu nama yang ada dibenakku..
Alvin...
Kenapa aku merasa menjadi gadis paling bodoh!! Alvin jelas-jelas sudah menjadi orang pertama yang mengingatkanku, tapi aku tak mempercayainya, malah membentaknya dikondisinya yang sedang tidak selayaknya di bentak...
“Pak kerumah temen saya ya...” perintahku ke supir taksi itu...
***
Lagi-lagi aku terkejut mendengar apa yang aku hadapi sekarang. Kenapa hidupku hancur sekali hari ini...!!
“Bibi serius?” tanyaku kepada pembantu dirumah Alvin
Bi Iyem pun mengangguk, setelah jawaban singkat itu aku pergi lagi ketujuan berikutnya...
Belakangan akhirnya ku ketahui semua yang disembunyikan Alvin dari ku terutama tentang penyakit jantung yang sudah lama ia derita, sempatku berfikir Alvin sangat jahat telah menyembunyikannya dariku, tapi pikiran itu tertutup oleh sikap baik Alvin selama ini, yang membuatku menarik kesimpulan bahwa mungkin Alvin tidak ingin aku sedih mendengarnya..
Satu hal lagi, aku memang salah memilih, kata-kata Alvin tentang Gabriel tidak ada yang salah, termasuk dugaan ku sendiri tentang maksud Gabriel pernah menyinggung soal Shilla dihadapanku... Dan akhirnya aku tau bahwa memang Shilla masih berhubungan dekat dengan Gabriel, kejadian yang sangat pahit, terutama ketika ku lihat mereka memperlihatkan kemesraan berdua tadi...
Rumah Sakit Georgina, sampailah aku di sana, bertanya dimana kamar sahabatku yang sedang berjuang dengan operasinya. Tak kuasa menahan rasa cemas, aku berlari mencari kamar nomor 102.
Seorang suster mencegatku ketika aku ingin masuk...
“Maaf mbak, operasi akan segera dimulai, jadi maaf mbak hanya boleh menunggu disini...” perintahnya...
Aku menghela nafas, kulihat oma Alvin dan kakaknya sedang menunggu dengan perasaan sedih... Mereka pula yang menenangkan ku..
“Udah Via, kita berdoa aja...” ujar oma. Aku mengangguk. Kami bertiga duduk diruang tunggu...
“Sivia... ini dari Alvin...” kak Tasya memberikan handphonenya dan memutar rekaman suara Alvin disana...
“Via... Ini gue Alvin.. Vi, maaf banget kalo tadi gue nyakitin lo sama kata-kata gue yang emang ga ada buktinya.. Gue harap lo ga marah lagi sama gue, dan maaf juga ya gue ga pernah kasih tau lo tentang jantung gue... Gue butuh doa dari lo Vi biar gue berhasil jalanin operasi ini. Tapi kalo emang seandainya gue ga berhasil, maafin gue ya, pesen gue terakhir, gue pengen lo tetep jadi orang yang paling bahagia dimata gue...”
Aku meneteskan air mata ku...
“Via janji bakal bantu doa Vin...” gumamku...
***
Setelah beberapa jam menunggu, dokterpun keluar dengan tatapan lemas..
“Dok.. Gimana?” tanya Oma
“Iya dok, gimana adik saya?” lanjut kak Tasya
Dokter menggeleng, “Kami sudah berusaha....”
“Nggaaaaaaaaaakkkk..!!!!” jeritku tak percaya...
“Ini ga mungkin...ini ga mungkin dok!!!” tangisku pecah, kakiku lemas dan tak kuasa menopang tubuhku dengan keadaan ini.. Kak Tasya dan Oma menenangkanku, walaupun mereka juga menangis mengetahui orang yang mereka cintai sudah....”
***
Pemakaman Alvin baru saja selesai. Aku masih bermain kerumahnya sambil menemani Oma dan kak Tasya...
“Via, kakak nemuin ini dikamar Alvin...”
Kak Tasya memberikan ku sebuah Album besar, kubuka album itu, dan segera kulihat isinya...
Semua buatan Alvin, aku yakin itu, satu-demi-satu kubaca apa yang telah diletakkan Alvin disana...
Senin, 4 Oktober 2010
For my secretly love....
Senyuman pertamamu yang kulihat ini adalah senyuman terindah kedua setelah senyuman mama yang menghilang sejak beberapa tahun lalu...Peri Cantik yang telah datang dihidupku, ku ucapkan...
Itu kalimat pertama yang ditulis Alvin, kuteruskan membacanya...
Andaikan ku bisa memberikan permen ini kepada mu sekarang, tapi percuma.. Nyaliku benar-benar rapuh saat menatap mata indahmu... memberikan tulisannya saja aku tak sanggup apalagi langsung berkata padamu...
Kenapa aku berani mengakui? Karena aku yakin kaulah peri cantik yang sangat spesial, peri yang akan menemaniku selamanya. Aku yakin.
Sepertinya, memang dewi fortuna berpihak padaku, walaupun permen ini aku makan dengan sendiri, kehadiran dirimu disampingku sejak hari ini membuat kebahagiaanku memuncak..
Aku tersenyum membaca tulisan itu, tak kusangka Alvin meletakkan bungkus permen di albumnya..
Selasa, 5 Oktober 2010
Sivia Azizah.. Nama yang cantik secantik orangnya, aku bersyukur kamu yang mengisi hari-hariku dengan canda tawa mu...Dirimu layak mendapat julukan seorang peri.
Aku mengetahui semua tentangmu kini, kau bercerita cukup antusias, itu membuat keadaan ku yang sangat lemah bisa...
Aku yakin jika selama ada dirimu disisiku, kaulah yang membuat ku bagkit kembali.. Sivia...
Jumat, 8 Oktober 2010
Kenapa dia begitu? Pria lain kah? Peri cantik akan hilang.. Aku benar-benar tak rela! Sikapnya ke pria itu sangat berbeda, aku tau mereka dekat, tapi mengapa harus didepanku...
Pria itu benar-benar hebat bisa menaklukan Sivia...
Sivia. Dia mengakui bahwa ini adalah cintanya pada pandangan pertama.. Aku hanya bisa tersenyum, oh Tuhan andai dia tahu kalau aku juga merasakan hal yang sama, yaitu seseorang yang kuanggap cinta pada pandangan pertama?
Sivia, tidak kah dirimu tahu bahwa rasa kecewaku mulai timbul ketika kamu membentakku hari ini? Kamu lebih memilih bersamanya ketimbang denganku, dan kamu pasti tidak tahu kalau tulisan di permen yang kuberi tadi adalah untukmu? Iya kan?
Dengan gontai, aku mengambil kembali bungkus permen bertuliskan Good Luck ini yang telah diambilnya tanpa dilihatnya lagi... Tetap tersenyum Alvin!
Sabtu, 9 Oktober 2010
Hancur!! Itulah perasaanku saat ini, aku tak kuasa melihat dia begitu senangnya karena pria itu, mungkin saat ini mereka sedang berjalan berdua, merayakan hari jadi mereka...
Teringat kembali dibenakku wajahmu yang begitu senang saat menceritakan bagaimana hubunganmu dengan pria itu yang membuatku tersenyum paksa. Hati ini sakit ketika kau bilang cinta pada pandangan pertama itu benar-benar nyata.. Sejujurnya senyum yang kuberikan tadi adalah senyum palsu yang sangat menyakitkanku...
Tanpa pernah melihat
Betapa ku mencoba
Jadi yang terbaik untuk dirimu...
Senin, 11 Oktober 2010
Cuaca hari ini begitu bagus, tapi tak sebagus kondisiku, aku terbaring lemas dirumah sakit, dan kalian tahu? Peri cantik sama sekali tak menemaniku. Memang aku sengaja tak memberitahunya, semata-mata karena aku tak mau ia sedih, dan aku membiarkan dia mendapatkan kebahagiaan bersama pria itu.. Walaupun ia marah ketika aku melarangnya menjengukku.
Mengapa aku sebodoh ini? Aku tahu siapa pria itu, dan..
Penyesalan memang datang belakangan.. Seandainya dulu aku berkata padamu siapa pria itu sebenarnya Sivia....
Peri cantikku marah, aku yakin, karena dari tadi ia tak mau mengangkat telponku setelah aku bicara bahwa orang yang sangat ia cintai akan menyakitinya. Aku memang tak punya bukti sekarang....
Tuhan, seandainya aku bisa menyusulnya untuk memperlihatkan bukti-bukti? Dada ini terasa sakit ketika harus membayangkan wajahnya yang kelak akan menangis....
Selasa, 12 Oktober 2010
Hubungan kita sangat jauh sekarang wahai peri cantik, ingin sekali aku meminta maaf padamu, bahkan permen bertuliskan......
...tak kuasa kuberikan padamu....
Sivia, inilah hari dimana penentuan hidupku. Operasi jantungku akan segera dimulai, sengaja aku sempatkan untuk menuliskan sesuatu di album ini...
My little princess, mungkin dia ga bakal ada disini saat operasi berjalan, dan mudah-mudahan rekaman suara yang kutitipkan ke kak Tasya bisa didengarnya...
Walaupun aku nanti gagal bertahan, itu bukan karena kamu tidak disini Via.. Ketahuilah dimana pun kamu berada, aku bakal merasa kuat...
Sivia, jika benar sekarang kamu telah mengetahui siapa dia? Pria itu maksudku, aku harap kamu tidak sedih, karena aku pasti akan menenangkanmu Via...
Aku janji...
Mungkin ini goresan terakhir serta permen-permen terakhir yang ku letakkan di album ini. Aku harus mengakuinya kalau...
Dimanapun periku berada, aku akan ada bersamanya... Jujur aku sangat merindukanmu saat ini..
Hmm... Harapan besarku ialah masih ingin melihat senyumanmu, tawamu, dan indahmu...
Tersenyumlah peri cantikku, isilah hari-harimu dengan senyuman... Hanya itu yang kuminta saat nanti kita mungkin tak bertemu lagi...
Dan kau tau kata yang ingin aku ungkapkan padamu sejak dulu? Sejak pertama kali aku mengenalmu...
Alvin Jonathan
***
Aku meneteskan air mataku melihat sebuah karya yang sangat indah ini...
Alvin...
Aku memang tak pernah melihat kalau Alvin mencintaiku... Tapi demi dirinya yang kini telah ditemani malaikat-malaikat surga, aku berjanji untuk selalu tersenyum semata-mata untuknya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar